26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Kasus Tilang Jadi Pelanggaran Tertinggi

Kasus tilang jadi pelanggaran tertinggi.
Kasus tilang jadi pelanggaran tertinggi.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pelanggaran lalu lintas menjadi jenis perkara terbanyak yang ditangani oleh Mahkamah Agung (MA). Menurut laporan tahunan MA, pada 2013 sebanyak sekitar 3,2 juta atau 96,40 persen dari 3,3 juta perkara pidana adalah perkara pelanggaran lalu lintas.

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menyatakan, karena jumlahnya yang cukup signifikan, angka tersebut membuka potensi bahwa hampir tiga juta orang berpotensi mempermasalhkan layanan pengadilan. “Perspektif positif atas layanan pengadilan penting untuk semakin memperbaiki citra pengadilan dan MA,” kata Peneliti PSHK M. Nur Sholikin, dalam diskusi bertajuk alternatif Pengelolaan Perkara Pelanggaaran Lalu Lintas di Pengadilan di Hotel Pullman, Jakarta Pusat (Jakpus), kemarin (17/6).

Sholikin mengatakan bahwa penelitian yang dilakukan pihaknya bersama dengan Badan Pengawas (Bawas) MA menyebutkan, pengelolaan tilang oleh aparat penegak hukum dan pengadilan masih di bawah standar. Hal tersebut disebabkan oleh adanya banyak keluhan dari masyarakat, yakni mengenai keberadaan calo, suasana antrian yang kacau, dan fasilitas pengadilan yang tidak memadai.

Dia melanjutkan, jika ditinjau dari sisi pengadilan, perkara tilang menyedot kebutuhan SDM dalam jumlah besar. “Beberapa temuan kami pada 2013, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur (Jaktim) harus menyiapkan 1 hakim, 1 panitera, 8 staf pengadilan untuk 170.463 perkara. Sedangkan di PN Surabaya harus menyiapkan 1 hingga 5 hakim dan 6 staf pengadilan untuk 141.196 perkara,” papar dia.

Sholikin juga menuturkan bahwa wacana untuk mengeluarkan perkara tilang dari pengadilan berbenturan dengan ketentuan UU Nomor 8/1981 KUHAP dan UU nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas dan angkutan Jalan (UU LLAJ). Menurutnya, membutuhkan waktu dan sumber daya besar untuk mendorong perubahan kedua UU tersebut. “Meski demikian, di sisi berbeda, pelibatan pengadilan merupakan perwujudan due process of law yang memposisikan hakim sebagai tempat mengadu dan memberikan pertimbangan keadilan,” terangnya.

Selain itu, dia menambahkan bahwa keberadaan calo dalam sidang pengadilan tilang memiliki andil terhadap penilaian buruk masyarakat kepada pengadilan. “Kami merekomendasikan perubahan SKB Ketua MA, Menteri Kehakiman, Jaksa Agung, dan Kapolri tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Lalu Lintas serta mengurangi ruang gerak calo melalui pelarangan jasa pengurusan tilang dan kemungkina pencantuman kuasa dalam buku register,” tegas Sholikin. (dod)

Kasus tilang jadi pelanggaran tertinggi.
Kasus tilang jadi pelanggaran tertinggi.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pelanggaran lalu lintas menjadi jenis perkara terbanyak yang ditangani oleh Mahkamah Agung (MA). Menurut laporan tahunan MA, pada 2013 sebanyak sekitar 3,2 juta atau 96,40 persen dari 3,3 juta perkara pidana adalah perkara pelanggaran lalu lintas.

Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK) menyatakan, karena jumlahnya yang cukup signifikan, angka tersebut membuka potensi bahwa hampir tiga juta orang berpotensi mempermasalhkan layanan pengadilan. “Perspektif positif atas layanan pengadilan penting untuk semakin memperbaiki citra pengadilan dan MA,” kata Peneliti PSHK M. Nur Sholikin, dalam diskusi bertajuk alternatif Pengelolaan Perkara Pelanggaaran Lalu Lintas di Pengadilan di Hotel Pullman, Jakarta Pusat (Jakpus), kemarin (17/6).

Sholikin mengatakan bahwa penelitian yang dilakukan pihaknya bersama dengan Badan Pengawas (Bawas) MA menyebutkan, pengelolaan tilang oleh aparat penegak hukum dan pengadilan masih di bawah standar. Hal tersebut disebabkan oleh adanya banyak keluhan dari masyarakat, yakni mengenai keberadaan calo, suasana antrian yang kacau, dan fasilitas pengadilan yang tidak memadai.

Dia melanjutkan, jika ditinjau dari sisi pengadilan, perkara tilang menyedot kebutuhan SDM dalam jumlah besar. “Beberapa temuan kami pada 2013, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Timur (Jaktim) harus menyiapkan 1 hakim, 1 panitera, 8 staf pengadilan untuk 170.463 perkara. Sedangkan di PN Surabaya harus menyiapkan 1 hingga 5 hakim dan 6 staf pengadilan untuk 141.196 perkara,” papar dia.

Sholikin juga menuturkan bahwa wacana untuk mengeluarkan perkara tilang dari pengadilan berbenturan dengan ketentuan UU Nomor 8/1981 KUHAP dan UU nomor 22/2009 tentang Lalu Lintas dan angkutan Jalan (UU LLAJ). Menurutnya, membutuhkan waktu dan sumber daya besar untuk mendorong perubahan kedua UU tersebut. “Meski demikian, di sisi berbeda, pelibatan pengadilan merupakan perwujudan due process of law yang memposisikan hakim sebagai tempat mengadu dan memberikan pertimbangan keadilan,” terangnya.

Selain itu, dia menambahkan bahwa keberadaan calo dalam sidang pengadilan tilang memiliki andil terhadap penilaian buruk masyarakat kepada pengadilan. “Kami merekomendasikan perubahan SKB Ketua MA, Menteri Kehakiman, Jaksa Agung, dan Kapolri tentang Tata Cara Penyelesaian Perkara Lalu Lintas serta mengurangi ruang gerak calo melalui pelarangan jasa pengurusan tilang dan kemungkina pencantuman kuasa dalam buku register,” tegas Sholikin. (dod)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/