25 C
Medan
Sunday, September 29, 2024

Pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol, Belum Disepakati Seluruh Fraksi

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Larangan Minuman Beralkohol belum disepakati oleh seluruh fraksi dalam rapat harmonisasi Badan Legislasi (Baleg) DPR, Selasa (17/11). Pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol dinilai tak mendesak dan tidak memiliki signifikansi.

Hal tersebut disampaikan oleh anggota Fraksi PDI Perjuangan (PDI-P) Hendrawan Supratikno. “Kalau relevansi it’s okay. Relevan membicarakan RUU ini. Tapi kalau kita timbang dari dua parameter yang lain, yaitu urgensi dan signifikansi, sebagai Baleg yang mempunyai tugas membuat begitu banyak UU, melihat konteks dan momentumnya, saya kok melihat belum masuk saat ini,” kata Hendrawan.

Hendrawan memberikan dua catatan. Ia meminta para pengusul mempelajari isu pembahasan pada periode lalu yang membuat RUU Larangan Minuman Beralkohol terhambat dan tak selesai. Menurutnya, persoalan yang saat ini diperdebatkan masih sama seperti pembahasan pada periode lalu, misalnya tentang nomenklatur “larangan” pada judul RUU.

Selain itu, pengaturan ketentuan pidana juga harus dipertimbangkan dengan jelas dan objektif. “Saya berharap tim pengusul menarik wisdom dari pengalaman masa lalu untuk diinkorporasi dalam apa yang akan kita lakukan di masa depan,” ujar Hendrawan.

Hendrawan memberikan dua catatan. Ia meminta para pengusul mempelajari isu pembahasan pada periode lalu yang membuat RUU Larangan Minuman Beralkohol terhambat dan tak selesai. Menurutnya, persoalan yang saat ini diperdebatkan masih sama seperti pembahasan pada periode lalu, misalnya tentang nomenklatur “larangan” pada judul RUU. Selain itu, pengaturan ketentuan pidana juga harus dipertimbangkan dengan jelas dan objektif. “Saya berharap tim pengusul menarik wisdom dari pengalaman masa lalu untuk diinkorporasi dalam apa yang akan kita lakukan di masa depan. Karena itu, kami Fraksi Golkar belum bersepakat untuk melanjutkan RUU ini sesuai ketentuan selanjutnya,” ujarnya.

Salah satu pengusul, anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil mengatakan, kehadiran undang-undang yang mengatur tentang minuman beralkohol penting untuk menjamin keamanan dan ketertiban masyarakat. Sebab, minuman beralkohol dianggap berdampak negatif terhadap kesehatan jasmani dan rohani hingga menimbulkan gangguan di muka umum. “Karena pada hakikatnya dalam pandangan kami, minuman beralkohol itu dapat membahayakan kesehatan jasmani dan rohani, juga dapat mendorong terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban di tengah masyarakat,” kata Nasir.

Pengusul lainnya, anggota Fraksi Gerindra Muhammad Syafi’i mengatakan, RUU Larangan Minuman Beralkohol justru memberikan kejelasan hukum tentang produksi , distribusi, dan konsumsi. Syafi’i memaparkan, RUU Larangan Minuman Beralkohol memberikan pengecualian produksi dan konsumsi untuk kepentingan wisata, adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dan pada tempat yang diizinkan pemerintah melalui peraturan pemerintah (PP).

“Terjadi kejelasan siapa yang boleh memproduksi, dengan kadar alkohol berapa itu produksi yang boleh dikonsumsi, dan siapa yang boleh membeli. Saya kira ini cukup jelas tujuan dari dibuatnya peraturan perundang-undangan itu,” ujar dia.

Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi mengatakan, rapat hari ini akan menjadi masukan untuk pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan RUU Larangan Minuman Beralkohol.

Keputusan terhadap pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol akan diagendakan dalam beberapa rapat mendatang. Jika disepakati, maka RUU Larangan Minuman Beralkohol akan dibawa ke Rapat Paripurna untuk disahkan sebagai RUU usul inisiatif DPR. “Kalau soal keputusan nanti pada saatnya,” kata Baidowi. (kps/ila)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Larangan Minuman Beralkohol belum disepakati oleh seluruh fraksi dalam rapat harmonisasi Badan Legislasi (Baleg) DPR, Selasa (17/11). Pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol dinilai tak mendesak dan tidak memiliki signifikansi.

Hal tersebut disampaikan oleh anggota Fraksi PDI Perjuangan (PDI-P) Hendrawan Supratikno. “Kalau relevansi it’s okay. Relevan membicarakan RUU ini. Tapi kalau kita timbang dari dua parameter yang lain, yaitu urgensi dan signifikansi, sebagai Baleg yang mempunyai tugas membuat begitu banyak UU, melihat konteks dan momentumnya, saya kok melihat belum masuk saat ini,” kata Hendrawan.

Hendrawan memberikan dua catatan. Ia meminta para pengusul mempelajari isu pembahasan pada periode lalu yang membuat RUU Larangan Minuman Beralkohol terhambat dan tak selesai. Menurutnya, persoalan yang saat ini diperdebatkan masih sama seperti pembahasan pada periode lalu, misalnya tentang nomenklatur “larangan” pada judul RUU.

Selain itu, pengaturan ketentuan pidana juga harus dipertimbangkan dengan jelas dan objektif. “Saya berharap tim pengusul menarik wisdom dari pengalaman masa lalu untuk diinkorporasi dalam apa yang akan kita lakukan di masa depan,” ujar Hendrawan.

Hendrawan memberikan dua catatan. Ia meminta para pengusul mempelajari isu pembahasan pada periode lalu yang membuat RUU Larangan Minuman Beralkohol terhambat dan tak selesai. Menurutnya, persoalan yang saat ini diperdebatkan masih sama seperti pembahasan pada periode lalu, misalnya tentang nomenklatur “larangan” pada judul RUU. Selain itu, pengaturan ketentuan pidana juga harus dipertimbangkan dengan jelas dan objektif. “Saya berharap tim pengusul menarik wisdom dari pengalaman masa lalu untuk diinkorporasi dalam apa yang akan kita lakukan di masa depan. Karena itu, kami Fraksi Golkar belum bersepakat untuk melanjutkan RUU ini sesuai ketentuan selanjutnya,” ujarnya.

Salah satu pengusul, anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil mengatakan, kehadiran undang-undang yang mengatur tentang minuman beralkohol penting untuk menjamin keamanan dan ketertiban masyarakat. Sebab, minuman beralkohol dianggap berdampak negatif terhadap kesehatan jasmani dan rohani hingga menimbulkan gangguan di muka umum. “Karena pada hakikatnya dalam pandangan kami, minuman beralkohol itu dapat membahayakan kesehatan jasmani dan rohani, juga dapat mendorong terjadinya gangguan keamanan dan ketertiban di tengah masyarakat,” kata Nasir.

Pengusul lainnya, anggota Fraksi Gerindra Muhammad Syafi’i mengatakan, RUU Larangan Minuman Beralkohol justru memberikan kejelasan hukum tentang produksi , distribusi, dan konsumsi. Syafi’i memaparkan, RUU Larangan Minuman Beralkohol memberikan pengecualian produksi dan konsumsi untuk kepentingan wisata, adat, ritual keagamaan, wisatawan, farmasi, dan pada tempat yang diizinkan pemerintah melalui peraturan pemerintah (PP).

“Terjadi kejelasan siapa yang boleh memproduksi, dengan kadar alkohol berapa itu produksi yang boleh dikonsumsi, dan siapa yang boleh membeli. Saya kira ini cukup jelas tujuan dari dibuatnya peraturan perundang-undangan itu,” ujar dia.

Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi mengatakan, rapat hari ini akan menjadi masukan untuk pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan RUU Larangan Minuman Beralkohol.

Keputusan terhadap pembahasan RUU Larangan Minuman Beralkohol akan diagendakan dalam beberapa rapat mendatang. Jika disepakati, maka RUU Larangan Minuman Beralkohol akan dibawa ke Rapat Paripurna untuk disahkan sebagai RUU usul inisiatif DPR. “Kalau soal keputusan nanti pada saatnya,” kata Baidowi. (kps/ila)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/