JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Pengujian laboratorium Sucofindo terhadap beras plastik yang beredar di Bekasi sudah selesai.
Hasilnya, memang terdapat senyawa kimia polyvinyl chloride yang biasa digunakan dalam pembuatan pipa PVC dan kabel listrik. Kandungan yang sama juga pernah ditemukan di krupuk dan gorengan.
“Kita menerima dua sampel yang dibawa Pemkot Bekasi masing-masing 250 gram untuk dilakukan uji laboratorium mengenai apa saja bahan yang ada di dalam beras tersebut. Dalam proses itu kami hanya mengidentifikasi ada atau tidaknya kandungan yang tidak boleh ada dalam produk pangan,” ujar Kepala Bagian Pengujian Laboratorium Sucofindo, Adizam ZN kemarin (21/5).
Sucofindo lantas melakukan screening dengan menggunakan alat spectrum infrared untuk melihat senyawa yang dicurigai. Berdasar tes tersebut ditemukan beras itu mengandung bahan pelentur plastik (plastiser) agar mudah dibentuk seperti Benzyl Butyl Phtalate (BBT), Bis 2-ethylhexyl Phtalate (DEHP) dan Diisononyl Phtalate (DNIP).”Ini tiga senyawa yang sudah dilarang di dunia internasional,” lanjutnya.
Di Eropa, kata Adizam, terdapat 17 senyawa kimia yang tidak boleh terkandung dalam produk yang dipakai manusia. Dari jumlah itu tiga diantaranya terdapat dalam beras imitasi yang ditemukan di Bekasi, Jawa Barat beberapa hari lalu.
“Di Eropa bahan itu tidak boleh ada dalam produk mainan anak. Itu untuk penggunaan luar, apalagi kalau buat dikonsumsi. Pasti dilarang,” tuturnya.
Karena alasan itu, Adizam berdalih pihaknya tidak melanjutkan pengujian untuk mengukur berapa persen komposisi bahan-bahan lain yang terkandung dalam beras berbahan plastik itu.
“Tiga senyawa itu tidak boleh ada dalam produk pangan. Sedikit pun tidak boleh jadi tidak urgent lagi untuk menghitung berapa persen komposisinya. Yang pasti dua sampel itu semua mengandung polyvinyl,” sebutnya.
Dia tidak mau berkomentar banyak mengenai proses uji laboratorium yang dilaksanakan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) maupun Kementerian Kesehatan yang membutuhkan waktu lama untuk menguji sampel itu.
“Kebetulan kami punya fasilitas yang lengkap jadi bisa lebih cepat. Pengujian kemarin (20/5) cuma empat jam, malamnya sudah laporan ke Pemkot Bekasi,” tuturnya.
Pihaknya tidak melaporkan ke pusat karena memang tidak menerima sampel beras yang dikirim BPOM atau Kemenkes.
“Kali ini klien kami adalah Pemkot Bekasi jadi kami tidak laporkan ke BPOM. Tapi selama ini BPOM sering minta kami menguji sesuatu kalau mereka tidak punya fasilitas laboratoriumnya. Alat kami memang punya standar khusus dan harganya mahal,” tukasnya.
Dengan kasus ini pihaknya berharap masyarakat lebih hati-hati dalam mengkonsumsi makanan apapun. Untuk beras, dia menyarankan untuk memeriksa secara lebih teliti sebelum dimasak.
“Kalau beras asli itu ada putih-putihnya di dalam, kalau palsu cenderung bersih. Kemudian kalau beras asli dicuci airnya keruh, sementara beras plastik tetap bening. Bisa juga dibakar kalau leleh berarti palsu,” sambungnya.
Adizam mengakui kasus pangan yang tercemar plastik bukan pertama kali ditemukan Sucofindo. Sebelumnya laboratorium Sucofindo juga menemukan kandungan plastik dalam kerupuk dan gorengan. Taktik itu biasanya diapakai supaya makanan terasa renyah.
“Entah sengaja atau tidak tapi pernah kita temukan. Mereka memasukkan minyak goreng sekaligus plastiknya ke wajan,” tandasnya. (wir/wan/byu)