JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kapolri Jenderal Pol Sutarman mengancam akan memidanakan para caleg bandel yang terbukti bagi-bagi uang saat kampanye. Sementara Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggertak hentikan kampane partai politik yang tetap nakal dengan melanggar peraturan.
Soal ancaman kepada caleg disampaikan Kapolri setelah melantik Kabaharkam Irjen Pol Putut Eko Bayuseno di Mabes Polri kemarin. Sutarman menyatakan telah turun langsung ke beberapa perkampungan. Dia merespons isu politik uang yang merebak di sejumlah daerah di Jatim dan Jateng.
“Saat ini kami belum menemukan buktinya. Jadi, (info) yang ada di masyarakat bisa disampaikan,” ujarnya.
Laporan dari masyarakat akan adanya politik uang bakal langsung direspons oleh Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) yang terdiri atas Panwaslu, polisi, dan jaksa. Tim Gakkumdu akan langsung menggelar sidang untuk menentukan apakah laporan tersebut cukup bukti untuk masuk ranah pidana.
Sutarman mengingatkan, masyarakat yang memiliki informasi mengenai praktik politik uang tidak langsung melapor ke polisi. Masyarakat sebaiknya langsung mendatangi posko Gakkumdu di kantor panwaslu kabupaten atau kota. “Polri tidak bisa menerima (laporan) langsung dari masyarakat,” lanjut perwira asal Sukoharjo, Jateng, itu.
Karena proses penegakan hukum terhadap politik uang harus didasarkan kepada laporan, pihaknya meminta masyarakat lebih aktif melapor. Lebih baik lagi jika laporan tersebut disampaikan saat sang caleg masih membagikan uangnya dan dilengkapi dengan bukti yang kuat mengenai perbuatannya.
Mantan Kabareskrim itu menambahkan, waktu proses pidana pemilu dibatasi, hanya berlangsung 14 hari. “Kalau sudah dilaporkan, tapi tidak ada alat buktinya sampai 14 hari, itu (laporan) kedaluwarsa,” ucapnya. Otomatis, Gakkumdu tidak akan bisa memproses lebih lanjut laporan tersebut.
Di sisi lain, KPU memang hanya dapat menjatuhkan sanksi administrasi jika peserta pemilu terbukti melakukan pelanggaran selama kampanye rapat umum yang berlangsung 16 Maret sampai 5 April. Namun efek yang ditimbulkan diyakini tidak kalah dari sanksi pidana yang menjadi kewenangan kepolisian untuk menindaklanjutinya.
Ketua KPU Husni Kamil Manik, Husni Kamil Manik menjelaskan, peserta pemilu yang melanggar aturan administrasi dapat dikenakan sanksi sebagaimana diatur dalam Peraturan KPU Nomor 25 Tahun 2013, tentang penyelesaian pelanggaran administrasi pemilu. Di mana sanksinya dapat berupa penghentian kegiatan kampanye.
“Tindakan (sanksi) adminitratif itu yang paling berat adalah penghentian proses kegiatan kampanye peserta pemilu tersebut,” ujar Husni di Gedung KPU, Jakarta, Selasa (18/3).
Artinya ketika dinyatakan bersalah melanggar aturan terkait administrasi pemilu, sebuah parpol menurut Husni, diperintahkan untuk menghentikan kampanyenye untuk sementara waktu. Beberapa pelanggaran kampanye yang masuk ranah dugaan pelanggaran administrasi, di antaranya pelibatan anak di bawah umur.
“Jadi sanksinya ada penghentian sementara, ada pembatalan pada kegiatan itu dan ada penghentian secara total dalam masa kampanye yang tinggal 18 hari lagi,” katanya.
Saat ditanya kapan KPU menerbitkan sanksi administrasi, Husni mengatakan dapat dilakukan dalam waktu dekat, jika Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) telah mengeluarkan rekomendasi.
“Waktunya dinamis. Kalau Bawaslu bisa memprosesnya (dugaan pelanggaran) hari ini, dan rekomendasinya diberikan pada KPU, kami akan tindaklanjuti. Karena sampai saat ini belum ada (rekomendasi) yang masuk ke KPU dan kita belum (menjatuhkan sanksi), semua masih boleh kampanye,” katanya.
Selama tiga hari kampanye KPU mengaku sudah banyak menerima rekomendasi Bawaslu, terkait pelanggaran kampanye, terutama soal pelanggaran administrasi.
“Karena itu kami juga mengimbau agar peserta pemilu betul-betul mengindahkan larangan yang tercantum dalam Peraturan KPU, khususnya pelibatan anak-anak atau anak kecil dalam kampanye,” ujar Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah.
Selain pelanggaran kampanye yang melibatkan anak-anak, Ferry juga menyebut soal pelanggaran terkait penyiaran iklan partai politik yang tidak berimbang.
“Inikan sudah menjadi komitmen kita semua, bahwa pemberitaan dan iklan harus berimbang tiap-tiap parpol. UU dan peraturan sudah jelas mengatur 10 spot dengan durasi 3 detik untuk TV dan 6 detik untuk radio. Mudah-mudahan tidak dibuat hal-hal lain di luar aturan itu,” tegasnya.
Di tempat terpisah, Ketua Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Jakarta, Willy Sumarlin ikut-ikut mengimbau kepada seluruh parpol mematuhi peraturan yang berlaku. Hal itu penting dilakukan supaya terwujud Pemilu jujur, adil, aman, tertib, damai, transparan dan berintegritas.
Menurut dia, guna mewujudkan langkah konkrit demokrasi yang lebih baik maka masyarakat harus mendukung. Peserta Pemilu, kata dia lagi, juga diharapkan dapat menjaga kondisi keamanan dengan baik sehingga layanan publik tetap berjalan baik.
“Selama masa kampanye, parpol dan para caleg harus tunduk dan patuh terhadap segala ketentuan yang berlaku dan siap menerima sanksi sesuai hukum yang berlaku. Hargai dan dukung sepenuhnya untuk menyukseskan penyelenggaraan Pemilu 2014,” terang dia dalam keterangannya, Selasa (18/3).
Kampanye bukanlah ajang untuk menebar isu atau menabur konflik. Karena itu, ia mengimbau agar menjauhi intrik dan intimidasi, provokasi, pelecehan, pencemaran nama baik, harkat dan martabat serta penghinaan satu sama lain atau kampanye hitam (black campaign) dalam bentuk apa pun. Menurut dia, parpol harus memberikan pendidikan politik baik kepada masyarakat.
“Masyarakat juga harus aktif, tidak hanya dalam masa kampanye, tapi mereka pun berbondong-bondong mendatangi tempat pemungutan suara (TPS) pada Pemilu Legislatif 9 April 2014,” pungkasnya. (nyu/c4/fat/wid/jpnn/gir/rbb)