25 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Kembali Pimpin Muhammadiyah, Haedar – Mu’ti Mampu Dinginkan Suasana Politik

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Haedar Nashir dan Abdul Mu’ti kembali terpilih untuk memimpin Muhammadiyah periode 2022 – 2027. Keduanya dinilai sebagai pasangan yang tepat. Mereka juga diyakini bisa mendinginkan suasana pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang.

PROFESOR Riset di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ahmad Najib Burhani mengatakan, terpilihanya Haedar dan Mu’ti akan melanjutkan apa yang sudah dilakukan pada tujuh tahun lalu. Keduanya akan saling melengkapi. “keduanya mempresentasikan Jakarta dan Jogjakarta,” terangnya saat ditemui di Edutorium KH Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) kemarin (20/11).

Keduanya juga mencerminkan dua pendekatan yang agak berbeda, tapi saling melengkapi. Mu’ti lebih ke arah internasionalisasi Muhammadiyah, sedangkan Haedar berperan sebagai kiai yang menaungi Muhammadiyah, yang mampu melakukan konsolidasi internal dengan baik.

Terkait dengan Pemilu yang akan digelar pada 2024 mendatang, kata Najib, pasangan Haedar dan Mu’ti mampu mendinginkan suasana politik yang mulai menghangat, sehingga tidak terjadi polarisasi, terutama di tubuh persyarikatan. Keduanya akan tetap menjaga Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah.

Selain itu, lanjut Najib, keduanya akan tetap loyal kritis terhadap pemerintah. Jadi, dalam menjaga hubungan dengan pemerintah, sikap loyal kritis akan tetap dikedepankan. “Apalagi ditambah beberapa pengurus PP yang secara intelektual bagus. Mereka yang berada di pemerintahan juga bagus,” ucapnya.

Dalam menghadapi situasi global yang suram, dia yakin Muhammadiyah bisa membantu pemerintah untuk menghadapi resesi ekonomi dunia. Hal itu belajar dari pengalaman Muhammadiyah yang betul-betul mencurahkan diri dalam membantu pemerintah mengatasi pandemi Covid-19.

Najib berpesan agar pimpinan Muhammadiyah menghadapi tantangan ekonomi, dengan menekankan pada green economy, dan digital economy. “Green economy sangat penting agar bumi kita tidak rusak. Climate change harus menjadi perhatian Muhammadiyah,” tandasnya,” tandasnya.

Sebelum penepatan Haedar sebagai ketua umum PP Muhammadiyah dan Mu’ti sebagai Sekum PP Muhammadiyah, anggota muktamar yang berjumlah 2.519 menyalurkan hak suaranya melalui e-voting pada Sabtu (19/11) malam. Setiap peserta memilih 13 nama dari 39 nama yang sebelumnya terpilih pada sidang tanwir.

Sekitar pukul 00.00, pemilihan secara elektronik itu selesai. Haedar Nashir berhasil meraih suara tertinggi, sebanyak 2.203 suara, kemudian disusul Abdul Mu’ti 2.159 suara, Anwar Abbas 1.820 suara, Busyro Muqoddas 1.778 suara, dan Hilman Latief 1.675 suara.

Selanjutnya, Minggu (20/11) kemarin, digelar rapat oleh 13 anggota PP Muhammadiyah untuk memilih ketua umum. Haedar kembali menjadi ketua umum, dan Abdul Mu’ti sebagai sekum. Semua muktamirin sepakat, dan palu diketuk sebagai tanda pengesahan ketua umum baru.

Haedar menyatakan bahwa amanah tersebut akan diemban 13 orang terpilih secara kolektif kolegial, sebagai bagian dari sistem kepemimpinan di persyarikatan. “Saya sebagai ketum posisinya hanya sejengkal didepankan dan seiinci ditinggikan, tetapi pada intinya tetap pada kolektif kolegial dan sesuai sistem persyarikatan,” tuturnya.

Dia menyampaikan, kedepannya kepemimpinan terpilih akan menjalankan program yang arahnya lebih transformatif baik untuk program secara umum, maupun bidang-bidang yang arahnya pada unggul berkemajuan terhadap segala aspek.

Pihaknya telah mensosialisasikan dan menjadikan pandangan Islam berkemajuan dalam Risalah Islam Berkemajuan yang telah ditetapkan. “Hal itu untuk mendialogkan kepada berbagai kalangan di dalam dan luar negeri agar menjadi alam pikiran yang semakin luas dan terintegrasi dengan baik di persyarikatan,” kata Haedar.

Selain itu, kata tokoh kelahiran Bandung itu, PP Muhammadiyah juga memiliki mandat untuk terus mendiskusikan mengenai isu-isu strategis keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal sesuai porsi dan bidangnya. Haedar mengatakan bahwa kepemimpinan Muhammadiyah satu mata rantai terstruktur dengan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM), Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM), Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM), dan Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM). “Maka kepemimpinan kami harus mampu memobilisasi seluruh gerak kepemimpinan secara nasional,” ungkapnya.

Ketua Panitia Pemilihan Muktamar ke-48 yang juga Ketua PP Muhammadiyah terpilih Ahmad Dahlan Rais mengatakan, komposisi 13 orang PP Muhammadiyah itu kurang ideal. Alasannya, dari 13 orang itu, yang tergolong wajah baru hanya tiga orang, yaitu Hilman Latif, Saad Ibrahim, dan Irwan Akib.

Selebihnya, kata Dahlan, adalah muka lama yang sudah masuk sebagai anggota PP Muhammadiyah. “Idealnya perpaduan senior dan junior,” ujar Dahlan. Dia menyatakan, pengurus yang terpilih berhak untuk menambah nama. Menurut aturan, kata dia, maksimal separuh dari jumlah yang terpilih. Tambahan itu maksimal enam orang.

Dia berharap, pimpinan tambahan merupakan wajah baru atau generasi yang lebih muda. Selain itu, lanjutnya, jika dilihat dari sisi kapasitas dan kemampuan, 13 orang tak ada yang berlatar belakang kesehatan. Padahal Muhammadiyah memiliki banyak rumah sakit, sehingga perlu ada pimpinan yang berlatar belakang kesehatan atau kedokteran.

Hal itu juga berlaku pada hasil Muktamar Makassar 2015. Saat itu, terpilih 13 orang, yaitu Haedar Nashir, Yunahar Ilyas, Ahmad Dahlan Rais, M. Busyro Muqoddas, Abdul Mu’ti, Anwar Abbas, Muhadjir Effendy, Syafiq A Mughni, Dadang Kahmad, Suyatno, Agung Danarto, M Goodwill Zubir, dan Hajriyanto Y. Thohari. Lalu ada panambahan pimpinan, yaitu Marpuji Ali, Bahtiar Effendy, Agus Taufiqurrohman, dan Noordjannah Djohantini.

Terpisah, Muktamar Aisyiyah juga telah menetapkan ketua umum dan sekretaris umum. Muktamar menetapkan Salmah Orbayinah sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah periode 2022-2027, dan Tri Hastuti Nur Rochimah sebagai sekretaris umum.

Dengan terpilihnya ketua umum Muhammadiyah dan Aisyiah, maka acara nasional itupun berakhir. Wakil Presiden Ma’ruf Amin secara resmi menutup muktamar yang digelar sejak 18 hingga 20 November itu. Dalam sambutannya, Ma’ruf Amin menyampaikan, pentingnya Islam berkemajuan. Menurut dia, KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, karena saat itu melihat kondisi umat Islam yang jumud. Muhammadiyah ingin memajukan umat Islam. “Maka, Islam berkemajuan menjadi nafas bagi Muhammadiyah,” terangnya.

Mantan Ketua Umum MUI itu mengatakan, kunci kemajuan adalah penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Maka, lanjut dia, pihaknya mengajak Muhammadiyah untuk menyiapkan generasi yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selain itu, lanjut Ma’ruf, semua pihak juga harus menyiapkan generasi yang menguasai ilmu agama. “Dengan ilmu pengetahun, mereka bisa menjabat berbagai persoalan yang dihadapi umat, bangsa, dan kemanusian,” ungkap tokoh asal Serang, Banten itu.

Ma’ruf juga menyinggungkan terkait krisis multidimensi akibat dampak pandemi Covid-19. Dia mengajak masyarakat untuk bangkit bersama, menjaga persatuan dan kesatuan, sehingga ekonomi Indonesia akan bangkit. (lum/jpg)

 

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Haedar Nashir dan Abdul Mu’ti kembali terpilih untuk memimpin Muhammadiyah periode 2022 – 2027. Keduanya dinilai sebagai pasangan yang tepat. Mereka juga diyakini bisa mendinginkan suasana pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang.

PROFESOR Riset di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ahmad Najib Burhani mengatakan, terpilihanya Haedar dan Mu’ti akan melanjutkan apa yang sudah dilakukan pada tujuh tahun lalu. Keduanya akan saling melengkapi. “keduanya mempresentasikan Jakarta dan Jogjakarta,” terangnya saat ditemui di Edutorium KH Ahmad Dahlan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) kemarin (20/11).

Keduanya juga mencerminkan dua pendekatan yang agak berbeda, tapi saling melengkapi. Mu’ti lebih ke arah internasionalisasi Muhammadiyah, sedangkan Haedar berperan sebagai kiai yang menaungi Muhammadiyah, yang mampu melakukan konsolidasi internal dengan baik.

Terkait dengan Pemilu yang akan digelar pada 2024 mendatang, kata Najib, pasangan Haedar dan Mu’ti mampu mendinginkan suasana politik yang mulai menghangat, sehingga tidak terjadi polarisasi, terutama di tubuh persyarikatan. Keduanya akan tetap menjaga Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah.

Selain itu, lanjut Najib, keduanya akan tetap loyal kritis terhadap pemerintah. Jadi, dalam menjaga hubungan dengan pemerintah, sikap loyal kritis akan tetap dikedepankan. “Apalagi ditambah beberapa pengurus PP yang secara intelektual bagus. Mereka yang berada di pemerintahan juga bagus,” ucapnya.

Dalam menghadapi situasi global yang suram, dia yakin Muhammadiyah bisa membantu pemerintah untuk menghadapi resesi ekonomi dunia. Hal itu belajar dari pengalaman Muhammadiyah yang betul-betul mencurahkan diri dalam membantu pemerintah mengatasi pandemi Covid-19.

Najib berpesan agar pimpinan Muhammadiyah menghadapi tantangan ekonomi, dengan menekankan pada green economy, dan digital economy. “Green economy sangat penting agar bumi kita tidak rusak. Climate change harus menjadi perhatian Muhammadiyah,” tandasnya,” tandasnya.

Sebelum penepatan Haedar sebagai ketua umum PP Muhammadiyah dan Mu’ti sebagai Sekum PP Muhammadiyah, anggota muktamar yang berjumlah 2.519 menyalurkan hak suaranya melalui e-voting pada Sabtu (19/11) malam. Setiap peserta memilih 13 nama dari 39 nama yang sebelumnya terpilih pada sidang tanwir.

Sekitar pukul 00.00, pemilihan secara elektronik itu selesai. Haedar Nashir berhasil meraih suara tertinggi, sebanyak 2.203 suara, kemudian disusul Abdul Mu’ti 2.159 suara, Anwar Abbas 1.820 suara, Busyro Muqoddas 1.778 suara, dan Hilman Latief 1.675 suara.

Selanjutnya, Minggu (20/11) kemarin, digelar rapat oleh 13 anggota PP Muhammadiyah untuk memilih ketua umum. Haedar kembali menjadi ketua umum, dan Abdul Mu’ti sebagai sekum. Semua muktamirin sepakat, dan palu diketuk sebagai tanda pengesahan ketua umum baru.

Haedar menyatakan bahwa amanah tersebut akan diemban 13 orang terpilih secara kolektif kolegial, sebagai bagian dari sistem kepemimpinan di persyarikatan. “Saya sebagai ketum posisinya hanya sejengkal didepankan dan seiinci ditinggikan, tetapi pada intinya tetap pada kolektif kolegial dan sesuai sistem persyarikatan,” tuturnya.

Dia menyampaikan, kedepannya kepemimpinan terpilih akan menjalankan program yang arahnya lebih transformatif baik untuk program secara umum, maupun bidang-bidang yang arahnya pada unggul berkemajuan terhadap segala aspek.

Pihaknya telah mensosialisasikan dan menjadikan pandangan Islam berkemajuan dalam Risalah Islam Berkemajuan yang telah ditetapkan. “Hal itu untuk mendialogkan kepada berbagai kalangan di dalam dan luar negeri agar menjadi alam pikiran yang semakin luas dan terintegrasi dengan baik di persyarikatan,” kata Haedar.

Selain itu, kata tokoh kelahiran Bandung itu, PP Muhammadiyah juga memiliki mandat untuk terus mendiskusikan mengenai isu-isu strategis keumatan, kebangsaan, dan kemanusiaan universal sesuai porsi dan bidangnya. Haedar mengatakan bahwa kepemimpinan Muhammadiyah satu mata rantai terstruktur dengan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM), Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM), Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM), dan Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM). “Maka kepemimpinan kami harus mampu memobilisasi seluruh gerak kepemimpinan secara nasional,” ungkapnya.

Ketua Panitia Pemilihan Muktamar ke-48 yang juga Ketua PP Muhammadiyah terpilih Ahmad Dahlan Rais mengatakan, komposisi 13 orang PP Muhammadiyah itu kurang ideal. Alasannya, dari 13 orang itu, yang tergolong wajah baru hanya tiga orang, yaitu Hilman Latif, Saad Ibrahim, dan Irwan Akib.

Selebihnya, kata Dahlan, adalah muka lama yang sudah masuk sebagai anggota PP Muhammadiyah. “Idealnya perpaduan senior dan junior,” ujar Dahlan. Dia menyatakan, pengurus yang terpilih berhak untuk menambah nama. Menurut aturan, kata dia, maksimal separuh dari jumlah yang terpilih. Tambahan itu maksimal enam orang.

Dia berharap, pimpinan tambahan merupakan wajah baru atau generasi yang lebih muda. Selain itu, lanjutnya, jika dilihat dari sisi kapasitas dan kemampuan, 13 orang tak ada yang berlatar belakang kesehatan. Padahal Muhammadiyah memiliki banyak rumah sakit, sehingga perlu ada pimpinan yang berlatar belakang kesehatan atau kedokteran.

Hal itu juga berlaku pada hasil Muktamar Makassar 2015. Saat itu, terpilih 13 orang, yaitu Haedar Nashir, Yunahar Ilyas, Ahmad Dahlan Rais, M. Busyro Muqoddas, Abdul Mu’ti, Anwar Abbas, Muhadjir Effendy, Syafiq A Mughni, Dadang Kahmad, Suyatno, Agung Danarto, M Goodwill Zubir, dan Hajriyanto Y. Thohari. Lalu ada panambahan pimpinan, yaitu Marpuji Ali, Bahtiar Effendy, Agus Taufiqurrohman, dan Noordjannah Djohantini.

Terpisah, Muktamar Aisyiyah juga telah menetapkan ketua umum dan sekretaris umum. Muktamar menetapkan Salmah Orbayinah sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Aisyiyah periode 2022-2027, dan Tri Hastuti Nur Rochimah sebagai sekretaris umum.

Dengan terpilihnya ketua umum Muhammadiyah dan Aisyiah, maka acara nasional itupun berakhir. Wakil Presiden Ma’ruf Amin secara resmi menutup muktamar yang digelar sejak 18 hingga 20 November itu. Dalam sambutannya, Ma’ruf Amin menyampaikan, pentingnya Islam berkemajuan. Menurut dia, KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, karena saat itu melihat kondisi umat Islam yang jumud. Muhammadiyah ingin memajukan umat Islam. “Maka, Islam berkemajuan menjadi nafas bagi Muhammadiyah,” terangnya.

Mantan Ketua Umum MUI itu mengatakan, kunci kemajuan adalah penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Maka, lanjut dia, pihaknya mengajak Muhammadiyah untuk menyiapkan generasi yang menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi.

Selain itu, lanjut Ma’ruf, semua pihak juga harus menyiapkan generasi yang menguasai ilmu agama. “Dengan ilmu pengetahun, mereka bisa menjabat berbagai persoalan yang dihadapi umat, bangsa, dan kemanusian,” ungkap tokoh asal Serang, Banten itu.

Ma’ruf juga menyinggungkan terkait krisis multidimensi akibat dampak pandemi Covid-19. Dia mengajak masyarakat untuk bangkit bersama, menjaga persatuan dan kesatuan, sehingga ekonomi Indonesia akan bangkit. (lum/jpg)

 

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/