27 C
Medan
Friday, September 27, 2024

Masker Jenis Scuba dan Buff Terlalu Tipis, Tak Ampuh Cegah Covid-19

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Penggunaan masker jenis scuba dan buff belakangan menjadi perbincangan. Hal tersebut lantaran keduanya dianggap terlalu tipis. Imbauan tak menggunakan masker jenis scuba dan buff ini muncul dari PT Kereta Commuter Indonesia melalui akun Instagram resminya, @commuterline.

TERLALU TIPIS: Masker scuba dinilai terlalu tipis untuk mencegah penularan virus Corona.

Karena keduanya terlalu tipis, maka masker tersebut dianggap tidak mampu menahan percikan atau droplet untuk mencegah penularan virus Corona atau Covid-19.

Dari akun tersebut, terlihat unggahan berupa infografis seputar persentase efektivitas beberapa jenis masker. Infografis tersebut menunjukkan bahwa efektivitas masker scuba dan buff hanya sekitar 0-5 persen.

“Apakah jenis masker pilihanmu sudah efektif dalam mengurangi risiko terpapar debu, virus, dan bakteri #RekanCommuters?

Hindari pemakaian masker scuba atau buff yang hanya 5% efektif dalam mencegah risiko terpaparnya akan debu, virus, dan bakteri.

Hal itu pun dibenarkan Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito. “Masker scuba atau buff ini adalah masker dengan satu lapis saja dan terlalu tipis sehingga kemungkinan untuk tembus dan tidak bisa menyaring lebih besar,” kata Wiku dalam konferensi pers di Youtube Sekretariat Presiden, Selasa, 15 September 2020.

Menurut dia, masker tersebut terlalu tipis sehingga kurang efektif untuk menangkal virus Corona Covid-19.

Menurut Wiku, masker scuba juga mudah untuk ditarik ke bawah sampai dagu, sehingga masker menjadi tidak berfungsi.

Dia pun meminta masyarakat menggunakan masker yang berkulalitas untuk mencegah penularan virus Corona. “Gunakanlah masker dengan cara yang tepat untuk bisa melindungi, menutup area atau hidung sampai dengan mulut dan dagu,” ucap Wiku.

Dia mengatakan, masyarakat dapat menggunakan masker bedah atau masker kain. Wiku mengingatkan agar memakai masker kain dan bedah yang berbahan katun dan berlapis tiga karena memiliki kemampuan baik dalam menyaring virus.

“Masker kain yang bagus adalah yang berbahan katun dan berlapis tiga. Mengapa hal itu penting, karena kemampuan filtrasi atau menyaring partikel virus itu akan lebih baik dengan jumlah lapisan yang lebih banyak,” jelas Wiku.

Kementerian Kesehatan mendukung PT KCI yang melarang penggunaan masker berbahan scuba. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Achmad Yurianto menyatakan, masker berbahan scuba memang bukan termasuk masker.

“Masker ya masker, titik. Kenapa melari-larikan ke scuba segala macam. Kan disuruhnya pakai apa? Masker. Scuba itu masker bukan? Bukan,” kata Yudi di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu 16 September 2020.

“Saya tanya, scuba itu masker bukan? Buff itu masker bukan? Berarti enggak memenuhi kan. Kalau dilarang apa salahnya?” lanjut Yuri.

Yuri menyebut pemakaian masker bukan sekadar menutupi hidung atau wajah dengan bahan seadanya. Dia mengingatkan, yang harus dilakukan adalah 3 M, bukan sekadar menutup wajah. 3 M adalah menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.

Dia meminta larangan scuba tidak dibuat polemik.

“Kenapa sih dibikin konflik? Masker, bukan penutup hidung. Kalau nutup hidung pakai kertas bisa kan. Tapi yang diminta apa? Masker,” ucap Yuri.

Pada sebuah diskusi virtual Kamis (17/9/2020), Yuri menjelaskan dua alasan masker scuba tak bisa mencegah Covid-19.

Pertama, masker scuba berbahan elastis dan porinya besar. Kedua, tidak memberikan ruang bagi bibir ketika seseorang berbicara.

“Tidak nyaman digunakan karena tidak memberikan ruang yang membuat bibir kita bebas bergerak saat bicara tanpa menyentuh dinding maskernya. Kalau ini dilakukan, sebentar-sebentar pasti kita akan disibukkan dengan memperbaiki letak masker yang turun dan sebagainya,” ujar Yurianto.

Dia menegaskan, scuba dan buff tidak bisa melindungi diri dari Covid-19. Menurut dia, jenis buff tak jauh beda dengan masker scuba. “Buff itu bukan masker, itu jaring yang porinya jauh lebih besar,” kata Yurianto. (lp6)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Penggunaan masker jenis scuba dan buff belakangan menjadi perbincangan. Hal tersebut lantaran keduanya dianggap terlalu tipis. Imbauan tak menggunakan masker jenis scuba dan buff ini muncul dari PT Kereta Commuter Indonesia melalui akun Instagram resminya, @commuterline.

TERLALU TIPIS: Masker scuba dinilai terlalu tipis untuk mencegah penularan virus Corona.

Karena keduanya terlalu tipis, maka masker tersebut dianggap tidak mampu menahan percikan atau droplet untuk mencegah penularan virus Corona atau Covid-19.

Dari akun tersebut, terlihat unggahan berupa infografis seputar persentase efektivitas beberapa jenis masker. Infografis tersebut menunjukkan bahwa efektivitas masker scuba dan buff hanya sekitar 0-5 persen.

“Apakah jenis masker pilihanmu sudah efektif dalam mengurangi risiko terpapar debu, virus, dan bakteri #RekanCommuters?

Hindari pemakaian masker scuba atau buff yang hanya 5% efektif dalam mencegah risiko terpaparnya akan debu, virus, dan bakteri.

Hal itu pun dibenarkan Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Prof Wiku Adisasmito. “Masker scuba atau buff ini adalah masker dengan satu lapis saja dan terlalu tipis sehingga kemungkinan untuk tembus dan tidak bisa menyaring lebih besar,” kata Wiku dalam konferensi pers di Youtube Sekretariat Presiden, Selasa, 15 September 2020.

Menurut dia, masker tersebut terlalu tipis sehingga kurang efektif untuk menangkal virus Corona Covid-19.

Menurut Wiku, masker scuba juga mudah untuk ditarik ke bawah sampai dagu, sehingga masker menjadi tidak berfungsi.

Dia pun meminta masyarakat menggunakan masker yang berkulalitas untuk mencegah penularan virus Corona. “Gunakanlah masker dengan cara yang tepat untuk bisa melindungi, menutup area atau hidung sampai dengan mulut dan dagu,” ucap Wiku.

Dia mengatakan, masyarakat dapat menggunakan masker bedah atau masker kain. Wiku mengingatkan agar memakai masker kain dan bedah yang berbahan katun dan berlapis tiga karena memiliki kemampuan baik dalam menyaring virus.

“Masker kain yang bagus adalah yang berbahan katun dan berlapis tiga. Mengapa hal itu penting, karena kemampuan filtrasi atau menyaring partikel virus itu akan lebih baik dengan jumlah lapisan yang lebih banyak,” jelas Wiku.

Kementerian Kesehatan mendukung PT KCI yang melarang penggunaan masker berbahan scuba. Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Achmad Yurianto menyatakan, masker berbahan scuba memang bukan termasuk masker.

“Masker ya masker, titik. Kenapa melari-larikan ke scuba segala macam. Kan disuruhnya pakai apa? Masker. Scuba itu masker bukan? Bukan,” kata Yudi di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu 16 September 2020.

“Saya tanya, scuba itu masker bukan? Buff itu masker bukan? Berarti enggak memenuhi kan. Kalau dilarang apa salahnya?” lanjut Yuri.

Yuri menyebut pemakaian masker bukan sekadar menutupi hidung atau wajah dengan bahan seadanya. Dia mengingatkan, yang harus dilakukan adalah 3 M, bukan sekadar menutup wajah. 3 M adalah menggunakan masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak.

Dia meminta larangan scuba tidak dibuat polemik.

“Kenapa sih dibikin konflik? Masker, bukan penutup hidung. Kalau nutup hidung pakai kertas bisa kan. Tapi yang diminta apa? Masker,” ucap Yuri.

Pada sebuah diskusi virtual Kamis (17/9/2020), Yuri menjelaskan dua alasan masker scuba tak bisa mencegah Covid-19.

Pertama, masker scuba berbahan elastis dan porinya besar. Kedua, tidak memberikan ruang bagi bibir ketika seseorang berbicara.

“Tidak nyaman digunakan karena tidak memberikan ruang yang membuat bibir kita bebas bergerak saat bicara tanpa menyentuh dinding maskernya. Kalau ini dilakukan, sebentar-sebentar pasti kita akan disibukkan dengan memperbaiki letak masker yang turun dan sebagainya,” ujar Yurianto.

Dia menegaskan, scuba dan buff tidak bisa melindungi diri dari Covid-19. Menurut dia, jenis buff tak jauh beda dengan masker scuba. “Buff itu bukan masker, itu jaring yang porinya jauh lebih besar,” kata Yurianto. (lp6)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/