28 C
Medan
Monday, October 21, 2024
spot_img

Varian Baru Corona Ditemukan di Prancis, Sulit Terdeteksi PCR

SUMUTPOS.CO – Varian baru virus SARS-CoV-2 dengan nama Le Variant Breton yang ditemukan di Prancis, dikhawatirkan bisa mengelabui tes PCR. Meski demikian, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman menyatakan, mutasi virus tersebut belum masuk pada variant of interest (VOI) maupun varian of concern (VOC).

BERMASKER: Sejumlah orang memakai masker saat berjalan di alun-alun Trocadero dekat Menara Eiffel di Paris, Prancis. Varian baru virus SARS-CoV-2 dengan nama Le Variant Breton yang baru-baru ini ditemukan di Prancis, dikhawatirkan bisa mengelabui tes PCR.

GURU besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama menuturkan, mutasi virus tersebut diumumkan pada 15 Maret 2021 oleh Menteri Kesehatan Prancis Olivier Véran. Sebelumnya, dilakukan pemeriksaan sekuens genomik (genomic sequencing) pada suatu klaster infeksi di rumah sakit di Kota Lannion, Brittany, Prancis bagian Barat.

“Ada 8 pasien Covid-19 di sana yang terdeteksi membawa varian terbaru ini. Varian ini mereka beri nama Le Variant Breton. Ini masih awal, baru sekitar seminggu, jadi belum banyak dibahas,” jelas Tjandra kepada Jawa Pos, kemarin (20/3).

Para pasien itu, kata dia, ternyata memberi hasil negatif saat dites dengan tes PCR. Kasus-kasusn

tersebut baru bisa dipastikan sesudah dilakukan pemeriksaan mendalam dengan darah dan jaringan paru-parunya. “Untuk kasus-kasus di Prancis ini mereka baru dipastikan sakit sesudah dilakukan pemeriksaan mendalam darah dan bahkan jaringan paru-parunya, suatu pemeriksaan yang amat tidak mudah dilakukan,” jelas Tjandra.

Dia mengatakan, hal itu perlu menjadi perhatian. Sebab, mutasi varian baru tersebut termasuk satu di antara empat hal yang menjadi pengaruh mutasi baru virus. Yakni, dampak pada diagnosis molekuler seperti PCR, tingkat penularan (transmissibility), keparahan (severity), dan pengaruhnya terhadap efikasi vaksin.

Prof Tjandra mengatakan ini bukan pertama kalinya mutasi virus Corona menyebabkan sensitivitas tes PCR menjadi terganggu. Pada pertengahan Februari 2021 hal serupa juga terjadi di Finlandia.

“Pada pertengahan Februari 2021, Finlandia melaporkan mutasi varian ‘Fin-796H’ yang mereka temukan di ‘Helsinki-based Vita Laboratories’, yang virusnya tidak bisa terdeteksi dengan salah satu pemeriksaan PCR yang mereka biasa gunakan. Memang data dari Finlandia belum terlalu konklusif,” jelasnya.

Hingga saat ini varian baru Corona dari Prancis tersebut masih dianalisis lebih lanjut. “Kalau memang nantinya keampuhan tes PCR jadi benar-benar terganggu maka tentu dunia akan menghadapi babak baru dan tantangan cukup berat untuk mendiagnosis COVID-19,” tuturnya.

Lantas apakah sudah saatnya tes PCR dimodifikasi? Menurut Mantan Direktur WHO Asia Tenggara ini, tes PCR yang ada saat ini belum perlu untuk dimodifikasi. Pasalnya, informasi terkait varian ini masihlah sangat minim. “Sekarang tentu PCR masih gold standard dan belum perlu modifikasi apa-apa. Ini laporan awal tentang perkembangan yang ada, kita lihat dulu bagaimana perkembangannya nanti,” katanya.

Meski begitu, Prof Tjandra mengatakan, perlu dilakukan berbagai langkah antisipasi terhadap risiko mutasi virus Corona. Yakni, meningkatkan jumlah pemeriksaan whole genome sequencing, mematuhi 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan) untuk menekan penularan di masyarakat, sehingga kemungkinan virus bermutasi dapat ditekan. Dan memperketat surveilans untuk mendeteksi keadaan-keadaan khusus yang mungkin berhubungan dengan mutasi virus Corona. “Misalnya, orang yang sudah divaksin dan lalu tetap sakit, atau sakit berat pada usia muda tanpa komorbid, terjadinya klaster berat, dan lain-lain,” tutur Prof Tjandra.

Tidak Mematikan

Menurut laporan media Prancis, delapan pasien yang terinfeksi varian baru meninggal karena virus, tetapi pejabat kesehatan setempat mengatakan, hal itu tidak berarti bahwa varian virus corona ini lebih mematikan daripada jenis lainnya.

Sebab, belum ada bukti bahwa jenis virus corona baru ini lebih mudah ditularkan daripada versi SARS-CoV-2 lainnya. Kementerian kesehatan Perancis dalam rilisnya mengatakan, masih diperlukan lebih banyak studi untuk mencari tahu, apakah varian virus corona Perancis ini dapat kebal terhadap vaksin Covid-19 yang ada saat ini.

Profil genetik menunjukkan, varian virus corona Perancis ini tidak berbagi mutasi kunci dengan varian B1351 dari Afrika Selatan dan P1 dari Brasil, yang masing-masing lebih menular dan sebagian dapat menghindari kekebalan yang terbentuk oleh vaksin. Varian Covid-19 dari Brittany berada dalam kelompok strain yang sama dengan varian yang pertama kali teridentifikasi di California Selatan, Amerika Serikat.

Varian virus dalam kelompok itu disebut Clade 20C, diperkirakan merupakan seperlima dari infeksi virus corona dunia pada April 2020 lalu. Hal itu disampaikan Neststrain, pusat genomik yang melacak evolusi virus corona dari waktu ke waktu.

Varian baru virus corona yang muncul di Brittany muncul di tengah puncak infeksi gelombang Covid-19 ketiga di Perancis. Saat ini, dilaporkan rata-rata jumlah kasus Covid-19 harian di negara ini telah menjadi dua kali lipat sejak pertengahan Desember 2020. Angkanya melonjak dari kurang dari 15.000 kasus ke rekor tertinggi mendekati lebih dari 38.000 kasus positif Covid-19 pada Rabu lalu.

Akibat peningkatan kasus Covid-19 disusul dengan munculnya varian baru virus corona tersebut, Perancis mulai memberlakukan lockdown ketat untuk Kota Paris dan wilayah sekitar Ile-de-France pada hari Kamis. (jpc/kps)

SUMUTPOS.CO – Varian baru virus SARS-CoV-2 dengan nama Le Variant Breton yang ditemukan di Prancis, dikhawatirkan bisa mengelabui tes PCR. Meski demikian, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman menyatakan, mutasi virus tersebut belum masuk pada variant of interest (VOI) maupun varian of concern (VOC).

BERMASKER: Sejumlah orang memakai masker saat berjalan di alun-alun Trocadero dekat Menara Eiffel di Paris, Prancis. Varian baru virus SARS-CoV-2 dengan nama Le Variant Breton yang baru-baru ini ditemukan di Prancis, dikhawatirkan bisa mengelabui tes PCR.

GURU besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Tjandra Yoga Aditama menuturkan, mutasi virus tersebut diumumkan pada 15 Maret 2021 oleh Menteri Kesehatan Prancis Olivier Véran. Sebelumnya, dilakukan pemeriksaan sekuens genomik (genomic sequencing) pada suatu klaster infeksi di rumah sakit di Kota Lannion, Brittany, Prancis bagian Barat.

“Ada 8 pasien Covid-19 di sana yang terdeteksi membawa varian terbaru ini. Varian ini mereka beri nama Le Variant Breton. Ini masih awal, baru sekitar seminggu, jadi belum banyak dibahas,” jelas Tjandra kepada Jawa Pos, kemarin (20/3).

Para pasien itu, kata dia, ternyata memberi hasil negatif saat dites dengan tes PCR. Kasus-kasusn

tersebut baru bisa dipastikan sesudah dilakukan pemeriksaan mendalam dengan darah dan jaringan paru-parunya. “Untuk kasus-kasus di Prancis ini mereka baru dipastikan sakit sesudah dilakukan pemeriksaan mendalam darah dan bahkan jaringan paru-parunya, suatu pemeriksaan yang amat tidak mudah dilakukan,” jelas Tjandra.

Dia mengatakan, hal itu perlu menjadi perhatian. Sebab, mutasi varian baru tersebut termasuk satu di antara empat hal yang menjadi pengaruh mutasi baru virus. Yakni, dampak pada diagnosis molekuler seperti PCR, tingkat penularan (transmissibility), keparahan (severity), dan pengaruhnya terhadap efikasi vaksin.

Prof Tjandra mengatakan ini bukan pertama kalinya mutasi virus Corona menyebabkan sensitivitas tes PCR menjadi terganggu. Pada pertengahan Februari 2021 hal serupa juga terjadi di Finlandia.

“Pada pertengahan Februari 2021, Finlandia melaporkan mutasi varian ‘Fin-796H’ yang mereka temukan di ‘Helsinki-based Vita Laboratories’, yang virusnya tidak bisa terdeteksi dengan salah satu pemeriksaan PCR yang mereka biasa gunakan. Memang data dari Finlandia belum terlalu konklusif,” jelasnya.

Hingga saat ini varian baru Corona dari Prancis tersebut masih dianalisis lebih lanjut. “Kalau memang nantinya keampuhan tes PCR jadi benar-benar terganggu maka tentu dunia akan menghadapi babak baru dan tantangan cukup berat untuk mendiagnosis COVID-19,” tuturnya.

Lantas apakah sudah saatnya tes PCR dimodifikasi? Menurut Mantan Direktur WHO Asia Tenggara ini, tes PCR yang ada saat ini belum perlu untuk dimodifikasi. Pasalnya, informasi terkait varian ini masihlah sangat minim. “Sekarang tentu PCR masih gold standard dan belum perlu modifikasi apa-apa. Ini laporan awal tentang perkembangan yang ada, kita lihat dulu bagaimana perkembangannya nanti,” katanya.

Meski begitu, Prof Tjandra mengatakan, perlu dilakukan berbagai langkah antisipasi terhadap risiko mutasi virus Corona. Yakni, meningkatkan jumlah pemeriksaan whole genome sequencing, mematuhi 3M (memakai masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan) untuk menekan penularan di masyarakat, sehingga kemungkinan virus bermutasi dapat ditekan. Dan memperketat surveilans untuk mendeteksi keadaan-keadaan khusus yang mungkin berhubungan dengan mutasi virus Corona. “Misalnya, orang yang sudah divaksin dan lalu tetap sakit, atau sakit berat pada usia muda tanpa komorbid, terjadinya klaster berat, dan lain-lain,” tutur Prof Tjandra.

Tidak Mematikan

Menurut laporan media Prancis, delapan pasien yang terinfeksi varian baru meninggal karena virus, tetapi pejabat kesehatan setempat mengatakan, hal itu tidak berarti bahwa varian virus corona ini lebih mematikan daripada jenis lainnya.

Sebab, belum ada bukti bahwa jenis virus corona baru ini lebih mudah ditularkan daripada versi SARS-CoV-2 lainnya. Kementerian kesehatan Perancis dalam rilisnya mengatakan, masih diperlukan lebih banyak studi untuk mencari tahu, apakah varian virus corona Perancis ini dapat kebal terhadap vaksin Covid-19 yang ada saat ini.

Profil genetik menunjukkan, varian virus corona Perancis ini tidak berbagi mutasi kunci dengan varian B1351 dari Afrika Selatan dan P1 dari Brasil, yang masing-masing lebih menular dan sebagian dapat menghindari kekebalan yang terbentuk oleh vaksin. Varian Covid-19 dari Brittany berada dalam kelompok strain yang sama dengan varian yang pertama kali teridentifikasi di California Selatan, Amerika Serikat.

Varian virus dalam kelompok itu disebut Clade 20C, diperkirakan merupakan seperlima dari infeksi virus corona dunia pada April 2020 lalu. Hal itu disampaikan Neststrain, pusat genomik yang melacak evolusi virus corona dari waktu ke waktu.

Varian baru virus corona yang muncul di Brittany muncul di tengah puncak infeksi gelombang Covid-19 ketiga di Perancis. Saat ini, dilaporkan rata-rata jumlah kasus Covid-19 harian di negara ini telah menjadi dua kali lipat sejak pertengahan Desember 2020. Angkanya melonjak dari kurang dari 15.000 kasus ke rekor tertinggi mendekati lebih dari 38.000 kasus positif Covid-19 pada Rabu lalu.

Akibat peningkatan kasus Covid-19 disusul dengan munculnya varian baru virus corona tersebut, Perancis mulai memberlakukan lockdown ketat untuk Kota Paris dan wilayah sekitar Ile-de-France pada hari Kamis. (jpc/kps)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru