JAKARTA- Politisi Partai Demokrat (PD) ramai-ramai mengamini protes kalangan istana terkait dengan salah satu hasil survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Network. Di survei itu, mayoritas publik (67,33 persen) disebutkan khawatir Presiden SBY tidak lagi fokus menjalankan tugas sebagai kepala negara dan pemerintahan karena terlalu sibuk mengurus partai.
Wasekjen DPP PD Ramadhan Pohan menegaskan, porsi yang diberikan SBY untuk mengurus partai hanya sedikit. “Perhatian SBY kepada Demokrat terbatas di hari libur, sedangkan untuk rakyat tidak terbatas,” kata Ramadhan.
Dia kemudian membandingkan dengan sejumlah nama pemimpin RI sebelum-sebelumnya. Yang disebutnya, antara lain, Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputri dan mantan Wapres Jusuf Kalla.
Keduanya, kata Ramadhan, saat menjabat sebagai presiden atau Wapres juga tetap aktif di partai. “Waktu itu, Ibu Mega juga ketua umum (PDIP), Pak JK waktu jadi Wapres juga ketua umum (Partai Golkar). Jadi, kalau Pak SBY mencurahkan perhatian ke partai, itu wajar. Demokrat kan juga aset negara,” tegasnya.
Pernyataan membandingkan aktivitas kepartaian presiden/Wapres terdahulu tersebut juga disinggung SBY secara langsung. Yaitu, ketika dia memberikan keterangan kepada pers di Cikeas pada 10 Februari lalu. Saat itu, ada pertemuan antara majelis tinggi yang diketuai SBY dan pimpinan DPD PD se-Indonesia.
Secara terpisah, Ketua Divisi Pusat Pengembangan Strategi dan Kebijakan DPP PD Ulil Abshar Abdalla menilai, kekhawatiran publik yang digambarkan dalam hasil survei LSI Network perlu diapresiasi. Sebab, hal itu di sisi lain menandakan bahwa rakyat peduli kepada presiden. Yaitu, dengan cara mengharapkan ketua dewan pembina PD tersebut tetap fokus pada urusan negara. “Namun, kekhawatiran seperti ini, walaupun harus diapresiasi, kurang tepat,” kata Ulil Abshar.
Menurut dia, mengurus negara dan mengurus partai bukan dua hal yang harus diperlawankan. Partai yang baik, kata dia, adalah fondasi yang diperlukan untuk memperbaiki mutu demokrasi Indonesia. “Mengurus partai juga mengurus negara. Dua-duanya bukan hal yang harus dipisahkan,” kata mantan aktivis Jaringan Islam Liberal itu.
Dia kemudian mengingatkan bahwa demokrasi yang diikuti Indonesia adalah sistem multipartai. Sesuai UUD 1945, presiden juga harus diajukan oleh partai politik. “Oleh karena itu, menceraikan presiden dari partai politik yang mengusungnya bukanlah hal yang realistis,” imbuh Ulil Abshar.
Selain itu, imbuh dia, efektivitas pemerintahan, antara lain, memerlukan dukungan politik di parlemen melalui kekuatan partai. Atas hal tersebut, kondisi partai utama penyangga pemerintahan harus selalu prima.
“Sebab, jika partai presiden bermasalah, dukungan politik presiden di parlemen juga bisa bermasalah,” ujarnya. (dyn/c6/agm/jpnn)