26.7 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Awas Manufer Oknum Penjegal

KPK Tidak Ingin Kewenangan Dipangkas dan Digantikan SP3

JAKARTA-Wacana pemangkasan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh DPR, terus mendapat tentangan dari pihak yang bersangkutan. Meski hanya merupakan pihak pelaksana Undang-Undang, lembaga antikorupsi tersebut menyatakan dengan tegas, tidak ingin kewenangannya dipangkas, terutama penindakan.
KPK juga tidak berkenan memiliki kewenangan untuk mengeluarkan Surat Pemberhentian Penyidikan Perkara (SP3). “KPK tidak ingin kewenangannya sesuai perintah UU No 30 Tahun 2002, itu dipangkas,”ujar Wakil Ketua KPK Mochammad Jasin, ketika dihubungi koran ini, kemarin (20/3).

Jasin memaparkan, saat ini kinerja KPK telah berjalan secara efektif dengan 100 persen conviction rate. Artinya, tidak ada terdakwa kasus korupsi yang ditangani KPK, diputus bebas di Pengadilan Tipikor. Sehingga, pemangkasan kewenangan penindakan tersebut justru akan menganggu kinerja KPK.

Alasan pembentukan KPK, lanjut Jasin, adalah untuk meningkatkan hasil daya guna dalam memberantas korupsi. Menurut dia, sebelum KPK berdiri, seringkali berkas kasus korupsi mengalami tahapan-tahapan yang tidak jelas. Tidak jarang, berkas-berkas perkara tersebut bolak-balik dari Kejaksaan ke Kepolisian atau sebaliknya. “Sudah P21 (berkas lengkap dan dilimpahkan ke penuntutan), belum lengkap diturunkan lagi jadi P19,”lanjutnya.

Terkait wacana diberikannya kewenangan baru berupa kewenangan menghentikan perkara (SP3), pimpinan bidang pencegahan tersebut mengungkapkan kewenangan tersebut malah berpotensi disalahgunakan oleh oknum penegak hukum yang memiliki kepentingan. SP3 bisa digunakan oknum tersebut untuk menghentikan kasus yang sebenarnya telah memiliki cukup bukti. “Atau malah sebaliknya, (SP3) bisa untuk mentersangkakan orang yang tidak cukup bukti. Masyarakat harus waspada dengan manufer penjegalan oleh oknum-oknum yang tidak setuju dengan usaha pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK,”urainya.

Jasin menambahkan, selama ini KPK sangat berhati-hati dalam menetapkan tersangka berdasarkan alat bukti yang cukup.  Sehingga, terdakwa benar-benar terbukti melakukan pidana korupsi. Karena itu, SP3 dinilai tak dibutuhkan KPK.

Sebelumnya, anggota komisi hukum DPR RI Eva Kusuma Sundari menyatakan bahwa sejumlah politisi telah membicarakan pemangkasan kewenangan KPK di bidang penindakan. Kewenangan penindakan KPK yang diatur dalam UU No 30 Tahun 2002 terlalu besar, sehingga dikhawatirkan akan disalahgunakan. Rencananya, pemangkasan kewenangan tersebut akan dilakukan dalam revisi UU KPK yang masuk dalam prioritas legislasi nasional (prolegnas) tahun ini. (ken/jpnn)

KPK Tidak Ingin Kewenangan Dipangkas dan Digantikan SP3

JAKARTA-Wacana pemangkasan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh DPR, terus mendapat tentangan dari pihak yang bersangkutan. Meski hanya merupakan pihak pelaksana Undang-Undang, lembaga antikorupsi tersebut menyatakan dengan tegas, tidak ingin kewenangannya dipangkas, terutama penindakan.
KPK juga tidak berkenan memiliki kewenangan untuk mengeluarkan Surat Pemberhentian Penyidikan Perkara (SP3). “KPK tidak ingin kewenangannya sesuai perintah UU No 30 Tahun 2002, itu dipangkas,”ujar Wakil Ketua KPK Mochammad Jasin, ketika dihubungi koran ini, kemarin (20/3).

Jasin memaparkan, saat ini kinerja KPK telah berjalan secara efektif dengan 100 persen conviction rate. Artinya, tidak ada terdakwa kasus korupsi yang ditangani KPK, diputus bebas di Pengadilan Tipikor. Sehingga, pemangkasan kewenangan penindakan tersebut justru akan menganggu kinerja KPK.

Alasan pembentukan KPK, lanjut Jasin, adalah untuk meningkatkan hasil daya guna dalam memberantas korupsi. Menurut dia, sebelum KPK berdiri, seringkali berkas kasus korupsi mengalami tahapan-tahapan yang tidak jelas. Tidak jarang, berkas-berkas perkara tersebut bolak-balik dari Kejaksaan ke Kepolisian atau sebaliknya. “Sudah P21 (berkas lengkap dan dilimpahkan ke penuntutan), belum lengkap diturunkan lagi jadi P19,”lanjutnya.

Terkait wacana diberikannya kewenangan baru berupa kewenangan menghentikan perkara (SP3), pimpinan bidang pencegahan tersebut mengungkapkan kewenangan tersebut malah berpotensi disalahgunakan oleh oknum penegak hukum yang memiliki kepentingan. SP3 bisa digunakan oknum tersebut untuk menghentikan kasus yang sebenarnya telah memiliki cukup bukti. “Atau malah sebaliknya, (SP3) bisa untuk mentersangkakan orang yang tidak cukup bukti. Masyarakat harus waspada dengan manufer penjegalan oleh oknum-oknum yang tidak setuju dengan usaha pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK,”urainya.

Jasin menambahkan, selama ini KPK sangat berhati-hati dalam menetapkan tersangka berdasarkan alat bukti yang cukup.  Sehingga, terdakwa benar-benar terbukti melakukan pidana korupsi. Karena itu, SP3 dinilai tak dibutuhkan KPK.

Sebelumnya, anggota komisi hukum DPR RI Eva Kusuma Sundari menyatakan bahwa sejumlah politisi telah membicarakan pemangkasan kewenangan KPK di bidang penindakan. Kewenangan penindakan KPK yang diatur dalam UU No 30 Tahun 2002 terlalu besar, sehingga dikhawatirkan akan disalahgunakan. Rencananya, pemangkasan kewenangan tersebut akan dilakukan dalam revisi UU KPK yang masuk dalam prioritas legislasi nasional (prolegnas) tahun ini. (ken/jpnn)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/