25 C
Medan
Saturday, June 29, 2024

Jenderal Djoko Berhenti Jadi Polisi

JAKARTA-Sidang kode etik Polri untuk Irjen Djoko Susilo berpeluang besar tidak digelar. Sebab, terpidana kasus Simulator SIM itu ternyata telah mengundurkan diri dari institusi kepolisian. Jika pengunduran dirinya itu diterima, maka Djoko akan dilepas secara terhormat meski berstatusn
terpidana dengan hukuman yang berat.

Djoko Susilo//file/jawa pos/jpnn
Djoko Susilo//file/jawa pos/jpnn

“Dia (Djoko) sudah ada permohonan untuk mengundurkan diri dari anggota Polri. Beliau menyadari itu (kode etik Polri), lalu mengajukan surat,” ungkap Wakapolri Komjen Oegroseno usai Salat Jumat di Mabes polri kemarin. Menurut Oegro, surat pengunduran diri tersebut telah sampai di mejanya sejak dua bulan lalu.

Itu artinya, Djoko memutuskan mundur sekitar satu bulan setelah divonis 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat 3 September lalu. Meski sudah masuk sejak Oktober lalu, hingga saat ini petinggi Mabes Polri belum menentukan sikap mengenai pengunduran diri perwira beristri tiga itu.

Oegro menuturkan, pihaknya saat itu memang tidak langsung merespons pengunduran diri Djoko. Sebab, kala itu Djoko masih melakukan upaya banding. “Sekarang kan bandingnya hukuman diperberat, itu nanti akan jadi bahan pertimbangan,” lanjut mantan Kapolda Sumatera Utara itu.

Dalam waktu dekat, pihaknya bersama tim kode etik akan segera membahas pengunduran diri tersebut kemudian dipaparkan di hadapan Kapolri. Dari situ, baru Mabes Polri bisa mengambil sikap. Oegro memastikan tidak akan menunggu kasasi untuk memproses pengunduran diri Djoko. “Beliau menyadari proses hukum sudah seperti itu, jangan lagi digantung-gantung,” tambahnya.

Sementara itu, hingga saat ini Djoko masih menerima gajinya karena masih berstatus anggota Polri. “Hak-haknya sebagai anggota Polri masih diberikan,” terang Kadivhumas Mabes Polri Irjen Ronny F Sompie. Mabes Polri awalnya berencana memberhentikan Djoko, namun menunggu putusan bersifat incraht.

Jika pengundurannya disetujui, maka Djoko akan terhindar dari sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) alias pemecatan. Hal itu memang dimungkinkan sesuai Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.

Dalam pasal 26 disebutkan, pelanggar kode etik yang terancam di-PTDH-kan diberi kesempatan untuk mengundurkan diri sebelum pelaksanaan sidang kode etik. Pengunduran diri itu nantinya akan dipertimbangkan oleh Ankum (Atasan yang Berhak Menghukum).

Seperti diberitakan, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Djoko Susilo menjadi 18 tahun penjara. Dia juga harus membayar uang pengganti Rp32 miliar plus denda satu miliar. PT juga mencabut hak politik Djoko untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik.

Sementara terkait kasus hukumnya, hingga kemarin (20/12) Djoko Susilo belum menentukan sikapnya akan mengajukan kasasi atau tidak. Hal ini diungkapkan oleh kuasa hukum Djoko, Junifer Girsang. Dia mengatakan belum berkomunikasi dengan Djoko karena salinan putusan atas putusan banding itu belum diterima. “Saya masih belum bisa sampaikan sikap. Salinannya belum kami terima sehingga saya juga tidak bisa berandai-andai,” paparnya.

Pada bagian lain, kasus korupsi simulator SIM yang menjerat terdakwa lain, Budi Susanto mulai memasuki babak akhir. Bos PT CMMA yang menjadi pemenang tender proyek yang merugikan negara hingga Rp121 miliar tersebut.

Dalam sidang dengan agenda pembelaan tersebut, Budi Susanto menuding perkara simulator SIM kuncinya pada Dirut PT ITI, Sukotjo S Bambang. Dia yang disebut sejak awal mengatur tender proyek Simulator SIM. “Sukotjo sejak awal yang memiliki inisiatif mengikuti tender tersebut. Dia menjamin bisa mendapatkan kerjaan di Korlantas Polri,” papar Budi di Pengadilan Tipikor, kemarin.

Budi menuding Sukotjo itu dekat dengan sejumlah pejabat di Korlantas, termasuk Kombes Budi Setyadi. Kasus simulator SIM ini memang menyeret sejumlah nama. Selain Budi dan Irjen Djoko Susilo, Sukotjo dan mantan Wakakorlanntas Brigjen Didik Purnomo juga dijadikan tersangka.(byu/gun/jpnn/rbb)

JAKARTA-Sidang kode etik Polri untuk Irjen Djoko Susilo berpeluang besar tidak digelar. Sebab, terpidana kasus Simulator SIM itu ternyata telah mengundurkan diri dari institusi kepolisian. Jika pengunduran dirinya itu diterima, maka Djoko akan dilepas secara terhormat meski berstatusn
terpidana dengan hukuman yang berat.

Djoko Susilo//file/jawa pos/jpnn
Djoko Susilo//file/jawa pos/jpnn

“Dia (Djoko) sudah ada permohonan untuk mengundurkan diri dari anggota Polri. Beliau menyadari itu (kode etik Polri), lalu mengajukan surat,” ungkap Wakapolri Komjen Oegroseno usai Salat Jumat di Mabes polri kemarin. Menurut Oegro, surat pengunduran diri tersebut telah sampai di mejanya sejak dua bulan lalu.

Itu artinya, Djoko memutuskan mundur sekitar satu bulan setelah divonis 10 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat 3 September lalu. Meski sudah masuk sejak Oktober lalu, hingga saat ini petinggi Mabes Polri belum menentukan sikap mengenai pengunduran diri perwira beristri tiga itu.

Oegro menuturkan, pihaknya saat itu memang tidak langsung merespons pengunduran diri Djoko. Sebab, kala itu Djoko masih melakukan upaya banding. “Sekarang kan bandingnya hukuman diperberat, itu nanti akan jadi bahan pertimbangan,” lanjut mantan Kapolda Sumatera Utara itu.

Dalam waktu dekat, pihaknya bersama tim kode etik akan segera membahas pengunduran diri tersebut kemudian dipaparkan di hadapan Kapolri. Dari situ, baru Mabes Polri bisa mengambil sikap. Oegro memastikan tidak akan menunggu kasasi untuk memproses pengunduran diri Djoko. “Beliau menyadari proses hukum sudah seperti itu, jangan lagi digantung-gantung,” tambahnya.

Sementara itu, hingga saat ini Djoko masih menerima gajinya karena masih berstatus anggota Polri. “Hak-haknya sebagai anggota Polri masih diberikan,” terang Kadivhumas Mabes Polri Irjen Ronny F Sompie. Mabes Polri awalnya berencana memberhentikan Djoko, namun menunggu putusan bersifat incraht.

Jika pengundurannya disetujui, maka Djoko akan terhindar dari sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) alias pemecatan. Hal itu memang dimungkinkan sesuai Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.

Dalam pasal 26 disebutkan, pelanggar kode etik yang terancam di-PTDH-kan diberi kesempatan untuk mengundurkan diri sebelum pelaksanaan sidang kode etik. Pengunduran diri itu nantinya akan dipertimbangkan oleh Ankum (Atasan yang Berhak Menghukum).

Seperti diberitakan, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Djoko Susilo menjadi 18 tahun penjara. Dia juga harus membayar uang pengganti Rp32 miliar plus denda satu miliar. PT juga mencabut hak politik Djoko untuk memilih dan dipilih dalam jabatan publik.

Sementara terkait kasus hukumnya, hingga kemarin (20/12) Djoko Susilo belum menentukan sikapnya akan mengajukan kasasi atau tidak. Hal ini diungkapkan oleh kuasa hukum Djoko, Junifer Girsang. Dia mengatakan belum berkomunikasi dengan Djoko karena salinan putusan atas putusan banding itu belum diterima. “Saya masih belum bisa sampaikan sikap. Salinannya belum kami terima sehingga saya juga tidak bisa berandai-andai,” paparnya.

Pada bagian lain, kasus korupsi simulator SIM yang menjerat terdakwa lain, Budi Susanto mulai memasuki babak akhir. Bos PT CMMA yang menjadi pemenang tender proyek yang merugikan negara hingga Rp121 miliar tersebut.

Dalam sidang dengan agenda pembelaan tersebut, Budi Susanto menuding perkara simulator SIM kuncinya pada Dirut PT ITI, Sukotjo S Bambang. Dia yang disebut sejak awal mengatur tender proyek Simulator SIM. “Sukotjo sejak awal yang memiliki inisiatif mengikuti tender tersebut. Dia menjamin bisa mendapatkan kerjaan di Korlantas Polri,” papar Budi di Pengadilan Tipikor, kemarin.

Budi menuding Sukotjo itu dekat dengan sejumlah pejabat di Korlantas, termasuk Kombes Budi Setyadi. Kasus simulator SIM ini memang menyeret sejumlah nama. Selain Budi dan Irjen Djoko Susilo, Sukotjo dan mantan Wakakorlanntas Brigjen Didik Purnomo juga dijadikan tersangka.(byu/gun/jpnn/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/