JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri), gelar perkara penangkapan sejumlah warga negara asing dari sejumlah daerah, antara lain dari Medan, Sumatera Utara, di Jakarta, Senin (21/7).
“Iya, benar. Gelar perkaranya kita lakukan pada Senin. Awalnya memang kita rencanakan pada Minggu (20/7), tapi karena sesuatu dan lain hal kita tunda pada Senin,” ujar Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Pol. Ronnie F. Sompie di Jakarta.
Menurutnya, gelar perkara dilaksanakan setelah Polri berhasil menangkap 56 tersangka dari sejumlah daerah. Baik dari operasi penggerebekan yang dilakukan di lima lokasi lokasi di Medan, tiga lokasi di Bali, dua lokasi di Semarang, Jawa Tengah, satu lokasi di Pekanbaru, Riau, satu lokasi di Batam dan satu lokasi di Jakarta. Menambahkan penjelasan Ronnie, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus, Brigjen Kamil Razak, mengatakan dari 56 WNA yang berhasil ditangkap, masing-masing terdiri dari 46 pria dan 10 wanita. Dari jumlah tersebut, 31 orang di antaranya merupakan warga negara Taiwan dan sisanya warga Tiongkok.
“Berdasarkan permintaan Atase Kedubes Tiongkok di Jakarta, operasi penggebekan kita lakukan pada Sabtu 19 Juli 2014 lalu, sekitar pukul 07.00 WIB. Penggeledahan secara serentak kita lakukan di enam kota. Korbannya warga negara Tiongkok yang masih tinggal di Tiongkok,” katanya.
Untuk melancarkan aksinya, para pelaku selama di Indonesia, kata Kamil, biasanya menyewa rumah-rumah mewah yang dilengkapi fasilitas jaringan internet dengan kapasitas bandwith yang tinggi, guna menghindari penangkapan kepolisian Tiongkok. Karena itu mereka tidak segan-segan membayar uang sewa berkisar Rp30 hingga 40 juta per bulan, dan selalu berpindah-pindah tempat dalam 2-3 bulan.
Di berbagai kota di Asia Tenggara, termasuk di Indonesia. “Mereka menyasar orang-orang yang tak membayar pajak dan terlibat korupsi. Di dalam rumah ada suara print, komputer, jadi waktu pelaku menghubungi korban (lewat sambungan telepon), seolah-olah memang benar dari kantor tertentu yang menghubungi. Lalu korban mengirim uang pada pelaku,” katanya.
Modus lain, pelaku juga bertindak seolah-olah pejabat bank yang melayani permohonan kredit nasabah dan meminta nasabah memberikan dana administrasi. “Ada juga yang bertindak seperti pejabat antikorupsi yang seolah-olah menyelidik perkara korupsi, sampai korbannya memohon agar perkara tersebut tidak dilanjutkan penyidikannya, dan bersedia memberikan sejumlah uang,” ungkapnya.
Menurut Kamil, modus kejahatan diketahui setelah penyidik mengorek informasi dari para pelaku yang dalam aksinya selalu berkelompok. “Mereka berusia sekitar 20-35 tahun dan selalu berpindah setiap dua atau tiga bulan sekali,” katanya.
Saat ditanya apa saja barang bukti yang berhasil diamankan, Kamil merinci antara lain laptop, komputer dan printer. Dengan telah dilakukannya gelar perkara, maka selanjutnya para pelaku akan diserahkan ke Imigrasi untuk kemudian diserahkan ke pejabat yang berwenang dari Tiongkok. Langkah tersebut dilakukan karena penangkapan berdasarkan permintaan dari pemerintah Tiongkok, dengan korban yang. juga rata-rata warga negeri Tirai Bambu. (gir/deo)