29 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Bipih Masih Bisa Kurang

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Usulan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahun 1443 Hijriah dari Kementerian Agama, mengalami penurunan, yang semula Rp45 juta menjadi Rp 42 juta. Meski begitu, usulan tersebut menuai protes dari sejumlah anggota DPR yang menilai biaya ibadah haji tersebut kemahalan.

ANGGOTA Komisi VIII DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Samsu Niang menyebut, estimasi biaya Rp42 juta masih terlalu tinggi. Menurutnya, besaran ongkos haji di atas Rp40 juta masih memberatkan masyarakat.

“Anggararan Bipih estimasi Rp45 juta dan Rp42 juta tanpa prokes masih terlalu tinggi, kalau bisa dikurangi karena tidak ada PCR. Perlu pendalaman yang khusus, karena kondisi Covid-19 saat ini, ekonomi sangat tidak bagus. Kalau biaya haji atas Rp40 juta saya kira sangat berat,” ujar Samsu Niang, kemarin.

Dia berharap, besaran biaya haji paling tidak sama dengan tahun sebelumnya. “Saya harapkan minimal sama dengan periode lalu,” katanya.

Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi Gerindra Subarna juga menilai, usulan ongkos haji oleh Kemenag sebesar Rp42 juta masih tinggi dibanding ongkos haji pada periode sebelumnya. Dia meminta Kemenag kembali menyisir komponen biaya haji agar angka tersebut bisa ditekan. “Kita berkewajiban tekan biaya haji seefesien mungkin. Ini jomplang sekali antara 2020 dengan 2022, hampir Rp 7 juta lebih,” kata Subarna.

Pemerintah Arab Saudi mulai longgarkan prokes COVID-19 berupa jaga jarak. Kini jamaah di Masjidil Haram Makkah bisa melaksanakan salat dengan barisan yang rapat (Foto: Dok. Haramain Sharifain)

“Perlu dibahas detail untuk menyisir dan per item. Dengan Rp 42 juta bisa ditekan,” ujar dia.

Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi PKS, Bukhori Yusuf juga menilai biaya tersebut masih cukup tinggi. “Cara kita melihatnya tentang gaya kemampuan masyarakat jemaah haji itu dengan angka Rp42 juta sebenarnya masih cukup tinggi,” ujar Bukhori Yusuf.

Bukhori melihat peluang biaya haji masih bisa dikurangi. Pasalnya, ada kebijakan baru dari pemerintah Arab Saudi terkait pelonggaran protokol kesehatan. “Kami dari panja, saya pribadi melihat ada peluang-peluang yang masih bisa dikurangkan sehingga nanti bisa dikurangkan dari biaya itu (Rp 42 juta),” kata Ketua DPP PKS itu.

Untuk itu, dia meminta pemerintah RI melihat secara langsung realitas di lapangan, dalam hal ini Arab Saudi. Jika sudah mendapat gambaran, perumusan biaya haji bisa dibahas kembali. “Setelah kita lihat itu, kita baru akan bisa melakukan pembahasan secara lebih riil, secara lebih nyata. Jangan sampai kita hanya membahas biaya semua ngawang-ngawang. Itu berbahaya,” jelas Bukhori.

Sementara, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily lewat pesan singkatnya kepada wartawan mengatakan, Komisi VIII bakal mengundang sejumlah kementerian untuk duduk bareng membahas biaya haji ini. “Kami akan mengundang Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perhubungan serta pihak maskapai penerbangan untuk didalami kemungkinan adanya biaya yang diperlukan, apakah ada penurunan kembali atau sebaliknya,” ujar Ace.

Biaya tersebut perlu dipastikan, karena komponen biaya penerbangan merupakan komponen biaya haji yang besar. Apalagi tengah terjadi kenaikan harga minyak dunia. “Kita tahu bahwa saat ini harga minyak dunia juga sedang mengalami kenaikan. Apakah kenaikan tersebut berdampak terhadap biaya penerbangan haji?,” jelas Ace.

Ia berharap Bipih atau biaya yang ditanggung jamaah bisa lebih rendah dari yang diusulkan Pemerintah (Rp42 juta). Hal tersebut, jelas Ace, perlu dipastikan dengan melihat kondisi obyektif kebutuhan Haji tahun ini dan sustainabilitas keuangan. “Memang perlu penyesuaian biaya penyelenggaraan Haji tahun 2022 ini dengan adanya kebijakan Pemerintah Arab Saudi tidak menerapkan karantina dan kewajiban PCR bagi calon jemaah Haji,” pungkasnya.

Sebelumnya, dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR pada Rabu (16/3), Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Hilman Latief mengumumkan usulan Bipih Rp42 juta. “Kami siapkan alternatif usulan BPIH 2022 dengan asumsi tidak ada prokes. Dengan ringkasan total BPIH per jemaah adalah untuk 2020 adalah Rp 69 juta, maka untuk 2022 sekitar Rp83 juta. Dan untuk Bipih dibayarkan jamaah Rp45 juta menjadi Rp42 juta,” kata Hilman Latief.

Hilman mengatakan Kemenag belum mendapat kepastian jumlah kuota haji bagi WNI dari Pemerintah Arab Saudi. Meski begitu, dia menyebut pihaknya optimis WNI mendapat kuota haji pada tahun ini walaupun jumlahnya terbatas.

Arab Saudi melonggarkan sejumlah pembatasan Covid-19 di Masjidil Haram-Masjid Nabawi. Dua masjid itu kini boleh berkapasitas penuh bagi warga yang sudah vaksin. Foto: AP Photo/Amr Nabil

“Sampai saat ini kepastian ada atau tidaknya ibadah haji pada 2022 belum dapat diperoleh. Meskipun demikian, jika lihat perkembangan ini, kami optimis pada 2022 pemerintah Saudi akan selenggarakan ibadah haji walaupun dengan kuota terbatas,” ujarnya.

Hilman menyebut optimisme itu lantaran Pemerintah Arab Saudi telah menghapuskan sejumlah aturan protokol kesehatan (prokes), seperti tes swab PCR dan karantina. “Optimisme adanya haji tahun ini dengan mengundang negara lain semakin kuat. Ada beberapa indikasi, dicabutnya aturan prokes, ketentuan social distancing di masjid dengan syaratkan masker di lokasi aktivitas, tidak disyaratkan penggunaan masker di kondisi terbuka, tidak disyaratkan hasil tes PCR, karantina,” katanya.

Pemerintah Arab Saudi sebelumnya diberitakan membuka pintu untuk ibadah haji bagi semua negara. Kabar tersebut diberitakan oleh The Guardian Nigeria atau guardian.ng seperti dilihat, Selasa (8/3). Dalam artikelnya, media tersebut menyatakan Arab Saudi mengkonfirmasi keikusertaan oleh jemaah haji dari seluruh dunia untuk masa haji tahun ini. Kementerian Haji dan Umrah Saudi disebut bakal merilis revisi kuota haji 2022 bagi masing-masing negara peserta.

Diberitakan Saudi Press Agency, aturan jaga jarak di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi serta masjid lainnya di Arab Saudi kini telah dicabut. Namun jamaah masih harus menggunakan masker saat beribadah di masjid. Arab Saudi juga tidak lagi mewajibkan para pelancong untuk menjalani karantina Covid-19 saat tiba di negara tersebut. Mereka tidak perlu lagi menyertakan hasil tes PCR pada saat kedatangan. (dtc)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Usulan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) tahun 1443 Hijriah dari Kementerian Agama, mengalami penurunan, yang semula Rp45 juta menjadi Rp 42 juta. Meski begitu, usulan tersebut menuai protes dari sejumlah anggota DPR yang menilai biaya ibadah haji tersebut kemahalan.

ANGGOTA Komisi VIII DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Samsu Niang menyebut, estimasi biaya Rp42 juta masih terlalu tinggi. Menurutnya, besaran ongkos haji di atas Rp40 juta masih memberatkan masyarakat.

“Anggararan Bipih estimasi Rp45 juta dan Rp42 juta tanpa prokes masih terlalu tinggi, kalau bisa dikurangi karena tidak ada PCR. Perlu pendalaman yang khusus, karena kondisi Covid-19 saat ini, ekonomi sangat tidak bagus. Kalau biaya haji atas Rp40 juta saya kira sangat berat,” ujar Samsu Niang, kemarin.

Dia berharap, besaran biaya haji paling tidak sama dengan tahun sebelumnya. “Saya harapkan minimal sama dengan periode lalu,” katanya.

Anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi Gerindra Subarna juga menilai, usulan ongkos haji oleh Kemenag sebesar Rp42 juta masih tinggi dibanding ongkos haji pada periode sebelumnya. Dia meminta Kemenag kembali menyisir komponen biaya haji agar angka tersebut bisa ditekan. “Kita berkewajiban tekan biaya haji seefesien mungkin. Ini jomplang sekali antara 2020 dengan 2022, hampir Rp 7 juta lebih,” kata Subarna.

Pemerintah Arab Saudi mulai longgarkan prokes COVID-19 berupa jaga jarak. Kini jamaah di Masjidil Haram Makkah bisa melaksanakan salat dengan barisan yang rapat (Foto: Dok. Haramain Sharifain)

“Perlu dibahas detail untuk menyisir dan per item. Dengan Rp 42 juta bisa ditekan,” ujar dia.

Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi PKS, Bukhori Yusuf juga menilai biaya tersebut masih cukup tinggi. “Cara kita melihatnya tentang gaya kemampuan masyarakat jemaah haji itu dengan angka Rp42 juta sebenarnya masih cukup tinggi,” ujar Bukhori Yusuf.

Bukhori melihat peluang biaya haji masih bisa dikurangi. Pasalnya, ada kebijakan baru dari pemerintah Arab Saudi terkait pelonggaran protokol kesehatan. “Kami dari panja, saya pribadi melihat ada peluang-peluang yang masih bisa dikurangkan sehingga nanti bisa dikurangkan dari biaya itu (Rp 42 juta),” kata Ketua DPP PKS itu.

Untuk itu, dia meminta pemerintah RI melihat secara langsung realitas di lapangan, dalam hal ini Arab Saudi. Jika sudah mendapat gambaran, perumusan biaya haji bisa dibahas kembali. “Setelah kita lihat itu, kita baru akan bisa melakukan pembahasan secara lebih riil, secara lebih nyata. Jangan sampai kita hanya membahas biaya semua ngawang-ngawang. Itu berbahaya,” jelas Bukhori.

Sementara, Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily lewat pesan singkatnya kepada wartawan mengatakan, Komisi VIII bakal mengundang sejumlah kementerian untuk duduk bareng membahas biaya haji ini. “Kami akan mengundang Kementerian Kesehatan dan Kementerian Perhubungan serta pihak maskapai penerbangan untuk didalami kemungkinan adanya biaya yang diperlukan, apakah ada penurunan kembali atau sebaliknya,” ujar Ace.

Biaya tersebut perlu dipastikan, karena komponen biaya penerbangan merupakan komponen biaya haji yang besar. Apalagi tengah terjadi kenaikan harga minyak dunia. “Kita tahu bahwa saat ini harga minyak dunia juga sedang mengalami kenaikan. Apakah kenaikan tersebut berdampak terhadap biaya penerbangan haji?,” jelas Ace.

Ia berharap Bipih atau biaya yang ditanggung jamaah bisa lebih rendah dari yang diusulkan Pemerintah (Rp42 juta). Hal tersebut, jelas Ace, perlu dipastikan dengan melihat kondisi obyektif kebutuhan Haji tahun ini dan sustainabilitas keuangan. “Memang perlu penyesuaian biaya penyelenggaraan Haji tahun 2022 ini dengan adanya kebijakan Pemerintah Arab Saudi tidak menerapkan karantina dan kewajiban PCR bagi calon jemaah Haji,” pungkasnya.

Sebelumnya, dalam rapat kerja bersama Komisi VIII DPR pada Rabu (16/3), Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama Hilman Latief mengumumkan usulan Bipih Rp42 juta. “Kami siapkan alternatif usulan BPIH 2022 dengan asumsi tidak ada prokes. Dengan ringkasan total BPIH per jemaah adalah untuk 2020 adalah Rp 69 juta, maka untuk 2022 sekitar Rp83 juta. Dan untuk Bipih dibayarkan jamaah Rp45 juta menjadi Rp42 juta,” kata Hilman Latief.

Hilman mengatakan Kemenag belum mendapat kepastian jumlah kuota haji bagi WNI dari Pemerintah Arab Saudi. Meski begitu, dia menyebut pihaknya optimis WNI mendapat kuota haji pada tahun ini walaupun jumlahnya terbatas.

Arab Saudi melonggarkan sejumlah pembatasan Covid-19 di Masjidil Haram-Masjid Nabawi. Dua masjid itu kini boleh berkapasitas penuh bagi warga yang sudah vaksin. Foto: AP Photo/Amr Nabil

“Sampai saat ini kepastian ada atau tidaknya ibadah haji pada 2022 belum dapat diperoleh. Meskipun demikian, jika lihat perkembangan ini, kami optimis pada 2022 pemerintah Saudi akan selenggarakan ibadah haji walaupun dengan kuota terbatas,” ujarnya.

Hilman menyebut optimisme itu lantaran Pemerintah Arab Saudi telah menghapuskan sejumlah aturan protokol kesehatan (prokes), seperti tes swab PCR dan karantina. “Optimisme adanya haji tahun ini dengan mengundang negara lain semakin kuat. Ada beberapa indikasi, dicabutnya aturan prokes, ketentuan social distancing di masjid dengan syaratkan masker di lokasi aktivitas, tidak disyaratkan penggunaan masker di kondisi terbuka, tidak disyaratkan hasil tes PCR, karantina,” katanya.

Pemerintah Arab Saudi sebelumnya diberitakan membuka pintu untuk ibadah haji bagi semua negara. Kabar tersebut diberitakan oleh The Guardian Nigeria atau guardian.ng seperti dilihat, Selasa (8/3). Dalam artikelnya, media tersebut menyatakan Arab Saudi mengkonfirmasi keikusertaan oleh jemaah haji dari seluruh dunia untuk masa haji tahun ini. Kementerian Haji dan Umrah Saudi disebut bakal merilis revisi kuota haji 2022 bagi masing-masing negara peserta.

Diberitakan Saudi Press Agency, aturan jaga jarak di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi serta masjid lainnya di Arab Saudi kini telah dicabut. Namun jamaah masih harus menggunakan masker saat beribadah di masjid. Arab Saudi juga tidak lagi mewajibkan para pelancong untuk menjalani karantina Covid-19 saat tiba di negara tersebut. Mereka tidak perlu lagi menyertakan hasil tes PCR pada saat kedatangan. (dtc)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/