26.7 C
Medan
Sunday, May 5, 2024

Kasus Amplop Serangan Fajar Cap Jempol, Pengacara Bowo: Ada Menteri Terlibat

DIPERIKSA: Mantan politikus Partai Golkar, Bowo Sidik Pangarso saat akan menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Rabu (10/4). Kuasa hukum Bowo menyebut ada keterlibatan menteri dalam kasus ini.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kasus amplop serangan fajar yang menyeret mantan politikus Partai Golkar, Bowo Sidik Pangarso masih terus bergulir. Bahkan, Bowo sempat menyebut keterlibatan Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa dan Kalimantan DPP Partai Golkar, Nusron Wahid.

Kali ini, pernyataan mengejutkan juga datang dari pengacara Bowo, Saut Edward Rajagukguk. Dia menyebut, ada keterlibatan pembantu presiden dalam kasus 400 ribu amplop serangan fajar itu. Dia juga menyebut bahwa menteri tersebut masih aktif menjabat.

“Sumber uang untuk memenuhi Rp8 miliar yang ada di amplop itu sudah (ditanya penyidik ke Biwo). (Sumbernya) dari salah satu menteri yang sekarang ada di kabinet ini,” kata Saut Edward di gedung KPK usai mendampingi kliennya, Jakarta Selatan, Rabu (10/4).Saat ditanya nama dari Menteri itu, Saut Edward enggan membeberkannya kepada awak media. Dia juga enggan membeberkan apakah menteri itu berkaitan dengan salah satu tim pemenangan paslon capres-cawapres. “Menterinya itu masuk di TKN atau tidak, saya kurang mengetahui ya,” ucapnya.

Edward juga enggan membuka secara rinci identitas menteri yang disebutkannya tersebut. Sebab penyidik belum menggali lebih dalam. “(Asal) partai (dari menteri itu) juga belum di sebut (oleh Bowo). Kita kasih kesempatan penyidik untuk mendalami, lagi di dalami oleh KPK,” jelasnya.

Sementara kemarin (10/4), Bowo kembali menjalani penyidikan di gedung KPK. Usai diperiksa, Bowo ditanyai wartawan terkait bantahan politisi Partai Golkar Nusron Wahid yang disebutnya sebagai orang yang memerintahkan untuk menyiapkan 400 ribu amplop guna serangan fajar.

Mengrtahui bantahan Nusron tersebut, Bowo yang kini mendekam di rumah tahanan KPK memilih tidak berkomentar banyak. Dia justru menyebut bahwa rekan separtai dan sedapilnya itu merupakan sosok seorang muslim yang beriman. “Yaaaa, Nusron kan orang muslim. Dan beliau itukan seorang muslim yang beriman ya,” kata Bowo.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengungkapkan Anggota DPR RI itu diperiksa sebagai saksi terkait perkara suap kerja sama kontrak di bidang pelayaran kapal antara PT Humpuss dan PT Pupuk Indonesia. “Diperiksa sebagai saksi,” ungkap Febri melalui pesan singkat, Rabu (10/4).

Sebelumnya, Anggota DPR RI fraksi Partai Golkar, Bowo Sidik menyatakan Nusron Wahid memintanya untuk menyiapkan 400 ribu amplop. Hal itu diungkapkannya usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK. “Saya diminta oleh partai menyiapkan 400 ribu (amplop), Nusron Wahid meminta saya untuk menyiapkan 400 ribu (amplop),” kata Bowo di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (9/4).

Dari pernyataan itu Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa dan Kalimantan DPP Partai Golkar, Nusron Wahid membantah tudingan Bowo Sidik bahwa melalui dirinya memerintahkan menyiapkan amplop serangan fajar atau politik uang di Pemilu 2019.”Tidak benar (tuduhan Bowo itu),” tegas Nusron melalui pesan singkat Selasa (9/4) malam.

Dalam perkara ini diketahui, uang Rp6,5 miliar dari total duit dalam amplop itu terkait gratifikasi. Berdasarkan keterangan KPK, uang Rp6,5 miliar itu termasuk bagian dari total Rp8 miliar yang ditemukan KPK di dalam amplop. Sedangkan uang Rp1,5 miliar lainnya diduga di dapat Bowo dari Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasti.

KPK menduga Bowo telah menerima fee (jatah suap) dari PT HTK sebanyak enam kali penerimaan sejumlah Rp221 juta dan USD 85.140. Uang itu lalu diubah menjadi pecahan Rp20.000 dan Rp50.000.

Seluruh uang Rp8 miliar yang diamankan KPK itu diduga akan digunakan Bowo untuk serangan fajar di Dapil Jawa Tengah II, daerah pencalonannya sebagai caleg DPR di Pemilu 2019.

Atas perbuatannya, Bowo dikenakan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. (jpc/adz)

DIPERIKSA: Mantan politikus Partai Golkar, Bowo Sidik Pangarso saat akan menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Rabu (10/4). Kuasa hukum Bowo menyebut ada keterlibatan menteri dalam kasus ini.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kasus amplop serangan fajar yang menyeret mantan politikus Partai Golkar, Bowo Sidik Pangarso masih terus bergulir. Bahkan, Bowo sempat menyebut keterlibatan Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa dan Kalimantan DPP Partai Golkar, Nusron Wahid.

Kali ini, pernyataan mengejutkan juga datang dari pengacara Bowo, Saut Edward Rajagukguk. Dia menyebut, ada keterlibatan pembantu presiden dalam kasus 400 ribu amplop serangan fajar itu. Dia juga menyebut bahwa menteri tersebut masih aktif menjabat.

“Sumber uang untuk memenuhi Rp8 miliar yang ada di amplop itu sudah (ditanya penyidik ke Biwo). (Sumbernya) dari salah satu menteri yang sekarang ada di kabinet ini,” kata Saut Edward di gedung KPK usai mendampingi kliennya, Jakarta Selatan, Rabu (10/4).Saat ditanya nama dari Menteri itu, Saut Edward enggan membeberkannya kepada awak media. Dia juga enggan membeberkan apakah menteri itu berkaitan dengan salah satu tim pemenangan paslon capres-cawapres. “Menterinya itu masuk di TKN atau tidak, saya kurang mengetahui ya,” ucapnya.

Edward juga enggan membuka secara rinci identitas menteri yang disebutkannya tersebut. Sebab penyidik belum menggali lebih dalam. “(Asal) partai (dari menteri itu) juga belum di sebut (oleh Bowo). Kita kasih kesempatan penyidik untuk mendalami, lagi di dalami oleh KPK,” jelasnya.

Sementara kemarin (10/4), Bowo kembali menjalani penyidikan di gedung KPK. Usai diperiksa, Bowo ditanyai wartawan terkait bantahan politisi Partai Golkar Nusron Wahid yang disebutnya sebagai orang yang memerintahkan untuk menyiapkan 400 ribu amplop guna serangan fajar.

Mengrtahui bantahan Nusron tersebut, Bowo yang kini mendekam di rumah tahanan KPK memilih tidak berkomentar banyak. Dia justru menyebut bahwa rekan separtai dan sedapilnya itu merupakan sosok seorang muslim yang beriman. “Yaaaa, Nusron kan orang muslim. Dan beliau itukan seorang muslim yang beriman ya,” kata Bowo.

Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengungkapkan Anggota DPR RI itu diperiksa sebagai saksi terkait perkara suap kerja sama kontrak di bidang pelayaran kapal antara PT Humpuss dan PT Pupuk Indonesia. “Diperiksa sebagai saksi,” ungkap Febri melalui pesan singkat, Rabu (10/4).

Sebelumnya, Anggota DPR RI fraksi Partai Golkar, Bowo Sidik menyatakan Nusron Wahid memintanya untuk menyiapkan 400 ribu amplop. Hal itu diungkapkannya usai menjalani pemeriksaan oleh penyidik KPK. “Saya diminta oleh partai menyiapkan 400 ribu (amplop), Nusron Wahid meminta saya untuk menyiapkan 400 ribu (amplop),” kata Bowo di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (9/4).

Dari pernyataan itu Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Jawa dan Kalimantan DPP Partai Golkar, Nusron Wahid membantah tudingan Bowo Sidik bahwa melalui dirinya memerintahkan menyiapkan amplop serangan fajar atau politik uang di Pemilu 2019.”Tidak benar (tuduhan Bowo itu),” tegas Nusron melalui pesan singkat Selasa (9/4) malam.

Dalam perkara ini diketahui, uang Rp6,5 miliar dari total duit dalam amplop itu terkait gratifikasi. Berdasarkan keterangan KPK, uang Rp6,5 miliar itu termasuk bagian dari total Rp8 miliar yang ditemukan KPK di dalam amplop. Sedangkan uang Rp1,5 miliar lainnya diduga di dapat Bowo dari Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK) Asty Winasti.

KPK menduga Bowo telah menerima fee (jatah suap) dari PT HTK sebanyak enam kali penerimaan sejumlah Rp221 juta dan USD 85.140. Uang itu lalu diubah menjadi pecahan Rp20.000 dan Rp50.000.

Seluruh uang Rp8 miliar yang diamankan KPK itu diduga akan digunakan Bowo untuk serangan fajar di Dapil Jawa Tengah II, daerah pencalonannya sebagai caleg DPR di Pemilu 2019.

Atas perbuatannya, Bowo dikenakan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 dan/atau Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP. (jpc/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/