26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Presiden dan DPR Sudah Setuju, Masa Jabatan Kades Bakal 9 Tahun

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Usulan penambahan masa jabatan kepala desa (Kades) dari enam tahun menjadi sembilan tahun tampaknya tinggal menunggu waktu. Pasalnya, presiden dan DPR sudah menyutujui usulan tersebut.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyetujui usulan perubahan periodisasi jabatan kepala desa yang diatur dalam Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014, guna mencegah terjadinya konflik sosial yang dapat mengganggu pembangunan desa. Hal itu disampaikan politikus PDI Perjuangan, Budiman Sudjatmiko usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin (17/1).

Awalnya, Budiman menjelaskan bahwa Presiden memanggilnya ke Istana untuk menanyakan informasi soal demonstrasi kepala desa yang menuntut revisi Undang-undang Desa. Presiden menanyakan kepada Budiman, karena Budiman memang kerap mengurus dan membantu isu-isu tentang desa.

“Tadi Bapak (Jokowi) itu banyak bertanya soal keadaan, kebetulan hari ini ada belasan ribu kepala desa demonstrasi meminta revisi UU Desa. Beliau tanya apa yang saya ketahui, karena saya selama ini kan juga banyak mengurus, membantu desa ya,” kata Budiman kepada wartawan usai pertemuan dengan Jokowi.

Budiman menyampaikan, kehadirannya di Istana tidak mewakili para kepala desa yang berdemonstrasi, melainkan hanya bercerita kepada Presiden mengenai apa yang diketahuinya seputar tuntutan para kepala desa. Budiman yang ikut menggagas UU Desa menyampaikan kepada Presiden bahwa kepala desa menuntut adanya perubahan periodisasi jabatan kepala desa yang diatur dalam UU Desa.

Dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, diatur bahwa masa jabatan kepala desa per periode adalah 6 tahun, dan dapat dipilih kembali dalam dua periode selanjutnya. “Jadi enam tahun dikalikan tiga, (karena) bisa dipilih dua kali lagi. Sehingga total 18 tahun kesempatan seorang kepala desa begitu ya. Namun temuan-temuan di lapangan dirasakan bahwa itu boros dan menimbulkan banyak konflik sosial,” terang Budiman, mengulangi apa yang disampaikannya kepada Presiden.

Dia menjelaskan lingkup pemilihan kepala desa banyak bersinggungan dengan tetangga dan keluarga, sehingga manakala terjadi konflik dalam pemilihan, biasanya harus diselesaikan pada saat masa jabatan dan mengganggu kerja kepala desa. Oleh karena itu, para kepala desa meminta periodisasi jabatan kepala desa diperpanjang hingga 9 tahun. “Karena kadang-kadang tiga tahun, dua tahun pertama (masa jabatan) enggak selesai konfliknya, sehingga sisa tiga tahun atau sisa empat tahun itu nggak cukup untuk membangun desa. Sementara harus pilkades lagi,” ujarnya pula.

“Sehingga relatif kerja konsentrasi membangun desa hanya dua tahun, tiga tahun. Sementara empat tahun atau tiga tahun yang lain habis untuk ‘berkelahi’. Ada tuntutan ini menjadi sembilan tahun periodisasinya, bisa kali dua atau terserah lah ya, tapi jabatannya nggak lagi 6 tahun periodisasinya,” katanya lagi.

Menurut Budiman, Presiden setuju dengan tuntutan kepala desa untuk memperpanjang periodisasi kepala desa. “Saya ngobrol dengan Pak Jokowi dan Pak Jokowi mengatakan sepakat dengan tuntutan itu. Beliau mengatakan tuntutan itu masuk akal. Memang dinamika di desa itu berbeda dengan dinamika di kabupaten/kota (misal pemilihan) gubernur. Saya berani mengatakan, meskipun saya tidak mewakili kepala desa itu, tapi karena diajak diskusi, maka saya sampaikan pernyataan beliau setuju dengan tuntutan tersebut,” pungkasnya.

Sementara, Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menyatakan, siap mendukung usulan kepala desa ihwal penambahan masa jabatan dari 6 tahun menjadi 9 tahun. Selain mengakomodir aspirasi kepala desa, Ketua Umum PKB ini menyebut, pihaknya berupaya menata aparatur desa menjadi lebih baik dan maksimal. “Masa jabatan perangkat desa gak bisa disamakan dengan masa jabatan Kades karena posisinya berbeda. Posisi Kades adalah jabatan politik, sementara perangkat desa bukan jabatan politik,” kata Cak Imin dalam keterangannya, Rabu (18/1).

Untuk mewujudkan perpanjangan masa jabatan, para kepala desa meminta DPR merevisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Cak Imin menjamin selain mengakomodir perpanjangan masa jabatan, pihaknya juga bakal memasukkan sistem penataan perangkat desa, salah satunya melalui jaminan sosial yang lebih memadai.

Menurut dia, perangkat desa merupakan bagian penting dalam pembangunan desa. “Saya berharap revisi UU Desa bisa meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan penyelenggaraan negara,” kata dia.

Setali tiga uang, Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar juga sepakat dengan aspirasi para Kades. Yakni, soal perpanjangan masa jabatan dari 6 tahun menjadi 9 tahun. Dia mengatakan, pihaknya telah mempersiapkan kajian akademik. Harapannya, bila sewaktu-waktu usul itu direspons positif DPR dan ada perintah dari Presiden untuk dijalankan, maka Kemendes PDTT telah siap.

Menurut Gus Halim, sapaan akrabnya, usul penambahan masa jabatan tersebut bukan tanpa alasan. Selama ini, para Kades menilai kurang efektif bekerja membangun desa hanya dalam waktu 6 tahun. Yang banyak terjadi mereka lebih disibukkan menyelesaikan konflik yang muncul pasca Pilkades.

Berdasar hasil beberapa kajian akademik, penyelesaian konflik akibat Pilkades membutuhkan waktu lebih dari setahun. Begitu juga menyiapkan Pilkades berikutnya butuh waktu satu tahun. “Wacana sembilan tahun itu saya lontarkan sejak Mei 2022 lalu. Saya sampaikan beberapa permasalahan penyelesaian konflik pasca pilkades,” ungkapnya.

Gus Halim menyebut, fakta konflik polarisasi pasca Pilkades nyaris terjadi di seluruh desa. Akibatnya, pembangunan akan tersendat. Beragam aktifitas di desa juga terbengkalai. Dengan mempertimbangkan kondisi itu, para pakar pun menyebut ketegangan konflik pasca Pilkades akan lebih mudah diredam jika waktu atau masa jabatan mereka ditambah. “Jadi, periodisasi tersebut bukan menjadi arogansi Kades, melainkan menjawab kebutuhan untuk menyelesaikan konflik pasca pilkades” jelas Gus Halim.

Sebelumnya, puluhan ribu Kades mendatangi gedung DPR RI, Selasa (17/1). Mereka menuntut revisi UU 6/2014 tentang Desa. Salah satunya, meminta perpanjangan masa jabatan dari enam tahun menjadi sembilan tahun. Gayung pun bersambut. DPR mendukung aspirasi tersebut.

Para Kades itu datang dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Terutama dari Pulau Jawa. Mereka kompak mengenakan seragam dinas. Saat aksi di gedung Senayan itu, sebagian orang membawa bendera Merah Putih, ikat kepala, hingga membentangkan spanduk yang berisi tuntutan perpanjangan masa jabatan. “Kembalikan kedaulatan desa,” ujar seorang Kades saat berorasi di atas mobil komando.

Menurut Joko Priyanto selaku Kades Buloh, Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, para Kades datang dari seluruh Indonesia untuk meminta keadilan. Mereka menuntut agar kedaulatan Kades sebagai pemimpin wilayah dikembalikan.

Joko juga menyebut Kades sebagai ujung tombak pemerintah pusat dalam melakukan berbagai program pemerintahan. “Tapi, aturan yang ada di daerah masih bergantung pada kebijakan di pusat,” terangnya.

Karena itu, Joko mendesak perubahan atas UU tentang Desa yang sudah berumur 10 tahun. DPR harus segera memasukkan rencana revisi UU tentang Desa itu ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Salah satu tuntutannya, perpanjangan masa jabatan Kades. Dari semula enam tahun menjadi sembilan tahun.

Selanjutnya, Kades bisa menjabat paling banyak tiga periode berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. ’’Kami meminta jabatan kepala desa menjadi sembilan tahun,’’ ucap Kades Poja, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), Robi Darwis. Masa jabatan enam tahun dirasa sangat kurang. Dalam rentang waktu tersebut, persaingan antartokoh di desa setelah pilkades belum hilang.

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menemui para Kades yang berunjuk rasa. Dia juga naik ke mobil komando dan ikut berorasi. Politikus Partai Gerindra itu menyambut baik kedatangan para Kades yang melakukan aksi damai. Dia mengatakan, yang punya kewenangan untuk merevisi UU adalah DPR dan pemerintah. “Karena itu, para kepala desa juga harus melobi pemerintah untuk melakukan revisi,” katanya.

Sementara itu, sejumlah perwakilan Kades juga diterima oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan Fraksi PKB DPR RI. Dalam pertemuan itu, Ketua Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal bersama jajaran anggota dewan mendengarkan keluhan dan masukan dari Kades. ’’Akan kami usulkan pada revisi Prolegnas April mendatang,’’ tuturnya.

Dia menambahkan, UU tentang Desa yang sekarang merupakan usulan Fraksi PKB DPR. Karena itu, pihaknya juga siap menjadi pengusul dan memperjuangkan aspirasi para Kades. (lum/gih/lyn/hud)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Usulan penambahan masa jabatan kepala desa (Kades) dari enam tahun menjadi sembilan tahun tampaknya tinggal menunggu waktu. Pasalnya, presiden dan DPR sudah menyutujui usulan tersebut.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyetujui usulan perubahan periodisasi jabatan kepala desa yang diatur dalam Undang-Undang Desa Nomor 6 Tahun 2014, guna mencegah terjadinya konflik sosial yang dapat mengganggu pembangunan desa. Hal itu disampaikan politikus PDI Perjuangan, Budiman Sudjatmiko usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin (17/1).

Awalnya, Budiman menjelaskan bahwa Presiden memanggilnya ke Istana untuk menanyakan informasi soal demonstrasi kepala desa yang menuntut revisi Undang-undang Desa. Presiden menanyakan kepada Budiman, karena Budiman memang kerap mengurus dan membantu isu-isu tentang desa.

“Tadi Bapak (Jokowi) itu banyak bertanya soal keadaan, kebetulan hari ini ada belasan ribu kepala desa demonstrasi meminta revisi UU Desa. Beliau tanya apa yang saya ketahui, karena saya selama ini kan juga banyak mengurus, membantu desa ya,” kata Budiman kepada wartawan usai pertemuan dengan Jokowi.

Budiman menyampaikan, kehadirannya di Istana tidak mewakili para kepala desa yang berdemonstrasi, melainkan hanya bercerita kepada Presiden mengenai apa yang diketahuinya seputar tuntutan para kepala desa. Budiman yang ikut menggagas UU Desa menyampaikan kepada Presiden bahwa kepala desa menuntut adanya perubahan periodisasi jabatan kepala desa yang diatur dalam UU Desa.

Dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, diatur bahwa masa jabatan kepala desa per periode adalah 6 tahun, dan dapat dipilih kembali dalam dua periode selanjutnya. “Jadi enam tahun dikalikan tiga, (karena) bisa dipilih dua kali lagi. Sehingga total 18 tahun kesempatan seorang kepala desa begitu ya. Namun temuan-temuan di lapangan dirasakan bahwa itu boros dan menimbulkan banyak konflik sosial,” terang Budiman, mengulangi apa yang disampaikannya kepada Presiden.

Dia menjelaskan lingkup pemilihan kepala desa banyak bersinggungan dengan tetangga dan keluarga, sehingga manakala terjadi konflik dalam pemilihan, biasanya harus diselesaikan pada saat masa jabatan dan mengganggu kerja kepala desa. Oleh karena itu, para kepala desa meminta periodisasi jabatan kepala desa diperpanjang hingga 9 tahun. “Karena kadang-kadang tiga tahun, dua tahun pertama (masa jabatan) enggak selesai konfliknya, sehingga sisa tiga tahun atau sisa empat tahun itu nggak cukup untuk membangun desa. Sementara harus pilkades lagi,” ujarnya pula.

“Sehingga relatif kerja konsentrasi membangun desa hanya dua tahun, tiga tahun. Sementara empat tahun atau tiga tahun yang lain habis untuk ‘berkelahi’. Ada tuntutan ini menjadi sembilan tahun periodisasinya, bisa kali dua atau terserah lah ya, tapi jabatannya nggak lagi 6 tahun periodisasinya,” katanya lagi.

Menurut Budiman, Presiden setuju dengan tuntutan kepala desa untuk memperpanjang periodisasi kepala desa. “Saya ngobrol dengan Pak Jokowi dan Pak Jokowi mengatakan sepakat dengan tuntutan itu. Beliau mengatakan tuntutan itu masuk akal. Memang dinamika di desa itu berbeda dengan dinamika di kabupaten/kota (misal pemilihan) gubernur. Saya berani mengatakan, meskipun saya tidak mewakili kepala desa itu, tapi karena diajak diskusi, maka saya sampaikan pernyataan beliau setuju dengan tuntutan tersebut,” pungkasnya.

Sementara, Wakil Ketua DPR RI Muhaimin Iskandar alias Cak Imin menyatakan, siap mendukung usulan kepala desa ihwal penambahan masa jabatan dari 6 tahun menjadi 9 tahun. Selain mengakomodir aspirasi kepala desa, Ketua Umum PKB ini menyebut, pihaknya berupaya menata aparatur desa menjadi lebih baik dan maksimal. “Masa jabatan perangkat desa gak bisa disamakan dengan masa jabatan Kades karena posisinya berbeda. Posisi Kades adalah jabatan politik, sementara perangkat desa bukan jabatan politik,” kata Cak Imin dalam keterangannya, Rabu (18/1).

Untuk mewujudkan perpanjangan masa jabatan, para kepala desa meminta DPR merevisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa. Cak Imin menjamin selain mengakomodir perpanjangan masa jabatan, pihaknya juga bakal memasukkan sistem penataan perangkat desa, salah satunya melalui jaminan sosial yang lebih memadai.

Menurut dia, perangkat desa merupakan bagian penting dalam pembangunan desa. “Saya berharap revisi UU Desa bisa meningkatkan peran serta masyarakat dalam pelaksanaan penyelenggaraan negara,” kata dia.

Setali tiga uang, Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar juga sepakat dengan aspirasi para Kades. Yakni, soal perpanjangan masa jabatan dari 6 tahun menjadi 9 tahun. Dia mengatakan, pihaknya telah mempersiapkan kajian akademik. Harapannya, bila sewaktu-waktu usul itu direspons positif DPR dan ada perintah dari Presiden untuk dijalankan, maka Kemendes PDTT telah siap.

Menurut Gus Halim, sapaan akrabnya, usul penambahan masa jabatan tersebut bukan tanpa alasan. Selama ini, para Kades menilai kurang efektif bekerja membangun desa hanya dalam waktu 6 tahun. Yang banyak terjadi mereka lebih disibukkan menyelesaikan konflik yang muncul pasca Pilkades.

Berdasar hasil beberapa kajian akademik, penyelesaian konflik akibat Pilkades membutuhkan waktu lebih dari setahun. Begitu juga menyiapkan Pilkades berikutnya butuh waktu satu tahun. “Wacana sembilan tahun itu saya lontarkan sejak Mei 2022 lalu. Saya sampaikan beberapa permasalahan penyelesaian konflik pasca pilkades,” ungkapnya.

Gus Halim menyebut, fakta konflik polarisasi pasca Pilkades nyaris terjadi di seluruh desa. Akibatnya, pembangunan akan tersendat. Beragam aktifitas di desa juga terbengkalai. Dengan mempertimbangkan kondisi itu, para pakar pun menyebut ketegangan konflik pasca Pilkades akan lebih mudah diredam jika waktu atau masa jabatan mereka ditambah. “Jadi, periodisasi tersebut bukan menjadi arogansi Kades, melainkan menjawab kebutuhan untuk menyelesaikan konflik pasca pilkades” jelas Gus Halim.

Sebelumnya, puluhan ribu Kades mendatangi gedung DPR RI, Selasa (17/1). Mereka menuntut revisi UU 6/2014 tentang Desa. Salah satunya, meminta perpanjangan masa jabatan dari enam tahun menjadi sembilan tahun. Gayung pun bersambut. DPR mendukung aspirasi tersebut.

Para Kades itu datang dari berbagai daerah di seluruh Indonesia. Terutama dari Pulau Jawa. Mereka kompak mengenakan seragam dinas. Saat aksi di gedung Senayan itu, sebagian orang membawa bendera Merah Putih, ikat kepala, hingga membentangkan spanduk yang berisi tuntutan perpanjangan masa jabatan. “Kembalikan kedaulatan desa,” ujar seorang Kades saat berorasi di atas mobil komando.

Menurut Joko Priyanto selaku Kades Buloh, Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, para Kades datang dari seluruh Indonesia untuk meminta keadilan. Mereka menuntut agar kedaulatan Kades sebagai pemimpin wilayah dikembalikan.

Joko juga menyebut Kades sebagai ujung tombak pemerintah pusat dalam melakukan berbagai program pemerintahan. “Tapi, aturan yang ada di daerah masih bergantung pada kebijakan di pusat,” terangnya.

Karena itu, Joko mendesak perubahan atas UU tentang Desa yang sudah berumur 10 tahun. DPR harus segera memasukkan rencana revisi UU tentang Desa itu ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas). Salah satu tuntutannya, perpanjangan masa jabatan Kades. Dari semula enam tahun menjadi sembilan tahun.

Selanjutnya, Kades bisa menjabat paling banyak tiga periode berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. ’’Kami meminta jabatan kepala desa menjadi sembilan tahun,’’ ucap Kades Poja, Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB), Robi Darwis. Masa jabatan enam tahun dirasa sangat kurang. Dalam rentang waktu tersebut, persaingan antartokoh di desa setelah pilkades belum hilang.

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menemui para Kades yang berunjuk rasa. Dia juga naik ke mobil komando dan ikut berorasi. Politikus Partai Gerindra itu menyambut baik kedatangan para Kades yang melakukan aksi damai. Dia mengatakan, yang punya kewenangan untuk merevisi UU adalah DPR dan pemerintah. “Karena itu, para kepala desa juga harus melobi pemerintah untuk melakukan revisi,” katanya.

Sementara itu, sejumlah perwakilan Kades juga diterima oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan Fraksi PKB DPR RI. Dalam pertemuan itu, Ketua Fraksi PKB Cucun Ahmad Syamsurijal bersama jajaran anggota dewan mendengarkan keluhan dan masukan dari Kades. ’’Akan kami usulkan pada revisi Prolegnas April mendatang,’’ tuturnya.

Dia menambahkan, UU tentang Desa yang sekarang merupakan usulan Fraksi PKB DPR. Karena itu, pihaknya juga siap menjadi pengusul dan memperjuangkan aspirasi para Kades. (lum/gih/lyn/hud)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/