26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Densus 88 tak Boleh Tebang Pilih, Harus Usut Tuntas Rusuh Papua

Peristiwa kerusuhan di Tolikara, Papua terjadi ketika Salat Id, Jumat (17/7) pagi.
Peristiwa kerusuhan di Tolikara, Papua terjadi ketika Salat Id, Jumat (17/7) pagi.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Ketua Umum DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Beni Pramula menyatakan, dalam banyak kasus terorisme Detasemen Khusus 88 Polri (Densus 88) kerap menjadi garda terdepan.

“Sudah selayaknya Densus 88 dan Polri berlaku adil demi tegaknya hukum yang tidak tebang pilih. Ratusan orang melakukan penyerangan tersebut, itu berarti tidak terlalu sulit bagi Densus 88 untuk mengidentifikasi pelaku. Sebab mereka sudah teruji menangkap dan membunuh teroris-teroris selama ini,” ujar Beni.

Menurut Beni, tidak adil ketika Densus 88 hanya bersikap tegas pada pelaku teror muslim. Sementara, kasus teror lain seperti Tolikara, pelaku tidak disidang dengan UU Pemberantasan Terorisme.

Densus 88 tampak tebang pilih ketika kasus Tolikara hanya diselesaikan dengan mengedepankan mediasi tanpa menangkap pelaku teror. Hal ini, menurutnya, sangat tidak adil dan menyakiti hati umat Islam.

Untuk itu, Presiden Pemuda Asian-Afrika (AAYG) berharap agar kasus ini ditangani sesegera mungkin dan tidak dibiarkan berlarut-larut. Ia juga mendesak Densus 88 menangkap semua pelaku teror, tanpa membedakan ras, suku, dan agama.

“Polri harus cepat bergerak, kesan yang ada bahwa tidak adil jika ada oknum muslim melakukan kesalahan sedikit saja langsung dikatakan radikal bahkan teroris. Namun ketika jelas-jelas ratusan orang non muslim melakukan hal demikian kepolisian terkesan lamban dan tidak tegas, seperti penyerangan terhadap muslim yang akan melaksanakan ibadah Sholat Id di Tolikara,” tandas Beni. (ian)

Peristiwa kerusuhan di Tolikara, Papua terjadi ketika Salat Id, Jumat (17/7) pagi.
Peristiwa kerusuhan di Tolikara, Papua terjadi ketika Salat Id, Jumat (17/7) pagi.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Ketua Umum DPP Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Beni Pramula menyatakan, dalam banyak kasus terorisme Detasemen Khusus 88 Polri (Densus 88) kerap menjadi garda terdepan.

“Sudah selayaknya Densus 88 dan Polri berlaku adil demi tegaknya hukum yang tidak tebang pilih. Ratusan orang melakukan penyerangan tersebut, itu berarti tidak terlalu sulit bagi Densus 88 untuk mengidentifikasi pelaku. Sebab mereka sudah teruji menangkap dan membunuh teroris-teroris selama ini,” ujar Beni.

Menurut Beni, tidak adil ketika Densus 88 hanya bersikap tegas pada pelaku teror muslim. Sementara, kasus teror lain seperti Tolikara, pelaku tidak disidang dengan UU Pemberantasan Terorisme.

Densus 88 tampak tebang pilih ketika kasus Tolikara hanya diselesaikan dengan mengedepankan mediasi tanpa menangkap pelaku teror. Hal ini, menurutnya, sangat tidak adil dan menyakiti hati umat Islam.

Untuk itu, Presiden Pemuda Asian-Afrika (AAYG) berharap agar kasus ini ditangani sesegera mungkin dan tidak dibiarkan berlarut-larut. Ia juga mendesak Densus 88 menangkap semua pelaku teror, tanpa membedakan ras, suku, dan agama.

“Polri harus cepat bergerak, kesan yang ada bahwa tidak adil jika ada oknum muslim melakukan kesalahan sedikit saja langsung dikatakan radikal bahkan teroris. Namun ketika jelas-jelas ratusan orang non muslim melakukan hal demikian kepolisian terkesan lamban dan tidak tegas, seperti penyerangan terhadap muslim yang akan melaksanakan ibadah Sholat Id di Tolikara,” tandas Beni. (ian)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/