26 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Keluarga dan Pengacara Yosua Diperiksa Pekan Depan

Bharada E: Saya Tak Bisa Tolak Perintah Jenderal

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sidang dengan agenda pembacaan surat dakwaan untuk terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu berlangsung sesuai rencana, Selasa (18/10). Di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Eliezer tampak tenang mendengarkan dakwaan jaksa
penuntut umum (JPU).

Isi dakwaan tersebut lebih kurang mirip dengan dakwaan Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf. Melalui dakwaan tersebut, jaksa kembali menyampaikan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Eliezer terhadap Brigadir Polisi Yosua Hutabarat dilakukan bersama Sambo. Pemuda yang belakangan lebih sering disebut Bharada E itu menyatakan siap menembak Yosua setelah dirinya mendengar cerita dari Sambo. Yang intinya menyampaikan bahwa Yosua telah melecehkan Putri saat mereka berada di Magelang, Jawa Tengah.

Usai sidang, Bharada E kembali mengutarakan duka cita dan permohonan maaf kepada keluarga Yosua. “Untuk keluarga almarhum Bang Yos, bapak, ibu, Reza, serta seluruh keluarga besar Bang Yos, saya memohon maaf. Semoga permohonan maaf saya ini dapat diterima oleh pihak keluarga,” ungkapnya. Dia mengaku sangat menyesal lantaran telah menembak Yosua hingga meninggal dunia di rumah dinas Kepala Divisi Propam Polri, Komplek Polri Duren Tiga, Jaksel pada 8 Juli lalu.

Sebagai seorang personel Polri, Bharada E menyatakan bahwa dirinya tidak bisa menolak perintah dari Sambo yang saat itu masih atasannya dengan pangkat jenderal bintang dua. “Saya hanyalah seorang anggota yang tidak memiliki kemampuan untuk menolak perintah dari seorang jenderal,” kata dia. Sebagaimana dakwaan JPU, Bharada E sempat dipanggil oleh Sambo untuk menanyakan perihal penembakan Yosua. Saat itu dengan tegas dia menjawab. “Siap komandan,” imbuh jaksa.

Usai mendengar dakwaan, Bharada E menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada kuasa hukumnya. Ronny Talapessy sebagai kuasa hukum Bharada E menyatakan, ada beberapa catatan untuk dakwaan tersebut. Namun, dia dan timnya menilai dakwaan itu sudah cermat dan tepat. “Jadi, kami putuskan untuk tidak mengajukan eksepsi,” jelasnya. Adapun terkait catatan-catatan dalam dakwaan, pihaknya akan menyampaikan dalam proses pembuktian.

Ronny tidak membantah tindakan Bharada E yang telah menembak Yosua. Namun, dia menekankan bahwa kliennya bertindak atas perintah atasan dengan latar belakang perwira tinggi bintang dua. “Ada yang namanya relasi kuasa. Bayangkan saja bharada tingkat dua berhadapan dengan jenderal,” imbuhnya. Karena itu, dia tidak kaget bila Bharada E menyatakan tidak bisa menolak perintah Sambo untuk menembak Yosua.

Selain itu, Ronny menyampaikan, kliennya tidak memiliki mens rea untuk melakukan pembunuhan berencana. Dia menilai, keterlibatan kliennya dalam peristiwa di Duren Tiga atas komando Sambo. “Perlu kami tegaskan bahwa klien saya tidak terlibat dalam perencanaan (pembunuhan Yosua),” kata dia. Hal itu bakal dia buktikan di persidangan dengan menghadirkan saksi-saksi yang meringankan bagi Bharada E.

Dalam persidangan kemarin, Ronny sempat memohon agar majelis hakim lebih dulu memeriksa saksi-saksi atas nama Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf. Namun permintaan itu ditolak. Ketua Majelis Hakim Wahyu Imam Santosa menyampaikan bahwa sesuai dengan Kita Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), saksi-saksi yang lebih dulu diperiksa oleh majelis hakim berasal dari korban. Termasuk keluarga korban.

Karena itu, Wahyu menyatakan bahwa pemeriksaan terhadap Sambo, Putri, Ricky, dan Kuat sebagai saksi untuk Bharada E tidak dilakukan dalam waktu dekat. Dia dan anggota majelis hakim meminta JPU menghadirkan 12 saksi yang berasal dari pihak Yosua. Diantaranya ada kuasa hukum Yosua, Kamaruddin Simanjuntak, kemudian Samuel Hutabarat dan Rosti Simanjuntak sebagai ayah dan ibu Yosua. Selain itu, kekasih Yosua, Vera Maretha Simanjuntak pun akan diperiksa sebagai saksi.

Lantaran sebagian besar diantara mereka berdomisili di Jambi, majelis hakim memberikan opsi untuk melaksanakan sidang secara dalam jaringan (daring). Kecuali saksi-saksi yang bisa hadir di PN Jaksel, mereka siap memfasilitasi pemeriksaan secara daring. “Supaya persidangan ini berjalan cepat, sederhana dan murah asasnya,” beber Wahyu. Dia pun memberi waktu satu pekan kepada JPU untuk mengkomunikasikan hal tersebut.

Secara keseluruhan, sambung Wahyu, ada 61 saksi yang harus diperiksa untuk terdakwa Bharada E. Angka itu merujuk pada berita acara pemeriksaan atau BAP yang sudah diterima oleh majelis hakim. Karena itu, mereka juga menyiapkan opsi tambahan untuk memeriksa saksi bersama-sama atau sekaligus. “Nanti teknisnya kita lihat di persidangan. Satu-satu (saksi) atau periksa (saksi) bersamaan,” kata Wahyu. (syn/jpg)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Sidang dengan agenda pembacaan surat dakwaan untuk terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu berlangsung sesuai rencana, Selasa (18/10). Di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Eliezer tampak tenang mendengarkan dakwaan jaksa
penuntut umum (JPU).

Isi dakwaan tersebut lebih kurang mirip dengan dakwaan Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf. Melalui dakwaan tersebut, jaksa kembali menyampaikan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Eliezer terhadap Brigadir Polisi Yosua Hutabarat dilakukan bersama Sambo. Pemuda yang belakangan lebih sering disebut Bharada E itu menyatakan siap menembak Yosua setelah dirinya mendengar cerita dari Sambo. Yang intinya menyampaikan bahwa Yosua telah melecehkan Putri saat mereka berada di Magelang, Jawa Tengah.

Usai sidang, Bharada E kembali mengutarakan duka cita dan permohonan maaf kepada keluarga Yosua. “Untuk keluarga almarhum Bang Yos, bapak, ibu, Reza, serta seluruh keluarga besar Bang Yos, saya memohon maaf. Semoga permohonan maaf saya ini dapat diterima oleh pihak keluarga,” ungkapnya. Dia mengaku sangat menyesal lantaran telah menembak Yosua hingga meninggal dunia di rumah dinas Kepala Divisi Propam Polri, Komplek Polri Duren Tiga, Jaksel pada 8 Juli lalu.

Sebagai seorang personel Polri, Bharada E menyatakan bahwa dirinya tidak bisa menolak perintah dari Sambo yang saat itu masih atasannya dengan pangkat jenderal bintang dua. “Saya hanyalah seorang anggota yang tidak memiliki kemampuan untuk menolak perintah dari seorang jenderal,” kata dia. Sebagaimana dakwaan JPU, Bharada E sempat dipanggil oleh Sambo untuk menanyakan perihal penembakan Yosua. Saat itu dengan tegas dia menjawab. “Siap komandan,” imbuh jaksa.

Usai mendengar dakwaan, Bharada E menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada kuasa hukumnya. Ronny Talapessy sebagai kuasa hukum Bharada E menyatakan, ada beberapa catatan untuk dakwaan tersebut. Namun, dia dan timnya menilai dakwaan itu sudah cermat dan tepat. “Jadi, kami putuskan untuk tidak mengajukan eksepsi,” jelasnya. Adapun terkait catatan-catatan dalam dakwaan, pihaknya akan menyampaikan dalam proses pembuktian.

Ronny tidak membantah tindakan Bharada E yang telah menembak Yosua. Namun, dia menekankan bahwa kliennya bertindak atas perintah atasan dengan latar belakang perwira tinggi bintang dua. “Ada yang namanya relasi kuasa. Bayangkan saja bharada tingkat dua berhadapan dengan jenderal,” imbuhnya. Karena itu, dia tidak kaget bila Bharada E menyatakan tidak bisa menolak perintah Sambo untuk menembak Yosua.

Selain itu, Ronny menyampaikan, kliennya tidak memiliki mens rea untuk melakukan pembunuhan berencana. Dia menilai, keterlibatan kliennya dalam peristiwa di Duren Tiga atas komando Sambo. “Perlu kami tegaskan bahwa klien saya tidak terlibat dalam perencanaan (pembunuhan Yosua),” kata dia. Hal itu bakal dia buktikan di persidangan dengan menghadirkan saksi-saksi yang meringankan bagi Bharada E.

Dalam persidangan kemarin, Ronny sempat memohon agar majelis hakim lebih dulu memeriksa saksi-saksi atas nama Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf. Namun permintaan itu ditolak. Ketua Majelis Hakim Wahyu Imam Santosa menyampaikan bahwa sesuai dengan Kita Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), saksi-saksi yang lebih dulu diperiksa oleh majelis hakim berasal dari korban. Termasuk keluarga korban.

Karena itu, Wahyu menyatakan bahwa pemeriksaan terhadap Sambo, Putri, Ricky, dan Kuat sebagai saksi untuk Bharada E tidak dilakukan dalam waktu dekat. Dia dan anggota majelis hakim meminta JPU menghadirkan 12 saksi yang berasal dari pihak Yosua. Diantaranya ada kuasa hukum Yosua, Kamaruddin Simanjuntak, kemudian Samuel Hutabarat dan Rosti Simanjuntak sebagai ayah dan ibu Yosua. Selain itu, kekasih Yosua, Vera Maretha Simanjuntak pun akan diperiksa sebagai saksi.

Lantaran sebagian besar diantara mereka berdomisili di Jambi, majelis hakim memberikan opsi untuk melaksanakan sidang secara dalam jaringan (daring). Kecuali saksi-saksi yang bisa hadir di PN Jaksel, mereka siap memfasilitasi pemeriksaan secara daring. “Supaya persidangan ini berjalan cepat, sederhana dan murah asasnya,” beber Wahyu. Dia pun memberi waktu satu pekan kepada JPU untuk mengkomunikasikan hal tersebut.

Secara keseluruhan, sambung Wahyu, ada 61 saksi yang harus diperiksa untuk terdakwa Bharada E. Angka itu merujuk pada berita acara pemeriksaan atau BAP yang sudah diterima oleh majelis hakim. Karena itu, mereka juga menyiapkan opsi tambahan untuk memeriksa saksi bersama-sama atau sekaligus. “Nanti teknisnya kita lihat di persidangan. Satu-satu (saksi) atau periksa (saksi) bersamaan,” kata Wahyu. (syn/jpg)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/