32 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Hakim Sarpin Menghilang

JAKARTA, SUMUTPOS.CO- Hakim Sarpin Rizaldi tidak nongol di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sejak Selasa (17/2). Sedari pagi batang hidunya tidak kelihatan.

Padahal, kemarin Sarpin Rizaldi ada jadwal sidang sebagai anggota majelis hakim.

“Beliau enggak masuk, ada keperluan lain,” kata Kepala Humas PN Jakarta Selatan, Made Sutisna, di kantornya, Jalan Ampera Raya, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (17/2).

Nama Sarpin Rizaldi membetot perhatian publik sejak menangani dan memutuskan gugatan praperadilan Komjen Budi Gunawan. Dalam putusannya kemarin, Sarpin menegaskan surat penyidikan Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK tidak sah. Putusan itu menuai pro-kontra, ada yang memuji tapi tidak sedikit yang mengecam.

Made Sutisna menjelaskan, sebenarnya hakim Sarpin ada agenda sidang pada hari ini. Sutisna mengaku tidak tahu di mana Sarpin saat ini berada. “Saya juga sudah enggak ada kontak. Sejak pegang perkara ini (Budi Gunawan, Red), HP-nya mati semua,” jelas Sutisna.

Sarpin sudah berdinas di PN Jakarta Selatan sekitar enam bulan. Selama ini, jelas Sutisna, hakim berpangkat IVC itu selalu hadir tepat waktu. “Masuknya lancar, jam setengah delapan biasanya sudah masuk,” kata Sutisna.

Guru besar Universitas Parahyangan, Bernard Arief Sidharta, menyatakan kecewa terhadap putusan praperadilan PN Jakarta Selatan yang mengabulkan gugatan penetapan tersangka terhadap Budi Gunawan. Dalam persidangan itu, Arief adalah saksi ahli yang diajukan KPK.

“Saya kecewa karena putusannya berbeda dengan pendapat yang saya sampaikan dalam persidangan,” kata Arief.

Menurut Arief, penetapan tersangka tak termasuk obyek praperadilan seperti diatur di Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. “Putusan ini di luar harapan saya,” ujar dia. Namun dalam putusan, pendapat Arief dijadikan pembenaran oleh hakim bahwa penetapan tersangka bisa digugat lewat praperadilan.

Lebih jauh, Arief mengatakan putusan ini akan berdampak kepada komisi antirasuah. “Ada kemungkinan setiap tersangka mengajukan praperadilan. Ini akan sangat merepotkan,” ucap Arief.

Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) menyesalkan putusan Hakim tunggal Sarpin Rizaldi membatalkan status tersangka Komjen Budi Gunawan yang sebelumnya ditetapkan KPK.

Menurut Sekretaris Badan Pengurus Nasional PBHI, Suryadi Radjab, keputusan Hakim Sarpin, di luar wewenangnya yang sudah diberikan KUHAP untuk mengadili dugaan pelanggaran hak-hak tersangka, dalam hal ini hak-hak BG sebagai tersangka dugaan korupsi penerimaan gratifikasi yang ditetapkan oleh KPK.

“Putusan ini membuka celah lebar bagi setiap tersangka menggugat status tersangka. Tindakan Hakim Sarpin itu dapat dianggap sewenang-wenang untuk mencabut wewenang KPK atas kelanjutan penyidikan Budi Gunawan,” katanya, Selasa (17/2).

Suryadi berpandangan Hakim Sarpin mendasarkan putusan atas klaimnya sendiri sebagai hakim untuk melakukan “terobosan hukum”. Namun, buah ‘terobosan hukum’ yang dimaksudkannya memberi ucapan selamat kepada Budi Gunawan dari tersangka. Bahkan juga, ucapan selamat dari Presiden Jokowi kepada Budi Gunawan di Istana Bogor.

Selain itu kata Suryadi, pihaknya juga menyesalkan berlarut-larutnya sikap Presiden Joko Widodo dalam mengambil keputusan terhadap nasib Budi Gunawan sebagai calon Kapolri.

Kendati sudah didesak berbagai pihak untuk segera mengambil keputusan, sikap Presiden masih terus menunggu hasil praperadilan. Akhirnya berujung pada pilihan yang sudah terjepit. Karena DPR sudah menyetujui Budi Gunawan dan diperkuat hasil praperadilan yang membatalkan statusnya sebagai tersangka korupsi.

“Efek yang ditimbulkan dari sikap Presiden yang mengulur-ulur waktu dalam mengambil keputusan ‘mengorbankan’ KPK. Sejumlah elit politik dengan dukungan sebagian pejabat Polri dan kalangan profesi hukum lainnya, sudah demikian gencar mengarahkan tekanan mereka untuk melemahkan KPK,” katanya.

Saat ini menurut Suryadi, hampir tidak ada dukungan DPR, kecuali dari Fraksi Demokrat. Keadaan diperparah dengan kenyataan seluruh pimpinan KPK dan beberapa lainnya dilaporkan ke Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri. Baik atas tuduhan melanggar etika maupun tuduhan pidana di masa sebelum menjabat wakil ketua KPK.

Anggota Komisi Yudisial Bidang Pengawasan Hakim, Eman Suparman, mengatakan putusan praperadilan yang memenangkan calon Kapolri, Komjen Budi Gunawan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Senin lalu dinilai janggal.

Menurut Eman, hakim cenderung memaksakan pertimbangan hukum untuk memenangkan gugatan Budi Gunawan. “Karena menurut saya, tidak bisa status tersangka itu menjadi objek praperadilan dan bisa diterima oleh hakim,” kata Eman, Selasa (17/2). “Sesuai di Pasal 77 KUHAP itu kan sudah jelas apa itu objek praperadilan,” katanya.

Eman menyarankan masyarakat untuk segera mengadukan apabila ditemukan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan Sarpin Rizal, hakim tunggal yang menangani gugatan praperadilan Budi Gunawan. Nantinya, kata Eman, aduan itu akan segera disidik.

“Hakim jangan cenderung memaksakan pendapat sendiri dalam memutus suatu perkara,” ujar Eman. “Apalagi kalau dasar seorang hakim dalam memutus jika hanya berdasarkan pendapat tanpa melihat fakta-fakta hukum.”
Komisi, kata Eman, nantinya juga akan memanggil Sarpin untuk pemeriksaan jika ditemukan adanya pelanggaran kode etik dalam memutus perkara Budi Gunawan.

“Tapi sepertinya bakal diperiksa hakimnya, masalahnya sudah begini melanggar. Juga takutnya yang lain malah diselewengkan wewenang begitu,” ujarnya. (bbs/val)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO- Hakim Sarpin Rizaldi tidak nongol di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sejak Selasa (17/2). Sedari pagi batang hidunya tidak kelihatan.

Padahal, kemarin Sarpin Rizaldi ada jadwal sidang sebagai anggota majelis hakim.

“Beliau enggak masuk, ada keperluan lain,” kata Kepala Humas PN Jakarta Selatan, Made Sutisna, di kantornya, Jalan Ampera Raya, Ragunan, Jakarta Selatan, Selasa (17/2).

Nama Sarpin Rizaldi membetot perhatian publik sejak menangani dan memutuskan gugatan praperadilan Komjen Budi Gunawan. Dalam putusannya kemarin, Sarpin menegaskan surat penyidikan Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK tidak sah. Putusan itu menuai pro-kontra, ada yang memuji tapi tidak sedikit yang mengecam.

Made Sutisna menjelaskan, sebenarnya hakim Sarpin ada agenda sidang pada hari ini. Sutisna mengaku tidak tahu di mana Sarpin saat ini berada. “Saya juga sudah enggak ada kontak. Sejak pegang perkara ini (Budi Gunawan, Red), HP-nya mati semua,” jelas Sutisna.

Sarpin sudah berdinas di PN Jakarta Selatan sekitar enam bulan. Selama ini, jelas Sutisna, hakim berpangkat IVC itu selalu hadir tepat waktu. “Masuknya lancar, jam setengah delapan biasanya sudah masuk,” kata Sutisna.

Guru besar Universitas Parahyangan, Bernard Arief Sidharta, menyatakan kecewa terhadap putusan praperadilan PN Jakarta Selatan yang mengabulkan gugatan penetapan tersangka terhadap Budi Gunawan. Dalam persidangan itu, Arief adalah saksi ahli yang diajukan KPK.

“Saya kecewa karena putusannya berbeda dengan pendapat yang saya sampaikan dalam persidangan,” kata Arief.

Menurut Arief, penetapan tersangka tak termasuk obyek praperadilan seperti diatur di Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. “Putusan ini di luar harapan saya,” ujar dia. Namun dalam putusan, pendapat Arief dijadikan pembenaran oleh hakim bahwa penetapan tersangka bisa digugat lewat praperadilan.

Lebih jauh, Arief mengatakan putusan ini akan berdampak kepada komisi antirasuah. “Ada kemungkinan setiap tersangka mengajukan praperadilan. Ini akan sangat merepotkan,” ucap Arief.

Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) menyesalkan putusan Hakim tunggal Sarpin Rizaldi membatalkan status tersangka Komjen Budi Gunawan yang sebelumnya ditetapkan KPK.

Menurut Sekretaris Badan Pengurus Nasional PBHI, Suryadi Radjab, keputusan Hakim Sarpin, di luar wewenangnya yang sudah diberikan KUHAP untuk mengadili dugaan pelanggaran hak-hak tersangka, dalam hal ini hak-hak BG sebagai tersangka dugaan korupsi penerimaan gratifikasi yang ditetapkan oleh KPK.

“Putusan ini membuka celah lebar bagi setiap tersangka menggugat status tersangka. Tindakan Hakim Sarpin itu dapat dianggap sewenang-wenang untuk mencabut wewenang KPK atas kelanjutan penyidikan Budi Gunawan,” katanya, Selasa (17/2).

Suryadi berpandangan Hakim Sarpin mendasarkan putusan atas klaimnya sendiri sebagai hakim untuk melakukan “terobosan hukum”. Namun, buah ‘terobosan hukum’ yang dimaksudkannya memberi ucapan selamat kepada Budi Gunawan dari tersangka. Bahkan juga, ucapan selamat dari Presiden Jokowi kepada Budi Gunawan di Istana Bogor.

Selain itu kata Suryadi, pihaknya juga menyesalkan berlarut-larutnya sikap Presiden Joko Widodo dalam mengambil keputusan terhadap nasib Budi Gunawan sebagai calon Kapolri.

Kendati sudah didesak berbagai pihak untuk segera mengambil keputusan, sikap Presiden masih terus menunggu hasil praperadilan. Akhirnya berujung pada pilihan yang sudah terjepit. Karena DPR sudah menyetujui Budi Gunawan dan diperkuat hasil praperadilan yang membatalkan statusnya sebagai tersangka korupsi.

“Efek yang ditimbulkan dari sikap Presiden yang mengulur-ulur waktu dalam mengambil keputusan ‘mengorbankan’ KPK. Sejumlah elit politik dengan dukungan sebagian pejabat Polri dan kalangan profesi hukum lainnya, sudah demikian gencar mengarahkan tekanan mereka untuk melemahkan KPK,” katanya.

Saat ini menurut Suryadi, hampir tidak ada dukungan DPR, kecuali dari Fraksi Demokrat. Keadaan diperparah dengan kenyataan seluruh pimpinan KPK dan beberapa lainnya dilaporkan ke Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri. Baik atas tuduhan melanggar etika maupun tuduhan pidana di masa sebelum menjabat wakil ketua KPK.

Anggota Komisi Yudisial Bidang Pengawasan Hakim, Eman Suparman, mengatakan putusan praperadilan yang memenangkan calon Kapolri, Komjen Budi Gunawan, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Senin lalu dinilai janggal.

Menurut Eman, hakim cenderung memaksakan pertimbangan hukum untuk memenangkan gugatan Budi Gunawan. “Karena menurut saya, tidak bisa status tersangka itu menjadi objek praperadilan dan bisa diterima oleh hakim,” kata Eman, Selasa (17/2). “Sesuai di Pasal 77 KUHAP itu kan sudah jelas apa itu objek praperadilan,” katanya.

Eman menyarankan masyarakat untuk segera mengadukan apabila ditemukan adanya pelanggaran kode etik yang dilakukan Sarpin Rizal, hakim tunggal yang menangani gugatan praperadilan Budi Gunawan. Nantinya, kata Eman, aduan itu akan segera disidik.

“Hakim jangan cenderung memaksakan pendapat sendiri dalam memutus suatu perkara,” ujar Eman. “Apalagi kalau dasar seorang hakim dalam memutus jika hanya berdasarkan pendapat tanpa melihat fakta-fakta hukum.”
Komisi, kata Eman, nantinya juga akan memanggil Sarpin untuk pemeriksaan jika ditemukan adanya pelanggaran kode etik dalam memutus perkara Budi Gunawan.

“Tapi sepertinya bakal diperiksa hakimnya, masalahnya sudah begini melanggar. Juga takutnya yang lain malah diselewengkan wewenang begitu,” ujarnya. (bbs/val)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/