JAKARTA – Banyaknya Pilkada yang diagendakan digelar tahun ini akan menjadi ladang politisasi para pejabat daerah. Itu pula sebabnya Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Azwar Abubakar, wanti-wanti agar jajaran birokrasi tetap netral dan kandidat kepala daerah juga tak menyeret para birokrat.
“Politisasi birokrasi merupakan isu nasional yang berdampak sangat luas. Tidak jarang pejabat karier disingkirkan lantaran dianggap tidak loyal, karena tidak mendukung sang pemenang, khususnya incumbent,” kata Azwar dalam keterangan persnya, Minggu (17/3).
Dia menambahkan, biasanya posisi pejabat yang menduduki Sekretaris Daerah maupun jabatan lain di Pemda seperti telur di ujung tanduk usai Pilkada digelar. Kalau tidak mendukung incumbent, terancam ditendang. Sebaliknya kalau mendukung berarti menyalahi aturan, karena berarti tidak netral.
Hal itu bukan isapan jempol belaka, karena banyak pejabat daerah korban politisasi selama Pilkada yang mengadu ke KemenPAN-RB. Seorang kepala dinas di suatu kabupaten misalnya, mengadu karena dia bersama dengan belasan pejabat eselon II dan III dimutasikan, tidak lama setelah bupati baru dilantik.
Ada juga Sekda di suatu kabupaten yang digeser menjadi kepala dinas. Sudah bisa dipastikan, Sekda penggantinya pun birokrat yang berada di gerbong bupati terpilih.
“Para pejabat itu umumnya sudah mengadukan kasusnya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Banyak di antaranya yang menang, dan PTUN memerintahkan agar bupati mengembalikan jabatan semula. Tidak digubris di PTUN tingkat pertama, mereka banding ke PTUN tingkat II, dan menang. Tetapi tetap saja sang bupati itu tidak mengindahkan putusan PTUN,” bebernya.
Terkait dengan masalah itu, lanjut mantan Plt Gubernur Aceh ini, KemenPAN-RB sebenarnya sudah menyusun RUU tentang Administrasi Pemerintahan yang nantinya akan menguatkan posisi PTUN. Sementara selama ini, kepala daerah bisa berkelit untuk tidak melaksanakan putusan PTUN karena merasa berpatokan pada UU Pemda.(Esy/jpnn)