JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menunjukkan keseriusannya untuk memberantas segala bentuk tindakan ilegal yang berkaitan dengan komoditas ikan di tengah laut. Baik itu berupa pencurian ikan dan pengawasan pemberlakuan dibolehkannya “transshipment” (alih muatan di tengah laut).
“Kita telah menyiapkan sebanyak 403 observer tahun ini untuk mengawasi pencurian ikan serta pemberlakuan “transshipment” tersebut,” ujar Dirjen Perikanan Tangkap KKP Gellwynn Jusuf di kantornya, Jakarta, Rabu (18/2).
Gellwynn Jusuf mengatakan tugas dari para observer ini untuk melakukan pengamatan, pengukuran, pencatatan dan melaporkan kegiatan yang berkaitan dengan komoditas perikanan di tengah laut.
Para observer ini sudah dilatih oleh BPSDM (Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia) KKP. Tujuannya untuk memastikan ketelusuran hasil tangkapan nelayan agar sesuai dengan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) dan Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI).
Selain itu, Gellwynn menambahkan, tujuan pemantauan observer untuk mendapatkan data yang obyektif dan akurat kegiatan penangkapan ikan dan pemindahan ikan, yang diperoleh secara langsung di atas kapal penangkap dan pengangkut ikan.
Mengingat selama ini, pengumpulan data statistik perikanan tangkap dijadikan sebagai acuan dan dasar pertimbangan dalam berbagai kebijakan perikanan.
Penempatan tenaga observer ini wajib bagi tiap pemilik kapal berukuran di atas 30 gross ton (GT), yang beroperasi di Wilayah Pengelolaan Perikanan – Negara Republik Indonesia (WPP-NRI).
“Data dari pemantauan di atas kapal penangkap dan pengangkut ikan sangat diperlukan untuk memperkuat data sebagai dasar pengelolaan perikanan tangkap yang dapat mencegah Illegal, unreported and unregulated (IUU) fishing itu,” jelasnya.
Gellwynn menjelaskan dari 403 observer yang dipilih tersebut telah tersebar di beberapa lokasi. Antara lain di Jawa 157 orang, Ambon 93 orang, Sulawesi 65 orang, Sumatera sebanyak 56 orang, Bali-Nusa Tenggara sebanyak 18 orang, Papua sebanyak 12 orang dan Kalimantan dua orang.
Sayangnya, lanjut Gellwynn, sampai sejauh ini observer ini belum terserap dengan baik, karena banyak pelaku usaha yang tidak memanfaatkan tenaga observer ini.
“Sesuai data kita, baru sebanyak 82 tenaga observer yang dilaporkan terserap. Setidaknya itu yang tercatat di data KKP, dalam kurun waktu 2012-2014,” ujarnya. (chi/jpnn)