JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Polda Metro Jaya dan Polres Metro Bekasi mengungkap kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) yang menjual organ ginjal di Kamboja. Dalam kasus ini, tim Polda Metro Jaya telah menetapkan 12 tersangka, salah satunya polisi dan pegawai Imigrasi.
KAPOLDA Metro Jaya Irjen Karyoto mengatakan, hingga saat ini tim telah menahan sebanyak 12 tersangka, di mana 9 tersangka merupakan sindikat dalam negeri yang berperan dalam merekrut, menampung, mengurus perjalan korban
dan lain sebagainya. Selain itu, ada satu tersangka yang berperan sebagai penghubung korban dengan rumah sakit di Kamboja. “Dua tersangka di luar sindikat, yaitu oknum instansi Polri ada,” kata Karyoto, kemarin (20/7).
Terkait keterlibatan Polri, Karyoto mengatakan, pihaknya akan terus melakukan pengembangan. Termasuk, bagaimana oknum tersebut meloloskan korban sampai ke luar negeri. “Dalam pengembangan terhadap siapa pihak yang terlibat nanti, kita akan terus membuka, bagaimana proses terjadinya perekrutan, mencari korban, kemudian membawa korban dan meloloskan korban sehingga sampai ke luar negeri, ini sedang kita dalami,” jelasnya.
Sementara Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi mengungkapkan, dua orang di luar sindikat penjualan ginjal ke Kamboja, merupakan dari Polri dan Imigrasi. Keduanya diketahui menerima sejumlah uang dari sindikat penjualan organ ginjal. “Dua tersangka ini bukan termasuk bagian dari dalam sindikat yaitu oknum anggota Polri Aipda M,” kata Hengki.
Hengki menyebut, Aipda M menerima sejumlah uang dari sindikat TPPO penjualan ginjal ke Kamboja. Dalam kasus ini, Aipda M menjanjikan seolah-olah bisa mengurus agar kasus tersangka tidak dilanjutkan. “Yang bersangkutan menerima uang sejumlah Rp612 juta, ini menipu pelaku-pelaku menyatakan yang bersangkutan bisa urus agar tidak dilanjutkan kasusnya,” katanya.
Mantan Kapolrestro Jakarta Pusat itu menjelaskan Aipda M merintangi penyidik yang melakukan penyelidikan terkait kasus TPPO penjualan ginjal di Kabupaten Bekasi. Aipda M menyuruh sindikat penjualan ginjal untuk menghilangkan barang bukti agar tidak terlacak kepolisian.
“Ya ini anggota yang berusaha mencegah, merintangi baik langsung maupun tidak langsung proses penyidikan yang dilakukan oleh tim gabungan dengan cara menyuruh membuang Handphone, berpindah-pindah tempat yang pada intinya menghindari pengejaran pihak kepolisian.
Selain Aipda M, seorang petugas imigrasi juga ditangkap terkait kasus ini. Bahkan, petugas Imigrasi berinisial AH telah ditetapkan sebagai tersangka karena penyalahgunaan wewenang. “AH ini dikenakan Pasal 2 dan Pasal 4 juncto pasal 8 UU Nomor 21 Tahun 2007 yaitu setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang jadi ancaman ditambah 1/3 isi dari pasal pokok,” jelas Hengki.
Dalam penyelidikan, AH juga diketahui menerima sejumlah uang. “Dan dalam fakta hukum yang kami temukan yang bersangkutan menerima uang Rp3,2 juta sampai Rp3,5 juta dari pendonor yang diberangkatkan dari Bekasi,” ungkapnya.
Selain itu, ada tersangka yang berperan sebagai koordinator berinisial H. Tersangka H merupakan penghubung dari Indonesia ke Kamboja. “Koordinator (di) Indonesia ini atas nama Septian. Kemudian yang khusus melayani yang di Kamboja, yang di rumah sakit, menjemput sudah kita tangkap juga atas nama Lukman,” terangnya.
Selain itu, tujuh tersangka lain berperan mengurus paspor dan akomodasi korban. “Dua tersangka ini bukan termasuk dalam bagian atas nama Aipda M, dia ini anggota berusaha mencegah, merintangi baik langsung maupun secara tidak langsung proses penyidikan oleh tim gabungan,” katanya.
Mantan Kapolrestro Jakarta Barat itu menyebut para korban donor ginjal dijanjikan imbalan Rp135 juta. Padahal dari hasil penjualan ginjal itu, pelaku memperoleh uang Rp200 juta sehingga mendapat kelebihan Rp65 juta dari pembeli ginjal. Pelaku memanfaatkan posisi rentan para korban yang umumnya kesulitan keuangan dan mengeksploitasi korban demi memperoleh keuntungan. “Pada periode akhir bulan Mei-Juni 2023, para pelaku berhasil memberangkatkan 31 orang korban untuk menjual ginjal ke Kamboja,” ungkap Hengki.
Selain itu Hengki mengungkap tersangka menggunakan sarana media sosial yakni Facebook untuk merekrut para korban yang ingin donor ginjal. “Jadi mereka merekrut dari media sosial Facebook dengan nama grup komunitas ‘Donor Ginjal Indonesia’ dan ‘Donor Ginjal Luar Negeri’,” ucapnya.
Seperti diketahui, pemerintah tengah memerangi kasus perdagangan orang yang semakin marak. Bahkan, Presiden telah membentuk Satgas untuk menangani kasus TPPO ini. Dimana Polri ditunjuk sebagai Ketua pelaksanaan satgas ini.
Dalam hal ini, Kabareskrim Polri Komjen Wahyu Widada menyatakan Polri berkomitmen dalam menindak TPPO. Polri akan menindak tegas oknum yang terlibat dalam TPPO tanpa terkecuali. Kasus TPPO menjadi perhatian bersama. Oleh karena itu, ia mengingatkan jangan ada oknum yang terlibat dalam TPPO. “Jangan sampai ada anggota-anggota yang melibatkan diri dalam perdagangan orang ini,” kata Wahyu.
Wahyu menegaskan pihaknya tidak akan tinggal diam bila menemukan ada anggotanya terlibat dalam TPPO. Oknum tersebut akan ditindak tegas. “Apabila ditemukan, kami akan melakukan tindakan sesuai aturan hukum yang berlaku tanpa terkecuali, sehingga tidak ada kejadian serupa terulang lagi ke depannya,” tutupnya.
Sementara Polri terus memberikan perhatian khusus terhadap kasus TPPO. Sesuai instruksi Presiden Jokowi kepada Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Karopenmas Divhumas Polri Brigjen Ahmad Ramadan menuturkan, penanganan kasus TPPO terus mengalami peningkatan sejak instruksi menindak tegas kasus TPPO pada 5 Juli lalu. “Ini dilakukan Satker TPPO Bareskrim beserta jajaran Polda se-Indonesia,” jelasnya.
Menurutnya, dalam rapat analisa dan evaluasi (anev) diketahui sejak 5 Juli hingga 19 Juli telah ada sebanyak 699 laporan kasus TPPO se-Indonesia. Dari seluruh laporan tersebut, kepolisian berhasil menangkap 829 tersangka. “Jumlah korban selamat juga meningkat,” paparnya.
Saat ini kepolisian mampu menyelamatkan 2.149 korban TPPO. Dia menerangkan bahwa kasus TPPO terbanyak dengan modus pekerja migran Indonesia (PMI) atau tawaran kerja di luar negeri. “ada 476 kasus modus PMI ini,” urainya.
Lalu, ada modus mempekerjakan menjadi PSK dengan 208 kasus. Untuk dua modus lainnya adalah eksploitasi anak dan modus tawaran anak buah kapal (ABK). “Modus-modus ini perlu untuk diwaspadai,”tuturnya.
Dia berharap masyarakat jangan pernah mau untuk ditawari bekerja di luar negeri dengan ilegal. Karena kondisi tersebut membuat perlindungan dan keamanan terhadap PMI menjadi lemah. “Lebih baik menggunakan jalur resmi,” tegasnya. (ygi/idr)