JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Upaya penegakan hukum terhadap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di wilayah Sumatera dan Kalimantan masih terus dilakukan. Ratusan orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini. Polisi juga turut menetapkan sejumlah korporasi sebagai tersangka. “Total keseluruhannya adalah 185 tersangka perorangan, korporasi 4 yang sudah jadi tersangka,” ujar Karopenmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Senin (16/9).
Total tersebut terbagi di beberapa Polda, antara lain di Polda Riau 47 tersangka perorangan dan 1 korporasi, Polda Sumatera Selatan 18 tersangka perorangan, serta Polda Jambi 14 tersangka peroranhan. Kemudian, Polda Kalimantan Selatan 2 tersangka perorangan, Polda Kalimantan Tengah 41 tersangka peroranga dan 1 korporasi, serta Polda Kalimantan Barat 59 tersangka perorangan dan 1 korporasi.
Dari total tersebut 95 tersangka perorangan dan 4 korporasi sudah masuk proses penyidikan. Sedangkan 40 kasus sudah masuk tahap I dan 22 kasus lainnya masuk tahap II. Dedi menjelaskan, peristiwa karhutla memang 99 persen terjadi akibat ulah manusia. Baik itu yang disengaja maupun tidak. Oleh karena itu, upaya penegakan hukum dianggap perlu dituntaskan agar memberikan efek jera kepada para pelaku pembakaran hutan dan lahan.
Lebih lanjut, titik api per hari ini memang sudah mengalami penurunan, terutama di wilayah Riau. Pada 13-14 September 2019 terpantau ada 600 titik api. Namun, angka itu turun menjadi 350-400 titik api pada Minggu (15/9). “Kebakarannya itu kecil-kecil, tapi jumlahnya banyak,” ucap Dedi.
Untuk itu, Satgas Karhutla terus melakukan upaya mitigasi kebakaran. Pemantauan melalui satelit dilakukan selama 1×24 jam. Tim di lapangan pun patroli setiap saat melakukan pemadaman.
Sementara itu, upaya rekayasa hujan buatan sudah dilakukan. Pesawat Hercules dan Cesna milik TNI AU sudah melalukan penyemaian awan menggunakan garam. Upaya lainnya yakni menggunakan bom air melalui helikopter.
“Kendalanya memang lokasi air sangat jauh dari titik api. Kita memasuki kemarau el Nino kering. Kadar air di tempat-tempat seperti hutan-hutan sangat langka airnya, apalagi gambut,” ucap Dedi.
Di sisi lain, untuk mencegah karhutla kembali terjadi, Dedi meminta agar masyarakat mengubah pola pikirnya. Berhenti membuka lahan dengan cara membakar. Semuanya harus beralih kepada cara yang lebih ramah lingkungan. (jpc/ala)