JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin memiliki pandangan sendiri terkait fatwa haram penggunaan atribut natal ini. Menurutnya, fatwa merupakan pendapat hukum yang dikeluarkan oleh ahli, terhadap apa yang ditanyakan pihak yang meminta. Dengan begitu, fatwa hanya mengikat pada pihak yang meminta. Tidak bersifat universal. Sehingga, bagi mereka yang tidak meminta fatwa, tidak terikat pada fatwa tersebut.
”Berpulang pada umat Islam, apakah mengikuti ikuti fatwa atau tidak. Fatwa ‘kan bukan keputusan pengadilan. Ada baiknya ditanyakan pada yang lebih ahli,” ujarnya.
Disinggung soal sweeping yang dilakukan ormas tertentu terhadap penggunaan atribut natal, Lukman menuturkan, kegiatan ini harus dilihat dulu konteksnya. Tapi, bila menyangkut upaya pemaksaan yang dibarengi dengan ancaman atau kekerasan maka tidak dibenarkan. Dia menegaskan, yang boleh melakukan sweeping adalah aparat yang memiliki surat perintah.
”Kalau satu ormas diperbolehkan, maka yang lain akan mengikuti. Kalau begitu yang ada adalah tindakan anarkis,” tegas politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.
Hal senada disampaikan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti. ’’Sweeping itu kan perbuatan main hakim sendiri yang di dalam negara hukum tidak boleh dibiarkan terus terjadi,’’ terangnya kemarin. Muhammadiyah, tuturnya, memiliki cara yang berbeda dalam menyampaikan pendapat. Juga, mendukung setiap penegakan hukum yang dilakukan aparat.
Mengenai Fatwa MUI, menurut Mu’ti merupakan fatwa tersendiri yang tidak mengikat Muhammadiyah. ’’Tidak juga mengikat negara karena dia itu bukan lembaga negara,’’ lanjutnya. masyarakat tidak bisa menggunakan fatwa MUI sebagai alasan untuk bertindak main hakim sendiri.
Seharusnya, kehidupan keberagaman di Indonesia saat ini lebih dewasa. Maka, semua pihak harus menerima perbedaan dengan lapang dada tanpa memaksakan kehendak. Dia mengingatkan, fatwa bukan merupakan satu keputusan hukum yang mengikat negara dan seluruh umat Islam.
Muhammadiyah sendiri tidak mengeluarkan fatwa apapun berkaitan dengan atribut natal sebagaimana MUI. ’’Itu sudah sesuatu yang lama terjadi dan menjadi urusan yang (sifatnya) bagimu agamamu bagiku agamaku,’’ tambahnya. Bertoleransi tidak berarti mencampuradukkan ajaran agama. Melainkan, menghormati perbedaan keyakinan. (byu/jpg)