29 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Vaksin Nusantara Sasar Seluruh Golongan, Diklaim Tanpa Efek Samping

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Perusahaan farmasi yang bekerja sama dalam pengembangan Vaksin Nusantara, PT Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma), mengklaim Vaksin Nusantara yang digagas mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, tanpa efek samping. Vaksin Covid-19 ini juga didesain mampu menyasar seluruh golongan baik dari segi usia hingga warga yang memiliki penyakit penyerta alias komorbid.

“VAKSIN sel dendritik ini telah teruji efektif dalam keamanannya sekaligus mengeliminir efek sampingnya, serta dijamin kehalalannya. Vaksin ini menurut uji klinis memiliki kelebihan dan keunggulan dibanding vaksin impor yang saat ini masuk ke Indonesia,” kata Humas PT Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma), Raditya Mohammer Khadaffi, melalui keterangan tertulisnya, Jumat (19/2).

Raditya menjelaskan, pengembangan vaksin ini dimulai dengan transfer teknologi mutakhir sel dendritik dari AIVITA Biomedical Inc yang bermarkas di Amerika Serikat kepada Rama Pharma. Dalam pelaksanannya, vaksin nusantara juga digarap bersama para peneliti Universitas Diponegoro (Undip), dan RSUP dr. Kariadi Semarang.

Raditya membeberkan cara kerja vaksin itu akan mencari sel dendritik autolog atau komponen dari sel darah putih, yang kemudian dipaparkan dengan antigen dari Sars-Cov-2.

Nantinya, setiap orang akan diambil sampel darahnya untuk kemudian dipaparkan dengan kit vaksin yang dibentuk dari sel dendritik. Kemudian sel yang telah mengenal antigen akan diinkubasi selama 3-7 hari. Hasilnya akan diinjeksikan ke dalam tubuh kembali.

Di dalam tubuh, sel dendritik tersebut akan memicu sel-sel imun lain untuk membentuk sistem pertahanan memori terhadap Sars Cov-2. “Maka dengan teknologi sel dendritik akan mampu melawan berbagai strain virus Sars Cov-2, meskipun saat ini virus tersebut telah berevolusi menjadi lebih dari 15 strain di seluruh dunia,” jelasnya.

Untuk saat ini, Radia mengatakan pihaknya telah rampung melakukan uji klinis fase I terhadap 30 relawan dan bersiap menuju uji klinis fase II bila mendapat lampu hijau dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Menurutnya, Komisi IX DPR RI juga antusias dan mendukung pengembangan vaksin nusantara.

Raditya menargetkan dalam uji klinis tahap II akan dibutuhkan 180 relawan. Kemudian uji klinis tahap III dibutuhkan 1.600 relawan. Apabila vaksin buatan anak bangsa ini dapat diekspor, maka membutuhkan relawan hingga 30 ribu orang.

Selain itu, ia juga mengklaim bahwa pengembangan vaksin ini sepenuhnya memanfaatkan komponen bahan dari dalam negeri. Sehingga ia meminta dukungan agar pengembangan vaksin dapat berjalan lancar, sehingga mampu membantu salah satu upaya pengentasan pandemi dari Indonesia.

“Proses pengembangan vaksin ini sepenuhnya memanfaatkan sumber daya asli Indonesia. Dari sel darah Indonesia, dengan ahli peneliti dari Indonesia, dan dikomando oleh Bapak dr Terawan Agus Putranto,” ujarnya.

Kemenkes Bantu Dana Uji Klinis

Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan ikut membiayai uji klinis fase I vaksin nusantara. Vaksin tersebut diinisiasi oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto sejak akhir tahun lalu.

“Jawabannya iya, kita membiayai fase I,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes Slamet dalam acara daring, Jumat (19/2).

Namun, Slamet tak merinci berapa besaran dana yang dikucurkan Kemenkes untuk penelitian vaksin nusantara. Slamet hanya menegaskan suntikan dana itu diberikan sebagai bentuk dukungan terhadap upaya menekan penyebaran virus corona. “Seluruh penelitian ini tentu tujuannya sama, adalah kesembuhan pasien,” kata dia.

Dalam acara yang sama, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito mengatakan, sejauh ini pihaknya masih mengevaluasi data-data dari hasil uji klinis fase I yang diberikan oleh tim uji klinis vaksin nusantara beberapa hari lalu.

“Masih dievaluasi oleh Tim Direktur Registrasi untuk kelayakannya apakah segera bisa kita keluarkan protokol uji klinis fase keduanya. Karena fase pertama baru kami terima,” kata Penny.

Kemenkes juga mengevaluasi dan ikut memantau hasil uji klinis vaksin nusantara. Kemenkes masih belum bisa memastikan apakah vaksin nusantara bakal digunakan di Indonesia. Dibutuhkan rekomendasi dari Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (ITAGI)

Sejauh ini, pemerintah telah menetapkan tujuh merek vaksin yang digunakan di Indonesia, yakni vaksin produksi Bio Farma, Astra Zeneca, Sinopharm, Moderna, Novavax Inc, Pfizer Inc and BioNtech, dan Sinovac Biotech.

Anggota Tim Uji Klinis Vaksin Nusantara, Jajang Edi Prayitno, menargetkan vaksin nusantara dapat diproduksi secara massal mulai Juni 2021. Namun, kondisi itu hanya dapat tercapai bila BPOM memberikan lampu hijau untuk Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis fase II dan III dalam sebulan hingga dua bulan ke depan.

Jajang Edi Prayitno sebelumnya mengatakan, Vaksin Nusantara memiliki antibodi atau daya kekebalan tubuh yang mampu bertahan hingga seumur hidup. Nantinya vaksin akan bekerja dalam membentuk kekebalan seluler pada sel limfosit T.

“Vaksin punya dokter Terawan ini dendritik bersifat T-cells, berarti sekali suntik berlaku seumur hidup. Sehingga secara pembiayaan pun lebih menguntungkan dan tidak menguras devisa negara, karena ini diproduksi dalam negeri,” kata Jajang Edi Prayitno, Rabu (17/2).

Jajang pun menyebut pihaknya telah rampung melakukan uji klinis fase I untuk menguji keamanan vaksin dengan sasaran 30 relawan. Hasilnya menurut Jajang tidak ada efek samping berarti yang dirasakan para relawan.

IDI Ragu Antibodi Seumur Hidup

Terpisah, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta Tim Uji Klinis Vaksin Nusantara mempublikasikan hasil uji fase pertama vaksin tersebut secara transparan. Permintaan itu menyusul klaim antibodi vaksin yang digagas mantan Menteri Kesehatan Indonesia Terawan Agus Putranto mampu bertahan seumur hidup.

“Sebetulnya mampu bertahan seumur hidup itu yang mana buktinya? Karena sekarang kita ada di zaman evidence based medicine. Jangan membuat publik bingung,” kata Ketua Satgas Covid-19 IDI, Zubairi Djoerban, Jumat (19/2).

Zubairi meminta tim uji klinis Vaksin Nusantara tak mengeluarkan klaim sepihak sebelum keseluruhan uji klinis selesai. Menurutnya, semua pihak harus bersabar menunggu hasil dari uji klinis I,II, hingga III.

Hasil itu mengacu pada hasil uji keamanan dalam objek penelitian hewan dan manusia. Kemudian berlanjut pada hasil pengujian imunogenitas, khasiat atau efikasi vaksin itu sendiri untuk kemudian dievaluasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Zubairi menyebut, sejauh ini belum ada satupun pengembang vaksin virus corona di dunia yang secara gamblang sudah berani membuktikan daya jangkauan dan ketahanan antibodi vaksin usai disuntikkan ke tubuh manusia.

“Sekarang para ahli belum bisa menjawab apakah vaksin Moderna, ataupun Sinovac, Pfzier, mampu bertahan berapa lama. Apakah dua, tiga bulan, enam bulan, atau setahun belum ada yang tahu,” ujarnya.

Zubairi mengatakan klaim vaksin nusantara yang tak ada pengaruh mutasi baru virus corona juga masih belum dapat dibuktikan. Sejauh ini pihaknya belum berhasil menemukan hasil kajian data uji klinis I dalam publikasi data uji klinis global.

Zubairi mengaku tetap mengapresiasi upaya tim uji klinis vaksin nusantara dalam langkahnya memproduksi vaksin anak bangsa. Hanya saja, ia tetap meminta klaim sepihak harus berlandaskan data sehingga tidak menciptakan kegaduhan publik.

“Saya mendukung upaya eradikasi, seperti vaksin. Tapi perlihatkan kepada publik datanya, biar tak gaduh,” kata Zubairi.

Tidak Cocok Vaksinasi Massal

Epidemiolog Universitas Airlangga, Windhu Purnomo, memiliki penilaian terhadap Vaksin Nusantara.

Menurut Windhu, model Vaksin Nusantara tidak cocok untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19 massal. Metode sel dendritik yang bersifat individual itu bakal memperlambat proses vaksinasi.

Windhu menyebut pemodelan itu lantas berpotensi membuat molornya target capaian herd immunity atau kekebalan kelompok terhadap virus corona, bila vaksin itu digunakan nantinya.

“Kalau Vaksin Nusantara menggunakan sel dendritik lebih rumit dan tidak bisa dilakukan secara massal dan lebih kepada perlindungan individu, sehingga dampaknya ya lebih lama menuju herd immunity,” kata Windhu, Jumat (19/2/2021).

Berdasarkan cara kerjanya, setiap orang akan diambil sampel darahnya untuk kemudian dipaparkan dengan kit vaksin yang dibentuk dari sel dendritik. Kemudian sel yang telah mengenal antigen akan diinkubasi selama 3-7 hari. Hasilnya akan diinjeksikan ke dalam tubuh kembali.

Dengan cara kerja itu, Windhu pun menilai vaksinasi massal sulit dilakukan. Selain proses vaksinasi yang memakan waktu cukup lama, sifatnya yang individual dikhawatirkan membuat sampel dendritik setiap orang rawan tertukar.

“Sulit untuk dilakukan secara massal. Karena kalau sel dendritik milik individu A lalu ada kelalaian kemudian dimasukkan ke tubuh individu yang lain, maka bisa terjadi masalah,” kata Windhu.

Tak hanya menyoroti sisi kelemahan Vaksin Nusantara, Windhu pun menilai proses ilmiah vaksin ini kurang publikasi.

Meski Windhu mengaku telah mengetahui gagasan vaksin metode sel dendritik sedari Oktober 2020 lalu, namun ia meminta seharusnya tim uji klinis secara gamblang melaporkan dan mempublikasikan sedari pra klinik hingga perampungan uji klinis fase I.

Apalagi setelah tim vaksin nusantara mengklaim daya tahan antibodi mampu bertahan seumur hidup. Maka dengan transparansi, Windhu menilai upaya itu akan mengurangi pertanyaan dan keraguan publik terhadap hasil keamanan vaksin karya anak bangsa tersebut.

“Dan yang penting kita jangan sampai melakukan over claim, dan semua harus transparan. Tidak harus secara publik kalau mau, tetapi tetap ke kalangan ilmuwan publikasinya dijalankan,” kata Windhu.

Kendati demikian, Windhu tetap mengapresiasi upaya tim vaksin nusantara yang telah berupaya menciptakan sebuah vaksin karya anak bangsa sebagai salah satu upaya menekan laju penyebaran virus corona.

Ia pun mengingatkan publik untuk tidak perlu khawatir perihal nasib vaksin nusantara ke depannya. Karena negara memiliki Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang bakal melakukan inspeksi dan evaluasi untuk kemudian menentukan vaksin tersebut layak digunakan atau tidak.

“Kalau memang BPOM kemudian meloloskan sampai uji klinis fase III, ya bagus kita harus apresiasi, hitung-hitung tambah stok persediaan vaksin,” pungkas Windhu.

Vaksinasi Sumut 76,1 Persen

Untuk Sumatera Utara, vaksinasi Covid-19 terhadap tenaga kesehatan (nakes) masih terus berjalan. Saat ini, capaiannya sudah 54.042 nakes atau 76,1 persen dari 71.058 sasaran vaksinasi dosis 1.

“Jumlah nakes yang terdata pada vaksinasi dosis 1 sebetulnya 68.605 orang. Namun, dari jumlah itu sebanyak 14.563 nakes tunda divaksin. Artinya, 54.042 nakes yang divaksin,” ujar Jubir Satgas Penanganan Covid-19 Sumut, dr Aris Yudhariansyah, Jumat (19/2).

Dikatakan Aris, nakes yang tunda divaksin bukan karena tidak mau tetapi tidak lolos screening. Misalnya, ketika dicek tekanan darahnya ternyata tidak memenuhi syarat. Selain itu, mungkin saja ada yang terkonfirmasi positif Covid-19.

“Dari 33 kabupaten/kota yang telah melaksanakan vaksinasi dosis 1, paling banyak nakes di Medan 17.524 orang, Deliserdang 4.551 orang, Langkat 2.396 orang, Pematangsiantar 2.392 orang, dan Simalungun 2.246 orang,” ungkapnya.

Aris menuturkan, untuk jumlah nakes yang sudah disuntik vaksin dosis 2 kini jumlahnya 15.303 orang. Jumlah ini meliputi 12 daerah, yakni Medan 8.455 nakes, Deliserdang 2.141 nakes, Simalungun 1.310 nakes, Pematangsiantar 893 nakes, Binjai 785 nakes, Karo 458 nakes, Dairi 356 nakes, Tapanuli Tengah 335 nakes, Batu Bara 326 nakes, Serdang Bedagai 55 nakes, Tanjungbalai 12 nakes, dan Tapanuli Selatan 9 nakes.

Lebih lanjut Aris menuturkan, terkait kasus baru Covid-19 di Sumut masih terus bertambah. Kasus baru terkonfirmasi positif bertambah 127 orang dengan akumulasi 23.462 orang. “Kasus baru positif didapatkan dari 5 kabupaten/kota. Jumlah terbanyak dari Medan 99 orang, Gunungsitoli 13 orang, dan Deliserdang 11 orang,” bebernya.

Terkait kasus baru sembuh, sambung Aris, bertambah 115 orang dari 13 daerah dengan akumulasi 20.239 orang. Pasien Covid-19 sembuh paling banyak berasal dari Medan 56 orang, Toba 13 orang, dan Tapanuli Utara 12 orang.

Sedangkan angka kematian Covid-19, kembali bertambah 5 kasus baru di antaranya Medan 2 orang, Deliserdang 1 orang, Samosir 1 orang, dan Padang Lawas 1 orang. Dengan penambahan tersebut, akumulasinya menjadi 803 orang meninggal. “Untuk angka suspek bertambah 3 kasus baru, dan kini akumulasinya menjadi 649 orang,” paparnya Aris.

Dia menambahkan, angka penderita aktif Covid-19 Sumut saat ini berjumlah 2.420 orang. Jumlah tersebut meningkat dibanding sehari sebelumnya 2.314 orang. “Dari 2.420 penderita aktif tersebut, 549 orang isolasi di rumah sakit dan 1.833 orang isolasi mandiri,” pungkasnya. (cnn/ris)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Perusahaan farmasi yang bekerja sama dalam pengembangan Vaksin Nusantara, PT Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma), mengklaim Vaksin Nusantara yang digagas mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, tanpa efek samping. Vaksin Covid-19 ini juga didesain mampu menyasar seluruh golongan baik dari segi usia hingga warga yang memiliki penyakit penyerta alias komorbid.

“VAKSIN sel dendritik ini telah teruji efektif dalam keamanannya sekaligus mengeliminir efek sampingnya, serta dijamin kehalalannya. Vaksin ini menurut uji klinis memiliki kelebihan dan keunggulan dibanding vaksin impor yang saat ini masuk ke Indonesia,” kata Humas PT Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma), Raditya Mohammer Khadaffi, melalui keterangan tertulisnya, Jumat (19/2).

Raditya menjelaskan, pengembangan vaksin ini dimulai dengan transfer teknologi mutakhir sel dendritik dari AIVITA Biomedical Inc yang bermarkas di Amerika Serikat kepada Rama Pharma. Dalam pelaksanannya, vaksin nusantara juga digarap bersama para peneliti Universitas Diponegoro (Undip), dan RSUP dr. Kariadi Semarang.

Raditya membeberkan cara kerja vaksin itu akan mencari sel dendritik autolog atau komponen dari sel darah putih, yang kemudian dipaparkan dengan antigen dari Sars-Cov-2.

Nantinya, setiap orang akan diambil sampel darahnya untuk kemudian dipaparkan dengan kit vaksin yang dibentuk dari sel dendritik. Kemudian sel yang telah mengenal antigen akan diinkubasi selama 3-7 hari. Hasilnya akan diinjeksikan ke dalam tubuh kembali.

Di dalam tubuh, sel dendritik tersebut akan memicu sel-sel imun lain untuk membentuk sistem pertahanan memori terhadap Sars Cov-2. “Maka dengan teknologi sel dendritik akan mampu melawan berbagai strain virus Sars Cov-2, meskipun saat ini virus tersebut telah berevolusi menjadi lebih dari 15 strain di seluruh dunia,” jelasnya.

Untuk saat ini, Radia mengatakan pihaknya telah rampung melakukan uji klinis fase I terhadap 30 relawan dan bersiap menuju uji klinis fase II bila mendapat lampu hijau dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Menurutnya, Komisi IX DPR RI juga antusias dan mendukung pengembangan vaksin nusantara.

Raditya menargetkan dalam uji klinis tahap II akan dibutuhkan 180 relawan. Kemudian uji klinis tahap III dibutuhkan 1.600 relawan. Apabila vaksin buatan anak bangsa ini dapat diekspor, maka membutuhkan relawan hingga 30 ribu orang.

Selain itu, ia juga mengklaim bahwa pengembangan vaksin ini sepenuhnya memanfaatkan komponen bahan dari dalam negeri. Sehingga ia meminta dukungan agar pengembangan vaksin dapat berjalan lancar, sehingga mampu membantu salah satu upaya pengentasan pandemi dari Indonesia.

“Proses pengembangan vaksin ini sepenuhnya memanfaatkan sumber daya asli Indonesia. Dari sel darah Indonesia, dengan ahli peneliti dari Indonesia, dan dikomando oleh Bapak dr Terawan Agus Putranto,” ujarnya.

Kemenkes Bantu Dana Uji Klinis

Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengatakan ikut membiayai uji klinis fase I vaksin nusantara. Vaksin tersebut diinisiasi oleh mantan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto sejak akhir tahun lalu.

“Jawabannya iya, kita membiayai fase I,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes Slamet dalam acara daring, Jumat (19/2).

Namun, Slamet tak merinci berapa besaran dana yang dikucurkan Kemenkes untuk penelitian vaksin nusantara. Slamet hanya menegaskan suntikan dana itu diberikan sebagai bentuk dukungan terhadap upaya menekan penyebaran virus corona. “Seluruh penelitian ini tentu tujuannya sama, adalah kesembuhan pasien,” kata dia.

Dalam acara yang sama, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito mengatakan, sejauh ini pihaknya masih mengevaluasi data-data dari hasil uji klinis fase I yang diberikan oleh tim uji klinis vaksin nusantara beberapa hari lalu.

“Masih dievaluasi oleh Tim Direktur Registrasi untuk kelayakannya apakah segera bisa kita keluarkan protokol uji klinis fase keduanya. Karena fase pertama baru kami terima,” kata Penny.

Kemenkes juga mengevaluasi dan ikut memantau hasil uji klinis vaksin nusantara. Kemenkes masih belum bisa memastikan apakah vaksin nusantara bakal digunakan di Indonesia. Dibutuhkan rekomendasi dari Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional (ITAGI)

Sejauh ini, pemerintah telah menetapkan tujuh merek vaksin yang digunakan di Indonesia, yakni vaksin produksi Bio Farma, Astra Zeneca, Sinopharm, Moderna, Novavax Inc, Pfizer Inc and BioNtech, dan Sinovac Biotech.

Anggota Tim Uji Klinis Vaksin Nusantara, Jajang Edi Prayitno, menargetkan vaksin nusantara dapat diproduksi secara massal mulai Juni 2021. Namun, kondisi itu hanya dapat tercapai bila BPOM memberikan lampu hijau untuk Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) uji klinis fase II dan III dalam sebulan hingga dua bulan ke depan.

Jajang Edi Prayitno sebelumnya mengatakan, Vaksin Nusantara memiliki antibodi atau daya kekebalan tubuh yang mampu bertahan hingga seumur hidup. Nantinya vaksin akan bekerja dalam membentuk kekebalan seluler pada sel limfosit T.

“Vaksin punya dokter Terawan ini dendritik bersifat T-cells, berarti sekali suntik berlaku seumur hidup. Sehingga secara pembiayaan pun lebih menguntungkan dan tidak menguras devisa negara, karena ini diproduksi dalam negeri,” kata Jajang Edi Prayitno, Rabu (17/2).

Jajang pun menyebut pihaknya telah rampung melakukan uji klinis fase I untuk menguji keamanan vaksin dengan sasaran 30 relawan. Hasilnya menurut Jajang tidak ada efek samping berarti yang dirasakan para relawan.

IDI Ragu Antibodi Seumur Hidup

Terpisah, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) meminta Tim Uji Klinis Vaksin Nusantara mempublikasikan hasil uji fase pertama vaksin tersebut secara transparan. Permintaan itu menyusul klaim antibodi vaksin yang digagas mantan Menteri Kesehatan Indonesia Terawan Agus Putranto mampu bertahan seumur hidup.

“Sebetulnya mampu bertahan seumur hidup itu yang mana buktinya? Karena sekarang kita ada di zaman evidence based medicine. Jangan membuat publik bingung,” kata Ketua Satgas Covid-19 IDI, Zubairi Djoerban, Jumat (19/2).

Zubairi meminta tim uji klinis Vaksin Nusantara tak mengeluarkan klaim sepihak sebelum keseluruhan uji klinis selesai. Menurutnya, semua pihak harus bersabar menunggu hasil dari uji klinis I,II, hingga III.

Hasil itu mengacu pada hasil uji keamanan dalam objek penelitian hewan dan manusia. Kemudian berlanjut pada hasil pengujian imunogenitas, khasiat atau efikasi vaksin itu sendiri untuk kemudian dievaluasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).

Zubairi menyebut, sejauh ini belum ada satupun pengembang vaksin virus corona di dunia yang secara gamblang sudah berani membuktikan daya jangkauan dan ketahanan antibodi vaksin usai disuntikkan ke tubuh manusia.

“Sekarang para ahli belum bisa menjawab apakah vaksin Moderna, ataupun Sinovac, Pfzier, mampu bertahan berapa lama. Apakah dua, tiga bulan, enam bulan, atau setahun belum ada yang tahu,” ujarnya.

Zubairi mengatakan klaim vaksin nusantara yang tak ada pengaruh mutasi baru virus corona juga masih belum dapat dibuktikan. Sejauh ini pihaknya belum berhasil menemukan hasil kajian data uji klinis I dalam publikasi data uji klinis global.

Zubairi mengaku tetap mengapresiasi upaya tim uji klinis vaksin nusantara dalam langkahnya memproduksi vaksin anak bangsa. Hanya saja, ia tetap meminta klaim sepihak harus berlandaskan data sehingga tidak menciptakan kegaduhan publik.

“Saya mendukung upaya eradikasi, seperti vaksin. Tapi perlihatkan kepada publik datanya, biar tak gaduh,” kata Zubairi.

Tidak Cocok Vaksinasi Massal

Epidemiolog Universitas Airlangga, Windhu Purnomo, memiliki penilaian terhadap Vaksin Nusantara.

Menurut Windhu, model Vaksin Nusantara tidak cocok untuk pelaksanaan vaksinasi Covid-19 massal. Metode sel dendritik yang bersifat individual itu bakal memperlambat proses vaksinasi.

Windhu menyebut pemodelan itu lantas berpotensi membuat molornya target capaian herd immunity atau kekebalan kelompok terhadap virus corona, bila vaksin itu digunakan nantinya.

“Kalau Vaksin Nusantara menggunakan sel dendritik lebih rumit dan tidak bisa dilakukan secara massal dan lebih kepada perlindungan individu, sehingga dampaknya ya lebih lama menuju herd immunity,” kata Windhu, Jumat (19/2/2021).

Berdasarkan cara kerjanya, setiap orang akan diambil sampel darahnya untuk kemudian dipaparkan dengan kit vaksin yang dibentuk dari sel dendritik. Kemudian sel yang telah mengenal antigen akan diinkubasi selama 3-7 hari. Hasilnya akan diinjeksikan ke dalam tubuh kembali.

Dengan cara kerja itu, Windhu pun menilai vaksinasi massal sulit dilakukan. Selain proses vaksinasi yang memakan waktu cukup lama, sifatnya yang individual dikhawatirkan membuat sampel dendritik setiap orang rawan tertukar.

“Sulit untuk dilakukan secara massal. Karena kalau sel dendritik milik individu A lalu ada kelalaian kemudian dimasukkan ke tubuh individu yang lain, maka bisa terjadi masalah,” kata Windhu.

Tak hanya menyoroti sisi kelemahan Vaksin Nusantara, Windhu pun menilai proses ilmiah vaksin ini kurang publikasi.

Meski Windhu mengaku telah mengetahui gagasan vaksin metode sel dendritik sedari Oktober 2020 lalu, namun ia meminta seharusnya tim uji klinis secara gamblang melaporkan dan mempublikasikan sedari pra klinik hingga perampungan uji klinis fase I.

Apalagi setelah tim vaksin nusantara mengklaim daya tahan antibodi mampu bertahan seumur hidup. Maka dengan transparansi, Windhu menilai upaya itu akan mengurangi pertanyaan dan keraguan publik terhadap hasil keamanan vaksin karya anak bangsa tersebut.

“Dan yang penting kita jangan sampai melakukan over claim, dan semua harus transparan. Tidak harus secara publik kalau mau, tetapi tetap ke kalangan ilmuwan publikasinya dijalankan,” kata Windhu.

Kendati demikian, Windhu tetap mengapresiasi upaya tim vaksin nusantara yang telah berupaya menciptakan sebuah vaksin karya anak bangsa sebagai salah satu upaya menekan laju penyebaran virus corona.

Ia pun mengingatkan publik untuk tidak perlu khawatir perihal nasib vaksin nusantara ke depannya. Karena negara memiliki Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang bakal melakukan inspeksi dan evaluasi untuk kemudian menentukan vaksin tersebut layak digunakan atau tidak.

“Kalau memang BPOM kemudian meloloskan sampai uji klinis fase III, ya bagus kita harus apresiasi, hitung-hitung tambah stok persediaan vaksin,” pungkas Windhu.

Vaksinasi Sumut 76,1 Persen

Untuk Sumatera Utara, vaksinasi Covid-19 terhadap tenaga kesehatan (nakes) masih terus berjalan. Saat ini, capaiannya sudah 54.042 nakes atau 76,1 persen dari 71.058 sasaran vaksinasi dosis 1.

“Jumlah nakes yang terdata pada vaksinasi dosis 1 sebetulnya 68.605 orang. Namun, dari jumlah itu sebanyak 14.563 nakes tunda divaksin. Artinya, 54.042 nakes yang divaksin,” ujar Jubir Satgas Penanganan Covid-19 Sumut, dr Aris Yudhariansyah, Jumat (19/2).

Dikatakan Aris, nakes yang tunda divaksin bukan karena tidak mau tetapi tidak lolos screening. Misalnya, ketika dicek tekanan darahnya ternyata tidak memenuhi syarat. Selain itu, mungkin saja ada yang terkonfirmasi positif Covid-19.

“Dari 33 kabupaten/kota yang telah melaksanakan vaksinasi dosis 1, paling banyak nakes di Medan 17.524 orang, Deliserdang 4.551 orang, Langkat 2.396 orang, Pematangsiantar 2.392 orang, dan Simalungun 2.246 orang,” ungkapnya.

Aris menuturkan, untuk jumlah nakes yang sudah disuntik vaksin dosis 2 kini jumlahnya 15.303 orang. Jumlah ini meliputi 12 daerah, yakni Medan 8.455 nakes, Deliserdang 2.141 nakes, Simalungun 1.310 nakes, Pematangsiantar 893 nakes, Binjai 785 nakes, Karo 458 nakes, Dairi 356 nakes, Tapanuli Tengah 335 nakes, Batu Bara 326 nakes, Serdang Bedagai 55 nakes, Tanjungbalai 12 nakes, dan Tapanuli Selatan 9 nakes.

Lebih lanjut Aris menuturkan, terkait kasus baru Covid-19 di Sumut masih terus bertambah. Kasus baru terkonfirmasi positif bertambah 127 orang dengan akumulasi 23.462 orang. “Kasus baru positif didapatkan dari 5 kabupaten/kota. Jumlah terbanyak dari Medan 99 orang, Gunungsitoli 13 orang, dan Deliserdang 11 orang,” bebernya.

Terkait kasus baru sembuh, sambung Aris, bertambah 115 orang dari 13 daerah dengan akumulasi 20.239 orang. Pasien Covid-19 sembuh paling banyak berasal dari Medan 56 orang, Toba 13 orang, dan Tapanuli Utara 12 orang.

Sedangkan angka kematian Covid-19, kembali bertambah 5 kasus baru di antaranya Medan 2 orang, Deliserdang 1 orang, Samosir 1 orang, dan Padang Lawas 1 orang. Dengan penambahan tersebut, akumulasinya menjadi 803 orang meninggal. “Untuk angka suspek bertambah 3 kasus baru, dan kini akumulasinya menjadi 649 orang,” paparnya Aris.

Dia menambahkan, angka penderita aktif Covid-19 Sumut saat ini berjumlah 2.420 orang. Jumlah tersebut meningkat dibanding sehari sebelumnya 2.314 orang. “Dari 2.420 penderita aktif tersebut, 549 orang isolasi di rumah sakit dan 1.833 orang isolasi mandiri,” pungkasnya. (cnn/ris)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/