25.2 C
Medan
Saturday, June 22, 2024

Kerugian Karhutla Sempat Capai Rp221 T, Masih Terjadi di 2016, 2017, 2018, Namun Tak Ada Keluhan

Petugas Manggala Agni berusaha memadamkan api yang membakar hutan dan lahan gambut di Pekanbaru, Riau, Sabtu (1/8). Pemerintah Provinsi Riau terus melakukan upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), agar kebakaran hutan dan lahan tidak semakin meluas ke wilayah lainnya. ANTARA FOTO/Rony Muharrman/ed/pd/15

SUMUTPOS.CO – Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dinilai sebagai bencana paling merugikan di Indonesia. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Doni Monardo menyebutkan, pada 2015 kerugian akibat karhutla mencapai Rp221 triliun.

Menurut Doni, angka itu jauh lebih besar dibandingkan bencana tsunami yang melanda Aceh pada 2004 silam.

“Kerugian karena karhutla mencapai 16,1 miliar Dollar AS. Itu setara dengan kira-kira Rp221 triliun. Jika dibandingkan dengan data yang dikeluarkan KLHK, kerugian karena tsunami di Aceh itu 7 miliar Dollar AS. Artinya kebakaran hutan dan lahan gambut ini, luar biasa besarnya,” ungkap Doni di Kantor BNPB, Jakarta Timur, Kamis (21/2).

Mantan Danjen Kopassus tersebut, juga mengatakan, kondisi sejak 2015 ini mulai membaik. Itu terbukti dengan semakin berkurangnya karhutla dalam 3 tahun terakhir. Indikatornya tidak ada keluhan penerbangan serta pariwisata, baik dalam maupun luar negeri.

“Pada 2016, 2017, dan 2018, walaupun masih terjadi kebakaran di beberapa da- erah, tapi asapnya tidak banyak. Sehingga, tidak ada keluhan penerbangan, pariwisata, dan ekonomi berjalan baik,” tegas Doni lagi.

Karena itu, Doni mengajak seluruh komponen masyarakat bersatu untuk mencegah terjadinya karhutla di daerah-daerah yang rawan. Kepada pelaku usaha, diimbau untuk ikut membimbing masyarakat sekitarnya agar mereka meninggalkan kebiasaan membakar hutan. Jika tidak, bencana yang 99 persen disebut akibat ulah manusia itu, akan terus menerus merugikan masyarakat Indonesia sendiri.

“Kalau ini dibiarkan terus, berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk memadamkan api, belum lagi kerugian sosial dan kesehatan,” jelasnya.

Di sisi lain, dia menduga, ada oknum yang membiayai atau dengan sengaja mempekerjakan masyarakat untuk membakar hutan dan lahan. “Ini harus diberikan sanksi tegas. Hanya dengan sanksi yang tegas sesuai dengan aturan yang berlaku, untuk memberikan efek jera. Kalau tidak, setiap tahun akan berulang kembali,” kata Doni.

Adapun saat ini, status siaga diberlakukan untuk kebakaran yang tengah melanda 843 hektare lahan dan hutan di Provinsi Riau. Adapun 5 titik karhutla tersebut, antara lain di Kelurahan Terkul, dengan luas lahan yang terbakar sekitar 400 hektare, Kelurahan Pergam 360 hektare, Desa Sritanjung sekitar 80 hektare, Desa Teluklecah 50 hektare, dan Desa Kebumen sekitar 40 hektare. (jpc/saz)

Petugas Manggala Agni berusaha memadamkan api yang membakar hutan dan lahan gambut di Pekanbaru, Riau, Sabtu (1/8). Pemerintah Provinsi Riau terus melakukan upaya pemadaman kebakaran hutan dan lahan (Karhutla), agar kebakaran hutan dan lahan tidak semakin meluas ke wilayah lainnya. ANTARA FOTO/Rony Muharrman/ed/pd/15

SUMUTPOS.CO – Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) dinilai sebagai bencana paling merugikan di Indonesia. Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Letjen TNI Doni Monardo menyebutkan, pada 2015 kerugian akibat karhutla mencapai Rp221 triliun.

Menurut Doni, angka itu jauh lebih besar dibandingkan bencana tsunami yang melanda Aceh pada 2004 silam.

“Kerugian karena karhutla mencapai 16,1 miliar Dollar AS. Itu setara dengan kira-kira Rp221 triliun. Jika dibandingkan dengan data yang dikeluarkan KLHK, kerugian karena tsunami di Aceh itu 7 miliar Dollar AS. Artinya kebakaran hutan dan lahan gambut ini, luar biasa besarnya,” ungkap Doni di Kantor BNPB, Jakarta Timur, Kamis (21/2).

Mantan Danjen Kopassus tersebut, juga mengatakan, kondisi sejak 2015 ini mulai membaik. Itu terbukti dengan semakin berkurangnya karhutla dalam 3 tahun terakhir. Indikatornya tidak ada keluhan penerbangan serta pariwisata, baik dalam maupun luar negeri.

“Pada 2016, 2017, dan 2018, walaupun masih terjadi kebakaran di beberapa da- erah, tapi asapnya tidak banyak. Sehingga, tidak ada keluhan penerbangan, pariwisata, dan ekonomi berjalan baik,” tegas Doni lagi.

Karena itu, Doni mengajak seluruh komponen masyarakat bersatu untuk mencegah terjadinya karhutla di daerah-daerah yang rawan. Kepada pelaku usaha, diimbau untuk ikut membimbing masyarakat sekitarnya agar mereka meninggalkan kebiasaan membakar hutan. Jika tidak, bencana yang 99 persen disebut akibat ulah manusia itu, akan terus menerus merugikan masyarakat Indonesia sendiri.

“Kalau ini dibiarkan terus, berapa banyak biaya yang harus dikeluarkan untuk memadamkan api, belum lagi kerugian sosial dan kesehatan,” jelasnya.

Di sisi lain, dia menduga, ada oknum yang membiayai atau dengan sengaja mempekerjakan masyarakat untuk membakar hutan dan lahan. “Ini harus diberikan sanksi tegas. Hanya dengan sanksi yang tegas sesuai dengan aturan yang berlaku, untuk memberikan efek jera. Kalau tidak, setiap tahun akan berulang kembali,” kata Doni.

Adapun saat ini, status siaga diberlakukan untuk kebakaran yang tengah melanda 843 hektare lahan dan hutan di Provinsi Riau. Adapun 5 titik karhutla tersebut, antara lain di Kelurahan Terkul, dengan luas lahan yang terbakar sekitar 400 hektare, Kelurahan Pergam 360 hektare, Desa Sritanjung sekitar 80 hektare, Desa Teluklecah 50 hektare, dan Desa Kebumen sekitar 40 hektare. (jpc/saz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/