JAKARTA, SUMUTPOS.CO- Komposisi menteri dari kalangan profesional dan parpol sudah diumumkan oleh pasangan presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Meski perbandingan 18 menteri kalangan profesional dan 16 menteri parpol sudah ditentukan, komposisi itu bisa berubah tergantung konstelasi politik menjelang pelantikan keduanya pada 20 Oktober nanti.
Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Tjahjo Kumolo menyatakan, jumlah 16 menteri parpol yang ditetapkan di rumah transisi nantinya tidak hanya diputuskan oleh Jokowi-JK. Keduanya akan mematuhi etika untuk melakukan komunikasi dengan para ketua umum pimpinan partai politik koalisi.
“Pasti beliau akan konsultasi dengan ketua umum partai yang mendukung beliau,” ujarnya di gedung parlemen, Jakarta, kemarin (16/9)..
Bagi Tjahjo, konsultasi dengan pimpinan parpol untuk mengetahui siapa figur yang dimiliki oleh parpol. Pengisian kursi menteri nantinyan
didasarkan pada latar belakang, pengalaman, dan pendidikan kader parpol. Jokowi menurut Tjahjo masih membuka peluang kader dari parpol lain, jika ada parpol baru yang merapat dalam koalisi saat ini.
“Ataupun nanti (jumlah partai) akan bertambah, sah-sah saja dalam perkembangannya sampai 20 Oktober nanti,” ujarnya.
Terkait banyaknya kritik atas masih adanya menteri dari parpol, Tjahjo menilai hal itu wajar. Dia menjelaskan, karena sistemnya berasal dari partai, wajar bagi Presiden di negara manapun pasti akan melakukan sistem rekrutmen dari partai.
“Hanya sekarang, rekrutmennya orang yang tepat. Jadi bisa satu, bisa sepuluh saya kira tidak ada masalah, sepanjang orang itu menguasai bidang tugasnya sebagaimana visi dan misi Jokowi lima tahun ke depan,” ujarnya.
Tjahjo menyatakan, landasan berpikir dari penentuan komposisi menteri adalah didasarkan pada ideologi untuk membangun sistem pemerintahan presidensiil yang efektif dan efisien. Jokowi-JK ingin membentuk kabinet kinerja.
“Kabinet yang bisa mengikuti visi dan misi pak Jokowi dan JK, mampu menjabarkan apa yang sudah dijanjikan kepada rakyat dalam kampanye pilpres lalu,” ujar Tjahjo.
Sementara, jika dikaitkan dengan efisiensi kinerja pemerintahan Jokowi, Tjahjo juga memberikan pembelaan. Efisiensi tidak hanya dilihat dari jumlah 34 menteri yang masih sama seperti pemerintahan saat ini. Menurut dia, efisiensi bisa dilihat dari perencanaan anggaran, mulai dari anggaran belanja, rapat, perjalanan dinas, serta mengurangi jumlah wakil menteri.
“Mungkin nanti mengurangi eselon duanya, atau eselon tiganya, sehingga diberdayakan eselon satu. Banyak cara saya kira,” ujarnya.
Syarat yang diajukan Jokowi, dimana proses koalisi harus dilakukan tanpa syarat, kata Tjahjo menjadi berlaku disini. Jumlah 16 menteri parpol adalah batas maksimum, penentuan pos tersebut ditentukan dari kualitas yang dimiliki kader parpol itu sendiri.
“Soal nanti bisa kurang tidak masalah. Atau ada partai lain yang mau gabung, punya kader yang cukup bagus, kenapa tidak,” tegasnya.
Ketua DPP Partai Hati Nurani Rakyat Saleh Husin menambahkan, perdebatan antara menteri profesional dan menteri parpol tidak perlu dipolemikkan. Dia meyakini jika Jokowi-JK akan menentukan komposisi menteri sesuai janji-janji politiknya.
“Beliau menginginkan kabinet diisi orang profesional, dan itu bisa berasal dari manapun termasuk dari parpol. Jadi jangan diperdebatkan apa dia dari parpol atau tidak,” ujar Saleh.
Saleh menilai, jumlah komposisi menteri juga bukan hal yang penting. Jokowi selaku Presiden terpilih tentu memiliki pertimbangan untuk tetap menentukan komposisi 34 menteri. “Yang penting profesionalisme dan bisa menjalankan apa yang diinginkan Presiden,” ujarnya. (bay/jpnn/rbb)