25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

37 DPRD Langkat ‘Diburu’ Satpol PP

Diminta Menyerahkan 37 Panther Bermasalah

JAKARTA- Bupati Langkat Ngogesa Sitepu harus tegas dan proaktif menyelamatkan aset Pemkab Langkat berupa 37 mobil Panther yang masih dikuasai 37 mantan anggota DPRD Langkat periode 1999-2004. Dasar hukum untuk menarik 37 Panther itu sudah cukup kuat, yakni putusan pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) terkait perkara korupsi APBD Langkat dengan terdakwa Gubernur Sumut nonaktif, Syamsul Arifin.

“Bupati bisa memerintahkan Satpol PP untuk mengejar ke mana para mantan anggota dewan itu, dan meminta Panther-nya. Jika mobil sudah tidak ada, maka harus diminta dalam bentuk uang,” ujar Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Uchok Sky Khadafi, kepada koran ini di Jakarta, Rabu (17/8).

Seperti telah diberitakan, hakim pengadilan tipikor yang dipimpin Tjokorda Rae Suamba menyatakan, uang pengembalian dari Syamsul sebesar Rp80,103 miliar menjadi hak Pemkab Langkat. Yang juga menjadi hak Pemkab Langkat adalah 37 Panther dimaksud. Jika Panther sudah tidak ada, maka masing-masing dari 37 mantan wakil rakyat itu harus mengembalikan ke kas Pemkab Langkat sebesar Rp153,400 juta.

Uchok mengatakan, jika tidak ada ketegasan dari bupati, maka aset Pemkab itu akan lenyap begitu saja. Pasalnya, kerap kali putusan pengadilan yang terkait dengan pengembalian barang, tidak dieksekusi. Dia mencontohkan sejumlah mobil dinas mantan anggota KPU Pusat yang mengurusi pemilu periode 1999, yang hingga kini banyak yang tidak dikembalikan.

Menurut Uchok, jika bupati tidak berani lantaran dia merupakan pejabat politik, maka sekda Pemkab Langkat yang harus bergerak. “Karena sekda itu yang punya tanggung jawab menjaga aset pemda,” kata Uchok. Bisa saja sekda minta bantuan pengadilan untuk mengeksekusi bunyi putusan pengadilan tipikor yang dibacakan 15 Agustus 2011 lalu itu.
Namun, Uchok pesimis baik bupati maupun sekda punya keberanian untuk itu. “Pasti mereka segan, terlebih jika dari 37 orang itu sekarang masih ada yang menjadi anggota DPRD. Makanya, perlu desakan dan tekanan dari masyarakat dan media massa, karena ini menyangkut aset milik daerah yang dikuasai perseorangan, yang harus diselamatkan,” tegas Uchok.

Seperti terungkap di persidangan, dari 43 pembelian mobil Panther untuk mobil pribadi anggota dewan Kabupaten Langkat, yang baru mengembalikan enam orang. Terungkap pula di persidangan, pembelian mobil tersebut menggunakan uang kas Pemkab Langkat. Sejumlah mantan anggota dewan yang dihadirkan sebagi saksi di persidangan mengakui tidak pernah membayar cicilan, namun hanya membayar beberapa juta saja untuk pengurusan surat-surat bukti kepemilikan Panther itu.

Pembelian Panther itu tidak dianggarkan di APBD Langkat. Pembayaran menggunakan cek rekening Kas Daerah di Bank Sumut Cabang Binjai senilai Rp10,214 miliar yang menurut dakwaan jaksa, diteken Syamsul dan Buyung Ritonga.
Lantas, guna menutupi bobolnya kas itu, dilakukan pemotongan anggaran dari beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selama periode 2002-2003. Surya Djahisa selaku Kabag Kuangan saat itu yang membuat daftar pemotongan anggaranSKPD, yang besarnya antara 4 persen hingga 40 persen.

Selanjutnya, para kepala SKPD yang anggarannya dipotong itu membuat SPJ fiktif dalam rangka menutupi jumlah pemotongan anggaran tersebut.

Pakai Segera ‘Uang Syamsul’

Pemkab juga diminta segera memanfaatkan uang hasil korupsi mantan Bupati Langkat, Syamsul Arifin, yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Siapa bilang itu uang tidak dapat dipergunakan langsung. Kemarin saat pembahasan anggaran kita juga sudah sampaikan itu ke mereka (eksekutif),” kata anggota panggar DPRD Kab Langkat, Ralin Sinulingga, kemarin.

Menurut dia, uang dapat dipergunakannya langsung karena uang itu diambil dari pos proyek infrastruktur di Dinas Pekerjaan Umum (PU). Nah, dengan disitanya uang itu membuat semua program tertuang di PU menjadi buyar. Menurut politisi PDI-P itu, idealnya uang pengembalian hasil kejahatan Syamsul tidak mengganggu keuangan Pemkab jika tidak dimasukkan ke Kas Pemkab. Namun apa lacur, diduga uang yang semestinya di luar kas menjadi bumerang karena ikut tergunakan sehingga membuat KPK menyita sampai tiga kali penyetoran.

Meski mengaku uang sitaan tidak serta merta dapat diambil begitu saja, mengingat vonis hakim masih menunggu incraht, namun Sinulingga mengaku bersyukur Syamsul masih mau kembalikan uang dimaksud.

Sebelumnya, Kepala Bidang (Kabid) Perbendaharaan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPAD), Effendi Matondang, melalui juru bicara Pemkab Langkat, H Syahrizal menjelaskan, pihaknya (Pemkab) berupaya melakukan konsultasi dengan pihak terkait usai terlaksananya perayaan 17 Agustusan.
Masih menurut Matondang, kata Rizal, jika memang dapat atau boleh segera dicairkan maka sangat berimbas kepada beberapa proyek yang sudah direncanakan di P-APBD 2011 ini. “Mungkin, untuk sementara penjelasan disampaikan tadi dapat membantu ke publik,” tukas Rizal. (sam/mag-4)

DPRD Penerima Panther (Periode 1999-2004)

No.    Nama
1.    Saad Jahlul (dikembalikan, BK 1994 PA)
2.    M C H Syahrul (dikembalikan BK 1752 GH)
3.    Zulkifli Lubis
4.    Josen Ginting
5.    Nurul Azhar Lubis
6.    M Sum
7.    Nedi Minar Br Sitanggang
8.    Yan Syahrin
9.    Syarifudin Basyir
10.    MF Sugiarti
11.    Amiruddin Kahar
12.    Gazali Syam
13.     Abdul Abdul Rahim
14.    Syafril
15.    Sutopo
16.    Tanden Bangun
17.    Jaman Sembiring
18.    Ngena Kenca Sitepu
19.    Dalan Muli Sembiring
20.    Suparno GT
21.    Ahmad Yunus Saragih
22.    Jumiswan Rangkuti
23.    Aslin Nasution
24.    Khairul Saleh
25.    Rahman Sahrita
26.    Muliono
27.    Budiono
28.    Suriyanto
29.    Mula Sembiring
30.    Ngela Bangun
31.    Ahmad Gurdi
32.    Hadi Sudibyo
33.    Irian Nasution
34.    Sama Mesa Bangun
35.    Mujamil Daud
36.    T Mahdi
37.    Sukri Munir
38.    Lisanudin Sabima
39.    ZE Simanjuntak
40.    Erlan warlan
41.    NF Ginting

Diminta Menyerahkan 37 Panther Bermasalah

JAKARTA- Bupati Langkat Ngogesa Sitepu harus tegas dan proaktif menyelamatkan aset Pemkab Langkat berupa 37 mobil Panther yang masih dikuasai 37 mantan anggota DPRD Langkat periode 1999-2004. Dasar hukum untuk menarik 37 Panther itu sudah cukup kuat, yakni putusan pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor) terkait perkara korupsi APBD Langkat dengan terdakwa Gubernur Sumut nonaktif, Syamsul Arifin.

“Bupati bisa memerintahkan Satpol PP untuk mengejar ke mana para mantan anggota dewan itu, dan meminta Panther-nya. Jika mobil sudah tidak ada, maka harus diminta dalam bentuk uang,” ujar Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), Uchok Sky Khadafi, kepada koran ini di Jakarta, Rabu (17/8).

Seperti telah diberitakan, hakim pengadilan tipikor yang dipimpin Tjokorda Rae Suamba menyatakan, uang pengembalian dari Syamsul sebesar Rp80,103 miliar menjadi hak Pemkab Langkat. Yang juga menjadi hak Pemkab Langkat adalah 37 Panther dimaksud. Jika Panther sudah tidak ada, maka masing-masing dari 37 mantan wakil rakyat itu harus mengembalikan ke kas Pemkab Langkat sebesar Rp153,400 juta.

Uchok mengatakan, jika tidak ada ketegasan dari bupati, maka aset Pemkab itu akan lenyap begitu saja. Pasalnya, kerap kali putusan pengadilan yang terkait dengan pengembalian barang, tidak dieksekusi. Dia mencontohkan sejumlah mobil dinas mantan anggota KPU Pusat yang mengurusi pemilu periode 1999, yang hingga kini banyak yang tidak dikembalikan.

Menurut Uchok, jika bupati tidak berani lantaran dia merupakan pejabat politik, maka sekda Pemkab Langkat yang harus bergerak. “Karena sekda itu yang punya tanggung jawab menjaga aset pemda,” kata Uchok. Bisa saja sekda minta bantuan pengadilan untuk mengeksekusi bunyi putusan pengadilan tipikor yang dibacakan 15 Agustus 2011 lalu itu.
Namun, Uchok pesimis baik bupati maupun sekda punya keberanian untuk itu. “Pasti mereka segan, terlebih jika dari 37 orang itu sekarang masih ada yang menjadi anggota DPRD. Makanya, perlu desakan dan tekanan dari masyarakat dan media massa, karena ini menyangkut aset milik daerah yang dikuasai perseorangan, yang harus diselamatkan,” tegas Uchok.

Seperti terungkap di persidangan, dari 43 pembelian mobil Panther untuk mobil pribadi anggota dewan Kabupaten Langkat, yang baru mengembalikan enam orang. Terungkap pula di persidangan, pembelian mobil tersebut menggunakan uang kas Pemkab Langkat. Sejumlah mantan anggota dewan yang dihadirkan sebagi saksi di persidangan mengakui tidak pernah membayar cicilan, namun hanya membayar beberapa juta saja untuk pengurusan surat-surat bukti kepemilikan Panther itu.

Pembelian Panther itu tidak dianggarkan di APBD Langkat. Pembayaran menggunakan cek rekening Kas Daerah di Bank Sumut Cabang Binjai senilai Rp10,214 miliar yang menurut dakwaan jaksa, diteken Syamsul dan Buyung Ritonga.
Lantas, guna menutupi bobolnya kas itu, dilakukan pemotongan anggaran dari beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selama periode 2002-2003. Surya Djahisa selaku Kabag Kuangan saat itu yang membuat daftar pemotongan anggaranSKPD, yang besarnya antara 4 persen hingga 40 persen.

Selanjutnya, para kepala SKPD yang anggarannya dipotong itu membuat SPJ fiktif dalam rangka menutupi jumlah pemotongan anggaran tersebut.

Pakai Segera ‘Uang Syamsul’

Pemkab juga diminta segera memanfaatkan uang hasil korupsi mantan Bupati Langkat, Syamsul Arifin, yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). “Siapa bilang itu uang tidak dapat dipergunakan langsung. Kemarin saat pembahasan anggaran kita juga sudah sampaikan itu ke mereka (eksekutif),” kata anggota panggar DPRD Kab Langkat, Ralin Sinulingga, kemarin.

Menurut dia, uang dapat dipergunakannya langsung karena uang itu diambil dari pos proyek infrastruktur di Dinas Pekerjaan Umum (PU). Nah, dengan disitanya uang itu membuat semua program tertuang di PU menjadi buyar. Menurut politisi PDI-P itu, idealnya uang pengembalian hasil kejahatan Syamsul tidak mengganggu keuangan Pemkab jika tidak dimasukkan ke Kas Pemkab. Namun apa lacur, diduga uang yang semestinya di luar kas menjadi bumerang karena ikut tergunakan sehingga membuat KPK menyita sampai tiga kali penyetoran.

Meski mengaku uang sitaan tidak serta merta dapat diambil begitu saja, mengingat vonis hakim masih menunggu incraht, namun Sinulingga mengaku bersyukur Syamsul masih mau kembalikan uang dimaksud.

Sebelumnya, Kepala Bidang (Kabid) Perbendaharaan Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPAD), Effendi Matondang, melalui juru bicara Pemkab Langkat, H Syahrizal menjelaskan, pihaknya (Pemkab) berupaya melakukan konsultasi dengan pihak terkait usai terlaksananya perayaan 17 Agustusan.
Masih menurut Matondang, kata Rizal, jika memang dapat atau boleh segera dicairkan maka sangat berimbas kepada beberapa proyek yang sudah direncanakan di P-APBD 2011 ini. “Mungkin, untuk sementara penjelasan disampaikan tadi dapat membantu ke publik,” tukas Rizal. (sam/mag-4)

DPRD Penerima Panther (Periode 1999-2004)

No.    Nama
1.    Saad Jahlul (dikembalikan, BK 1994 PA)
2.    M C H Syahrul (dikembalikan BK 1752 GH)
3.    Zulkifli Lubis
4.    Josen Ginting
5.    Nurul Azhar Lubis
6.    M Sum
7.    Nedi Minar Br Sitanggang
8.    Yan Syahrin
9.    Syarifudin Basyir
10.    MF Sugiarti
11.    Amiruddin Kahar
12.    Gazali Syam
13.     Abdul Abdul Rahim
14.    Syafril
15.    Sutopo
16.    Tanden Bangun
17.    Jaman Sembiring
18.    Ngena Kenca Sitepu
19.    Dalan Muli Sembiring
20.    Suparno GT
21.    Ahmad Yunus Saragih
22.    Jumiswan Rangkuti
23.    Aslin Nasution
24.    Khairul Saleh
25.    Rahman Sahrita
26.    Muliono
27.    Budiono
28.    Suriyanto
29.    Mula Sembiring
30.    Ngela Bangun
31.    Ahmad Gurdi
32.    Hadi Sudibyo
33.    Irian Nasution
34.    Sama Mesa Bangun
35.    Mujamil Daud
36.    T Mahdi
37.    Sukri Munir
38.    Lisanudin Sabima
39.    ZE Simanjuntak
40.    Erlan warlan
41.    NF Ginting

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/