27 C
Medan
Monday, June 24, 2024

Mengaku Sakit, Irjen Teddy Batal Diperiksa

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemeriksaan atas kasus jual beli barang bukti narkotika terhadap Irjen Teddy Minahasa harus ditunda, kemarin (17/10). Pasalnya, mantan Kapolda Sumatera Barat tersebut mengaku sakit dan meminta dokter untuk memeriksa kondisi kesehatannya.

Kabagpenum Divhumas Polri Kombespol Nurul Azizah mengatakan, memang ada rencana pemeriksaan baik pidana dan kode etik terhadap Irjen Teddy, kemarin. Namun, yang bersangkutan meminta untuk diperiksa oleh dokter. “Itu permintaannya,” paparnya.

Karena itulah, lanjutnya, pemeriksaan terhadap Irjen Teddy ditunda. Penundaan itu belum diketahui hingga kapan, yang pasti menunggu dipastikan kondisinya dan sehat kembali. “Karena itu masih ditunda,” jelasnya.

Namun, soal apa sakit yang diderita, Nurul tidak menjawab. Menurutnya, yang bersangkutan masih diperiksa kesehatannya, belum diketahui apa sakitnya. “Kan masih diperiksa kesehatan sama dokter,” urainya.

Untuk obat yang dikonsumsi Teddy hingga positif amphetamine, Nurul juga tidak bisa menjelaskannya. “Itu materi penyidikan,” paparnya dalam konferensi pers di kantor Divhumas Polri kemarin.

Untuk pemeriksaan kode etik, hingga saat ini telah diperiksa tiga orang saksi untuk dugaan pelanggaran kode etik Irjen Teddy. Namun, untuk Teddy belum dapat diperiksa. “Dugaan pelanggaran etiknya sudah tiga orang saksi diperiksa ya,” terangnya.

 

Dianggap Jadi Perang Bintang

Penangkapan Irjen Pol Teddy Minahasa dalam kasus penjualan barang bukti narkoba jenis sabu turut memantik isu miring. Yakni adanya perang bintang di internal Polri, sehingga saling menjatuhkan satu sama lain antar faksi.

Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri mengatakan, di dalam internal Polri ada berbagai klik atau subgrup atau bahkan submabes. Menurutnya, adanya kelompok seperti ini sebetulnya bisa berdampak positif. “Kalau antar mereka saling berkompetisi secara konstruktif, silakan. Bagus. Masyarakat akan menerima faedahnya,” kata Reza kepasa wartawan, Senin (17/10).

“Tapi kalau antar mereka membangun rivalitas dengan cara destruktif atau toxic, ini berbahaya. Seolah yang mereka lakukan adalah kebaikan penegakan hukum. Namun yang terjadi sesungguhnya adalah praktik pemangsaan (predatory),” imbuhnya.

Reza beranggapan, apabila situasi di internal semakin tidak kondusif, maka bisa berdampak kepada masyarakat. Oleh karena itu harus ada ketegasan dari pimpinan untuk memberikan peringatan tegas kepada para anggotanya. (idr/jpc)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pemeriksaan atas kasus jual beli barang bukti narkotika terhadap Irjen Teddy Minahasa harus ditunda, kemarin (17/10). Pasalnya, mantan Kapolda Sumatera Barat tersebut mengaku sakit dan meminta dokter untuk memeriksa kondisi kesehatannya.

Kabagpenum Divhumas Polri Kombespol Nurul Azizah mengatakan, memang ada rencana pemeriksaan baik pidana dan kode etik terhadap Irjen Teddy, kemarin. Namun, yang bersangkutan meminta untuk diperiksa oleh dokter. “Itu permintaannya,” paparnya.

Karena itulah, lanjutnya, pemeriksaan terhadap Irjen Teddy ditunda. Penundaan itu belum diketahui hingga kapan, yang pasti menunggu dipastikan kondisinya dan sehat kembali. “Karena itu masih ditunda,” jelasnya.

Namun, soal apa sakit yang diderita, Nurul tidak menjawab. Menurutnya, yang bersangkutan masih diperiksa kesehatannya, belum diketahui apa sakitnya. “Kan masih diperiksa kesehatan sama dokter,” urainya.

Untuk obat yang dikonsumsi Teddy hingga positif amphetamine, Nurul juga tidak bisa menjelaskannya. “Itu materi penyidikan,” paparnya dalam konferensi pers di kantor Divhumas Polri kemarin.

Untuk pemeriksaan kode etik, hingga saat ini telah diperiksa tiga orang saksi untuk dugaan pelanggaran kode etik Irjen Teddy. Namun, untuk Teddy belum dapat diperiksa. “Dugaan pelanggaran etiknya sudah tiga orang saksi diperiksa ya,” terangnya.

 

Dianggap Jadi Perang Bintang

Penangkapan Irjen Pol Teddy Minahasa dalam kasus penjualan barang bukti narkoba jenis sabu turut memantik isu miring. Yakni adanya perang bintang di internal Polri, sehingga saling menjatuhkan satu sama lain antar faksi.

Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri mengatakan, di dalam internal Polri ada berbagai klik atau subgrup atau bahkan submabes. Menurutnya, adanya kelompok seperti ini sebetulnya bisa berdampak positif. “Kalau antar mereka saling berkompetisi secara konstruktif, silakan. Bagus. Masyarakat akan menerima faedahnya,” kata Reza kepasa wartawan, Senin (17/10).

“Tapi kalau antar mereka membangun rivalitas dengan cara destruktif atau toxic, ini berbahaya. Seolah yang mereka lakukan adalah kebaikan penegakan hukum. Namun yang terjadi sesungguhnya adalah praktik pemangsaan (predatory),” imbuhnya.

Reza beranggapan, apabila situasi di internal semakin tidak kondusif, maka bisa berdampak kepada masyarakat. Oleh karena itu harus ada ketegasan dari pimpinan untuk memberikan peringatan tegas kepada para anggotanya. (idr/jpc)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/