26 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

11.588 Jamaah Haji Tiba di Tanah Air, 14 Positif Covid, 61 Meninggal

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Agama (Kemenag) mencatat, lebih dari 11 ribu jamaah haji telah pulang ke Tanah Air. Memasuki hari ke-4 pemulangan jamaah haji, ada 14 orang yang dinyatakan positif Covid-19 dan 61 orang meninggal dunia di Tanah Suci.

Kepala Biro Humas, Data dan Informasi, Akhmad Fauzin mengatakan, jamaah haji reguler yang telah tiba di Tanah Air sebanyak 11.588 orang dan jamaah haji khusus sebanyak 1.759 orang. Fauzin menambahkan, saat ini ada 113 jamaah sakit yang dirawat. Jumlah ini terdiri atas 26 orang dirawat di RS Arab Saudi dan 87 lainnya dirawat di KKHI Makkah.

Sedangkan jamaah wafat bertambah dua orang, atas nama Ali Muksin Abdul Latif, laki-laki, 56 tahun, Nomor Paspor C65 92 839, kloter SUB 36, asal Embarkasi Surabaya, dan Seniyah Mukhidin Tirtamanggala, perempuan, 59 tahun, Nomor Paspor C68 41 891, kloter SOC 30, asal Embarkasi Solo. “Jadi, total jamaah wafat sebanyak 61 orang,” tandas Fauzin.

Sementara berdasarkan data dari Kemenag, ada 14 jamaah yang positif Covid-19 yakni 13 orang dari Suravaya dan satu dari Solo. Hal itu diketahui n

dari hasil tes PCR yang dilakukan kepada para jamaah karena menimbulkan gejala.

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Hilman Latief mengatakan, sejauh ini pemerintah belum mengeluarkan kebijakan tes antigen untuk seluruh jamaah yang pulang. Tes hanya dilakukan untuk jamaah yang sakit. “Sampai saat ini, kita belum mengeluarkan kebijakan untuk tes kepada seluruh jamaah, sebagaimana skenario dulu bahwa tes mungkin dilakukan bagi jamaah yang kedapatan sakit atau mendapatkan gejala-gejala yang memiliki indikasi sama dengan Covid,” kata Hilman kepada wartawan, Rabu (20/7).

“Selama jamaah itu sehat walafiat dan segar bugar, kita tidak melakukan tes hingga saat ini,” sambungnya.

Hilman menjelaskan, ketika tiba di Indonesia, tidak semua embarkasi juga melakukan tes antigen terhadap seluruh jamaah haji. Meski demikian, sudah ada edaran dari Kementerian Kesehatan bahwa agar jamaah yang sudah sampai ke Indonesia dapat mengontrol kesehatan dirinya.

Memang tidak ada karantina, namun selama 21 hari mereka tetap dapat mamantau perkembangan kesehatannya sendiri. “Bila ada gejala-gejala, langsung bisa ke tenaga kesehatan,” ujar Hilman.

Hilman melihat pola interaksi jamaah Indonesia selama di Arab Saudi juga menjadi bagian dari partisipasi mereka dalam menjaga kesehatan. Mereka berkumpul hanya dengan sesama jemaah, jarang berkumpul secara langsung dengan komunitas lain di Saudi.

Saat naik bus maupun beribadah, mereka juga bergerak bersama kelompoknya. Selama di hotel juga relatif membatasi diri untuk berinteraksi dengan yang lain. “Ini yang mungkin, meski tidak kita desainkan bubble system, tapi seperti bubble system. Karena yang jelas, dari situlah kehati-hatian tetapi perlu kita tetap tegakkan,” ujarnya.

Hilman juga melihat negara lain yang mengirimkan jamaah haji pun menerapkan sistem dan protokol kesehatan yang sama. “Jadi, insya Allah, ikhtiar ini bisa membatasi orang yang kena Covid,” katanya.

Meski sudah ada 14 jamaah haji positif Covid-19, belum ada skrining bagi jamaah haji yang saat ini masih berada di Arab Saudi. “Sebagaimana skenario dulu, tes dilakukan bagi jamaah yang kedapatan sakit atau mendapatkan gejala-gejala atau indikasi sama dengan Covid-19,” kata Hilman Latief.

Pihaknya meminta jamaah untuk tetap disiplin protokol kesehatan seperti menggunakan masker.

 

Wajib Antigen

Sementara, Kepala Pusat Kesehatan (Kapuskes) Haji Kementerian Kesehatan Budi Sylvana memastikan, semua jamaah yang baru tiba di Indonesia bakal menjalani tes antigen sebelum kembali ke kota masing-masing. Tes antigen adalah bagian dari skrining kesehatan terhadap jamaah haji setibanya di Indonesia. “Semua jamaah screening antigen setibanya di Tanah Air, serta isolasi mandiri bagi yang positif,” ucap Budi, Rabu (20/7).

Budi mengatakan, skrining berupa tes antigen dan pengecekan suhu tubuh merupakan cara regulator mencegah penularan penyakit menular termasuk Covid-19. Sebab, tak bisa dipungkiri, jamaah haji berkumpul bersama jamaah haji dari belahan bumi lain selama di Mekkah, Arab Saudi. “Screening dilakukan kepada jamaah yang tiba di debarkasi. Screening dilakukan untuk keselamatan diri jamaah dan keluarga serta masyarakat, sebagai bentuk kewaspadaan dan pengendalian Covid-19 di Indonesia,” ucap dia.

Budi mengatakan, pencegahan ini bukan hanya dilakukan setibanya di Indonesia. Pencegahan ini sudah dilakukan sejak jamaah haji masih berada di Arab Saudi dengan mengimbau penggunaan masker. Selain tes antigen, jamaah juga akan mendapat vaksinasi dosis ketiga sebagai penguat (booster) setelah menjalani pemeriksaan kesehatan dan dianggap layak mendapat vaksinasi.

Apalagi, saat ini, vaksin dosis ketiga sudah menjadi syarat masuk mal dan perkantoran, hingga syarat perjalanan menggunakan pesawat udara, kapal laut, dan kereta api antarkota. “Pencegahan Covid-19 dilakukan melalui tetap prokes selama berhaji, dan jangan lepas masker. Booster dilakukan untuk memperkuat status kekebalan jamaah terhadap Covid-19,” ujar dia.

Sebelumnya diberitakan, pemerintah menyatakan para jamaah haji tidak akan melalui karantina terpusat, dengan catatan tetap dilakukan pengawasan kesehatan selama 21 hari di rumah masing-masing setelah pulang dari Tanah Suci. Jamaah akan dibagikan Kartu Kewaspadaan Kesehatan Jemaah haji/K3JH untuk dilakukan pengawasan oleh dinas kesehatan (dinkes) setempat. Jika merasa sakit, jamaah harus segera memeriksakan diri ke faskes-faskes terdekat.

Sebelum kembali ke rumah, jamaah haji melalui skrining kesehatan yang meliputi pengecekan suhu dengan thermal scanner dan thermal gun, serta melakukan observasi terhadap jemaah di debarkasi untuk melihat tanda dan gejala penyakit. Jika terdapat jamaah dengan gejala demam atau menunjukkan kemungkinan penyakit menular, jamaah perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut melalui tes PCR. Apabila hasil reagen menunjukkan reaktif, akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Sebelumnya, Ahli Epidemiologi Griffith University Australia Dicky Budiman menyarankan, jamaah haji melakukan karantina mandiri selama 5 hari di rumah sepulangnya dari Tanah Suci Mekkah, Arab Saudi. Dia beranggapan, karantina ini dibutuhkan untuk mencegah penularan penyakit menular, termasuk Covid-19.

Karantina dilakukan secara mandiri sesuai dengan kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang memperbolehkan jamaah langsung pulang ke rumah tanpa karantina terpusat. Kemenkes juga mengimbau jamaah untuk melakukan observasi selama 21 ke depan. “Yang bersangkutan ini karantina. Tidak usah sampai 2 minggu, 5 hari sudah cukup dan sekaligus yang bersangkutan istirahat dulu juga,” kata Dicky.

Menurutnya, Pusat Kesehatan Haji Kemenkes perlu mengoordinasi masa karantina mandiri ini kepada para jamaah sebelum kembali ke kota masing-masing. “Diberitahu bahwa enggak boleh dulu hajatan atau apa, di rumah dulu dan meminimalisir kontak sembari puskesmas atau dinkes setempat memantau dan dilapori kondisi-kondisinya,” ucap Dicky.

Dicky berujar, karantina ini melengkapi observasi kesehatan yang dilakukan pemerintah kepada para jamaah haji setibanya di Indonesia. Observasi kesehatan itu meliputi pemeriksaan suhu dan pengecekan lainnya. Pengecekan suhu dilakukan menggunakan thermal scanner dan thermal gun, serta melakukan observasi terhadap jemaah di debarkasi untuk melihat tanda dan gejala penyakit.

Jika terdapat jamaah dengan gejala demam atau menunjukkan potensi penyakit menular, maka jemaah perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut melalui tes PCR. Apabila hasil reagen menunjukkan reaktif, maka akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. “Yang jelas mereka harus diobservasi dahulu di asrama haji. Tidak mesti berhari-hari, setidaknya 6-8 jam pertama itu disediakan tempat yang layak dengan testing. Kalau memungkinkan, PCR disediakan oleh pemerintah tentu jauh lebih baik,” ucap Dicky.

Sedangkan bagi yang positif Covid-19, jamaah harus melakukan karantina terlebih dahulu sebelum kembali ke rumah. Dicky menyebut, karantina juga harus dijalankan bagi yang bergejala maupun yang berkontak dengan penderita. Oleh karena itu dia meminta Pusat Kesehatan Haji menyiapkan rumah sakit darurat di dekat asrama haji. “Tentu harus dikelola baik karena ini bicara jemaah haji yang sudah lelah. Sehingga bila memungkinkan di setiap embarkasi atau debarkasi ada RS darurat khusus. Jadi jangan dicampur dengan yang lain karena bagaimana pun jemaah haji datang dari tempat orang berkumpul dari berbagai negara,” jelas Dicky. (jpc/kps/adz)

 

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kementerian Agama (Kemenag) mencatat, lebih dari 11 ribu jamaah haji telah pulang ke Tanah Air. Memasuki hari ke-4 pemulangan jamaah haji, ada 14 orang yang dinyatakan positif Covid-19 dan 61 orang meninggal dunia di Tanah Suci.

Kepala Biro Humas, Data dan Informasi, Akhmad Fauzin mengatakan, jamaah haji reguler yang telah tiba di Tanah Air sebanyak 11.588 orang dan jamaah haji khusus sebanyak 1.759 orang. Fauzin menambahkan, saat ini ada 113 jamaah sakit yang dirawat. Jumlah ini terdiri atas 26 orang dirawat di RS Arab Saudi dan 87 lainnya dirawat di KKHI Makkah.

Sedangkan jamaah wafat bertambah dua orang, atas nama Ali Muksin Abdul Latif, laki-laki, 56 tahun, Nomor Paspor C65 92 839, kloter SUB 36, asal Embarkasi Surabaya, dan Seniyah Mukhidin Tirtamanggala, perempuan, 59 tahun, Nomor Paspor C68 41 891, kloter SOC 30, asal Embarkasi Solo. “Jadi, total jamaah wafat sebanyak 61 orang,” tandas Fauzin.

Sementara berdasarkan data dari Kemenag, ada 14 jamaah yang positif Covid-19 yakni 13 orang dari Suravaya dan satu dari Solo. Hal itu diketahui n

dari hasil tes PCR yang dilakukan kepada para jamaah karena menimbulkan gejala.

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag, Hilman Latief mengatakan, sejauh ini pemerintah belum mengeluarkan kebijakan tes antigen untuk seluruh jamaah yang pulang. Tes hanya dilakukan untuk jamaah yang sakit. “Sampai saat ini, kita belum mengeluarkan kebijakan untuk tes kepada seluruh jamaah, sebagaimana skenario dulu bahwa tes mungkin dilakukan bagi jamaah yang kedapatan sakit atau mendapatkan gejala-gejala yang memiliki indikasi sama dengan Covid,” kata Hilman kepada wartawan, Rabu (20/7).

“Selama jamaah itu sehat walafiat dan segar bugar, kita tidak melakukan tes hingga saat ini,” sambungnya.

Hilman menjelaskan, ketika tiba di Indonesia, tidak semua embarkasi juga melakukan tes antigen terhadap seluruh jamaah haji. Meski demikian, sudah ada edaran dari Kementerian Kesehatan bahwa agar jamaah yang sudah sampai ke Indonesia dapat mengontrol kesehatan dirinya.

Memang tidak ada karantina, namun selama 21 hari mereka tetap dapat mamantau perkembangan kesehatannya sendiri. “Bila ada gejala-gejala, langsung bisa ke tenaga kesehatan,” ujar Hilman.

Hilman melihat pola interaksi jamaah Indonesia selama di Arab Saudi juga menjadi bagian dari partisipasi mereka dalam menjaga kesehatan. Mereka berkumpul hanya dengan sesama jemaah, jarang berkumpul secara langsung dengan komunitas lain di Saudi.

Saat naik bus maupun beribadah, mereka juga bergerak bersama kelompoknya. Selama di hotel juga relatif membatasi diri untuk berinteraksi dengan yang lain. “Ini yang mungkin, meski tidak kita desainkan bubble system, tapi seperti bubble system. Karena yang jelas, dari situlah kehati-hatian tetapi perlu kita tetap tegakkan,” ujarnya.

Hilman juga melihat negara lain yang mengirimkan jamaah haji pun menerapkan sistem dan protokol kesehatan yang sama. “Jadi, insya Allah, ikhtiar ini bisa membatasi orang yang kena Covid,” katanya.

Meski sudah ada 14 jamaah haji positif Covid-19, belum ada skrining bagi jamaah haji yang saat ini masih berada di Arab Saudi. “Sebagaimana skenario dulu, tes dilakukan bagi jamaah yang kedapatan sakit atau mendapatkan gejala-gejala atau indikasi sama dengan Covid-19,” kata Hilman Latief.

Pihaknya meminta jamaah untuk tetap disiplin protokol kesehatan seperti menggunakan masker.

 

Wajib Antigen

Sementara, Kepala Pusat Kesehatan (Kapuskes) Haji Kementerian Kesehatan Budi Sylvana memastikan, semua jamaah yang baru tiba di Indonesia bakal menjalani tes antigen sebelum kembali ke kota masing-masing. Tes antigen adalah bagian dari skrining kesehatan terhadap jamaah haji setibanya di Indonesia. “Semua jamaah screening antigen setibanya di Tanah Air, serta isolasi mandiri bagi yang positif,” ucap Budi, Rabu (20/7).

Budi mengatakan, skrining berupa tes antigen dan pengecekan suhu tubuh merupakan cara regulator mencegah penularan penyakit menular termasuk Covid-19. Sebab, tak bisa dipungkiri, jamaah haji berkumpul bersama jamaah haji dari belahan bumi lain selama di Mekkah, Arab Saudi. “Screening dilakukan kepada jamaah yang tiba di debarkasi. Screening dilakukan untuk keselamatan diri jamaah dan keluarga serta masyarakat, sebagai bentuk kewaspadaan dan pengendalian Covid-19 di Indonesia,” ucap dia.

Budi mengatakan, pencegahan ini bukan hanya dilakukan setibanya di Indonesia. Pencegahan ini sudah dilakukan sejak jamaah haji masih berada di Arab Saudi dengan mengimbau penggunaan masker. Selain tes antigen, jamaah juga akan mendapat vaksinasi dosis ketiga sebagai penguat (booster) setelah menjalani pemeriksaan kesehatan dan dianggap layak mendapat vaksinasi.

Apalagi, saat ini, vaksin dosis ketiga sudah menjadi syarat masuk mal dan perkantoran, hingga syarat perjalanan menggunakan pesawat udara, kapal laut, dan kereta api antarkota. “Pencegahan Covid-19 dilakukan melalui tetap prokes selama berhaji, dan jangan lepas masker. Booster dilakukan untuk memperkuat status kekebalan jamaah terhadap Covid-19,” ujar dia.

Sebelumnya diberitakan, pemerintah menyatakan para jamaah haji tidak akan melalui karantina terpusat, dengan catatan tetap dilakukan pengawasan kesehatan selama 21 hari di rumah masing-masing setelah pulang dari Tanah Suci. Jamaah akan dibagikan Kartu Kewaspadaan Kesehatan Jemaah haji/K3JH untuk dilakukan pengawasan oleh dinas kesehatan (dinkes) setempat. Jika merasa sakit, jamaah harus segera memeriksakan diri ke faskes-faskes terdekat.

Sebelum kembali ke rumah, jamaah haji melalui skrining kesehatan yang meliputi pengecekan suhu dengan thermal scanner dan thermal gun, serta melakukan observasi terhadap jemaah di debarkasi untuk melihat tanda dan gejala penyakit. Jika terdapat jamaah dengan gejala demam atau menunjukkan kemungkinan penyakit menular, jamaah perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut melalui tes PCR. Apabila hasil reagen menunjukkan reaktif, akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Sebelumnya, Ahli Epidemiologi Griffith University Australia Dicky Budiman menyarankan, jamaah haji melakukan karantina mandiri selama 5 hari di rumah sepulangnya dari Tanah Suci Mekkah, Arab Saudi. Dia beranggapan, karantina ini dibutuhkan untuk mencegah penularan penyakit menular, termasuk Covid-19.

Karantina dilakukan secara mandiri sesuai dengan kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang memperbolehkan jamaah langsung pulang ke rumah tanpa karantina terpusat. Kemenkes juga mengimbau jamaah untuk melakukan observasi selama 21 ke depan. “Yang bersangkutan ini karantina. Tidak usah sampai 2 minggu, 5 hari sudah cukup dan sekaligus yang bersangkutan istirahat dulu juga,” kata Dicky.

Menurutnya, Pusat Kesehatan Haji Kemenkes perlu mengoordinasi masa karantina mandiri ini kepada para jamaah sebelum kembali ke kota masing-masing. “Diberitahu bahwa enggak boleh dulu hajatan atau apa, di rumah dulu dan meminimalisir kontak sembari puskesmas atau dinkes setempat memantau dan dilapori kondisi-kondisinya,” ucap Dicky.

Dicky berujar, karantina ini melengkapi observasi kesehatan yang dilakukan pemerintah kepada para jamaah haji setibanya di Indonesia. Observasi kesehatan itu meliputi pemeriksaan suhu dan pengecekan lainnya. Pengecekan suhu dilakukan menggunakan thermal scanner dan thermal gun, serta melakukan observasi terhadap jemaah di debarkasi untuk melihat tanda dan gejala penyakit.

Jika terdapat jamaah dengan gejala demam atau menunjukkan potensi penyakit menular, maka jemaah perlu melakukan pemeriksaan lebih lanjut melalui tes PCR. Apabila hasil reagen menunjukkan reaktif, maka akan dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. “Yang jelas mereka harus diobservasi dahulu di asrama haji. Tidak mesti berhari-hari, setidaknya 6-8 jam pertama itu disediakan tempat yang layak dengan testing. Kalau memungkinkan, PCR disediakan oleh pemerintah tentu jauh lebih baik,” ucap Dicky.

Sedangkan bagi yang positif Covid-19, jamaah harus melakukan karantina terlebih dahulu sebelum kembali ke rumah. Dicky menyebut, karantina juga harus dijalankan bagi yang bergejala maupun yang berkontak dengan penderita. Oleh karena itu dia meminta Pusat Kesehatan Haji menyiapkan rumah sakit darurat di dekat asrama haji. “Tentu harus dikelola baik karena ini bicara jemaah haji yang sudah lelah. Sehingga bila memungkinkan di setiap embarkasi atau debarkasi ada RS darurat khusus. Jadi jangan dicampur dengan yang lain karena bagaimana pun jemaah haji datang dari tempat orang berkumpul dari berbagai negara,” jelas Dicky. (jpc/kps/adz)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/