JAKARTA, SUMUTPOS.CO – “Sampai hari ini (kemarin, Red) tidak ada tekanan apapun, juga kepada hakim MK. Tidak ada pihak manapun juga yang melakukan intervensi. Itu juga kita ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang menjaga independensi dan imparsial MK,” kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) MK Janedjri M Ghaffar, kemarin.
Hari ini, pembacaan putusan perkara yang digugat oleh pihak pemohon, yaitu dari pasangan calon nomor urut 1 Prabowo Subianto-Hatta Rajasa dibacakan pada pukul 14.00 WIB. Dalam sidang keputusan tersebut, majelis hakim konstitusi yang terdiri dari sembilan orang hakim konstitusi secara bergantian akan membacakan amar putusan hasil dari total delapan kali sidang pemeriksaan saksi-saksi dan ahli dari pihak pemohon, pihak termohon yaitu Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan pihak terkait yaitu pasangan calon Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK).
Hingga berita ini ditulis kemarin (20/8), para hakim konstitusi yang diketuai Hamdan Zoelva tengah menggelar Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) terakhir sebelum pembacaan putusan. RPH tersebut untuk menggodok permohonan, keterangan saksi dan ahli, serta ribuan alat bukti yang diajukan oleh masing-masing pihak yang bersengketa dalam sidang sengketa tersebut.
“Sampai hari ini (kemarin, Red) majelis hakim konstitusi sedang dan terus melaukan RPH menyusun draf putusan. Besok, Kamis (hari ini, Red) agendanya tunggal, pembacaaan putusan PHPU Pilpres 2014,” kata Janedjri.
Janedjri mengungkapkan bahwa RPH kemarin untuk menuntaskan draf akhir putusan sengketa hasil Pilpres 2014 dari hasil RPH yang telah dilakukan majelis hakim konstitusi sejak sidang perdana sengketa tersebut pada 6 Agustus 2014 lalu. “Draf putusan itu bisa diselesaikan hari ini (kemarin). Apabila dalam RPH masih terdapat perbedaan, RPH akan dilangsungkan sampai besok pagi (hari ini) menjelang pembacaan putusan,” terang Janedjri.
Dia menjelaskan bahwa mekanisme pengambilan keputusan di dalam RPH tersebut, hakim konstitusi lebih mengedepankan pengambilan keputusan secara musyawarah mufakat. Namun demikian, lanjutnya, mekanisme pengambilan suara (voting) tetap disediakan jika suara bulat gagal dicapaimelalui RPH.
Dalam kasus atau kondisi tertentu, Janedjri menuturkan bahwa mekanisme voting dapat gagal mencapai suara terbanyak. “Misal satu hakim dari sembilan hakim tidak hadir atau suaranya paling berbeda dari dua pilihan yang ada. Sehingga hasil voting menghasilkan empat lawan empat. Ini pernah terjadi saat jumlah hakim konstitusi ada delapan orang saat kasus Pak Akil Mohctar,” jelasnya. Dengan kondisi demikian, dia menjelaskan bahwa suara dari ketua RPH atau ketua MK yang saat ini dipegang Hamdan amat menentukan. “Di mana suaranya berpihak, di situ dia menang,” ungkapnya.
Mekanisme pengambilan keputusan tersebut merujuk pada Pasal 45 Undang-Undang (UU) Nomor 24 Tahun 2003 tentang MK. “Itu mekanisme pengambilan putusan. Sehingga tidak berlarut-larut, berkepanjangan apalagi sampai dengan melampaui tenggat waktu,” ucap dia.
Dia juga menegaskan bahwa keputusan apapun yang dihasilkan dari RPH majelis hakim konstitusi tersebut bersifat final dan mengikat serta independen. Dia menembahkan bahwa putusan tersebut juga tidak dipengaruhi oleh hasil sidang etik penyelenggara pemilu di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) yang diputus hari ini juga pada pukul 11.00 WIB.
“MK diberikan kewenangan konstitusional dengan putusannya yang final dan mengikat. Tidak ada upaya hukum apapun terhadap putusan MK tersebut. DKPP kan mempunyai kewenangan yang berbeda dengan MK. DKPP untuk etik, MK memutus soal hukum. Tidak akan saling mempengaruhi,” tegasnya.
20 Orang Saja
Menyoal jaminan keamanan terhadap jalannya pembacaan putusan hari ini, Janedjri menegaskan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan TNI/Polri untuk menjaga ketertiban di MK. Dia juga menuturkan bahwa pihaknya juga telah membatasi jumlah pengunjung di dalam ruang sidang utama Gedung MK di lantai 2.
“Pemohon, termohon, dan pihak terkait masing-masing kita berikan jatah 20 orang untuk masuk ke ruang sidang. Sedangkan untuk pihak Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dijatah hanya lima orang. Ini sudah protap,” paparnya.
Terkait hasil sidang hari ini, kubu Prabowo-Hatta berniat untuk menggugat keputusan KPU Nomor 535/Kpts/KPU/2014 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Suara dan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2014 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) jika MK menolak gugatannya. Selain itu, Surat Edaran (SE) KPU Nomor 1449 yang memberikan wewenang kepada KPU Kabupaten/Kota untuk membuka kotak suara juga masuk dalam daftar yang akan digugat ke PTUN oleh pasangan tersebut.
Dihubungi terpisah, Direktur Lingkar Madani untuk Indonesia (LIMA) Ray Rangkuti mengatakan bahwa rencana kubu Prabowo-Hatta yang menggugat KPU pasca putusan MK dinilai janggal. Pasalnya, dalil-dalil yang diajukan pasangan calon yang diusung oleh Koalisi Merah Putih terkait kedua keputusan KPU tersebut sudah dibahas dan diputus di MK.
“Itu sama saja dengan tidak menyetujui hasil akhir di MK. Soal pembukaan kotak suara itu juga dilakukan transparan dan terbuka. Lalu ketetapan KPU mana yang melanggar?” kata Ray.
Selain itu, dia menilai bahwa MK juga tidak mempersoalkan Daftar Pemilih Tambahan Khusus (DPKTb) dari KPU. “Kalau misal DPKTb kan sudah terbukti di MK itu tidak ada masalah,” tegasnya.
Oleh karena itu, dia berspekulasi bahwa upaya hukum pasangan Prabowo-Hatta ke PTUN tersebut tidak akan mampu mengubah hasil rekapitulasi dan putusan MK yang bersifat final dan mengikat. “Silahkan saja mengugat tapi agak sulit melalui jalur ke PTUN karena dalil-dalilnya sudah dibahas di MK,” ucapnya.
Sementara itu, kuasa hukum KPU Ali Nurdin mempersilahkan kubu Prabowo-Hatta jika ingin mengajukan gugatan terhadap pihaknya ke PTUN terkait SE pembukaan kotak suara. Namun, dia menyatakan bahwa KPU tetap berpandangan bahwa apa yang dilakukannya tidak menyalahi aturan.
“Pembukaan kotak suara itu merupakan suatu kebiasaan yang sudah dilaksanakan berdasarkan kewenangan yang dimiliki oleh KPU. Kenapa? Kotak suara itu kan milik KPU, mulai dari pengadaannya, pelaksanaannya, penjagaannya, pemeliharaannya kan oleh KPU, bukan oleh yang lain. Sehingga terhadap barang milik KPU apakah itu dianggap sebagai suatu pengrusakan? Kan tidak bisa,” cecar Nurdin.
Sementara itu terkait keputusan DKPP yang akan diumumkan hari ini pukul 11.00, Ketua DKPP Jimly Asshiddiqie menjelaskan, memang ada opsi pemecatan komisioner. Namun, kepastiannya hanya bisa disampaikan pada putusan sidang. “Ya ditunggu saja,” ujarnya.
Namun, yang perlu dipahami adalah putusan DKPP ini tidak ada hubungannya dengan keputusan MK. Sebab, keduanya merupakan hal yang berbeda, DKPP melihat sisi etika dan MK soal hasil pilpres. “Jelasnya.
Saat ditanya apakah ada dampaknya pada kubu Jokowi-Jusuf Kalla, Jimly menuturkan jika pihaknya tidak bisa menjawab. Kalau DKPP tentu tidak ada hubungannya, tapi soal putusan MK berbeda. “Putusan MK, tanya MK saja. Saya sudah tidak di MK, kalau saya komentari MK nanti MK bisa jadi pemerhati DKPP lagi,” candanya.
Yang paling utama, sebenarnya putusan DKPP dan MK ini merupakan hasil akhir dari persoalan hukum dalam pilpres 2014. Tidak ada lagi persoalan hukum lain yang ditempuh. “Keputusannya final dan mengikat,” tuturnya.
Soal pansus yang rencananya akan dilakukan kubu Prabowo-Hatta, dia menjelaskan bahwa itu merupakan proses politik, tentu berbeda dengan proses hukum. “Boleh saja kalau mau menggelar pansus, tapi harus ada batasannya. Yakni, apakah masyarakat dirugikan atau tidak dengan pansus ini. Apalagi, pansus ini memakai uang rakyat,” terangnya pakar ketatanegaraan tersebut. (dod/ken/idr/jpnn/rbb)