30 C
Medan
Monday, May 6, 2024

KPU Sebut Kecurangan dan Perselisihan Pemilu Ranah Bawaslu-MK, Koalisi Perubahan Dukung Hak Angket

SUMUTPOS.CO – Wacana pengguliran hak angket DPR untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu semakin kencang. Kemarin (22/2), tiga partai Koalisi Perubahan menyatakan siap bersama PDI Perjuangan (PDIP) untuk menggulirkan hak tersebut. Mereka tinggal menunggu tindak lanjut PDIP sebagai partai terbesar di DPR.

Sekjen Partai Nasdem Hermawi Taslim mengatakan, tiga partai yang tergabung dalam Koalisi Perubahan (Nasdem, PKB, PKS) punya semangat yang sama. Yakni menggulirkan hak angket DPR sebagaimana disampaikan capres nomor urut 1 Anies Baswedan beberapa waktu lalu. “Posisi kami (tiga partai Koalisi Perubahan, Red), data sudah siap,” ujarnya di Nasdem Tower, kemarin (22/2).

Hermawi menegaskan, dukungan terhadap wacana hak angket itu merupakan sikap menginginkan kebenaran. Menurutnya, pihaknya akan bersekutu dengan siapa pun yang memiliki itikad baik menegakan kebenaran dan keadilan. Terlebih, inisiator hak angket tersebut bukan orang sembarangan. “Ganjar, kader terbaik (PDI-P), capres partai terbesar di Indonesia. Jadi kita anggap ini serius,” ujarnya.

Hal tersebut diamini dua sekjen partai Koalisi Perubahan yang lain, yakni PKB dan PKS. Sekjen PKB Hasanuddin Wahid menyatakan, pihaknya saat ini menunggu langkah PDIP. Itu menyusul wacana pengguliran hak angket kali pertama diinisiasi Ganjar Pranowo, capres yang diusung PDIP. “Kita tunggu langkah dari PDIP seperti apa,” ungkapnya.

Sekjen PKS Aboe Bakar Al-Habsy menambahkan, pihaknya sangat mendukung inisiatif hak angket DPR. Pihaknya juga siap mengawal dan menguliti secara detail masalah penyelenggaraan pemilu yang terjadi. “Kita dengar banyak sekali keluhan-keluhan kecurangan (pemilu, Red),” ujar anggota DPR Fraksi PKS yang duduk di Komisi III tersebut.

Aboe Bakar menambahkan, saat ini partai Koalisi Perubahan masih mengikuti dengan cermat seluruh tahapan penghitungan suara. Selain itu, tiga partai koalisi pengusung Anies-Muhaimin itu juga terus mengumpulkan dan memverifikasi seluruh data yang diperlukan untuk menguatkan dugaan kecurangan. “Rekapitulasi (penghitungan suara, Red) manualnya yang kita tunggu,” terangnya.

Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Muhammad Sarmuji mengatakan, hak angket itu diperlukan untuk kepentingan bangsa dan negara. “Bukan untuk kepentingan orang per orang,” terang Sarmuji kepada Jawa Pos, kemarin.

Menurutnya, Pemilu 2024 sudah selesai dan rakyat sudah memberikan keputusan. Dia menegaskan bahwa yang diperlukan bukan hak angket, tapi jiwa besar mereka yang berkontestasi dalam menyikapi hasil pesta demokrasi lima tahunan itu.

Ketua DPD Partai Golkar Jawa Timur itu menegaskan, penyelenggaraan pemilu dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang independen. “Komisi yang dipilih oleh DPR sendiri. Lalu apa urgensinya hak angket?” bebernya.

Sarmuji mengatakan, pasangan Ganjar-Mahfud sebaiknya legowo menerima hasil Pemilu 2024. Sebab, selama pihak yang berkontestasi tidak legowo, maka sampai ke pengadilan yang paling adil pun tidak akan memuaskan. “Jadi ya sudahlah, nggak perlu ngadi-ngadi,” tegasnya.

Sementara itu, Sekretaris Tim Kampanye Nasional Prabowo Gibran Nusron Wahid menilai, usulan angket merupakan hak siapa pun. Namun dia menilai usulan itu berlebihan jika dilakukan atas nama kecurangan pemilu. “Nanti kalau ada hak angket, di Boyolali malah ketahuan semua yang melakukan kecurangan siapa nanti kalau seperti itu. Saya kira itu berlebihan,” ujarnya.

Meski demikian, Nusron menilai, upaya itu wajar dilakukan pihak-pihak yang kalah. Dalam politik selalu ada rumus, yang kalah selalu mengatakan KPU curang, Bawaslu tidak tegas. “Kata Pak Mahfud begitu kan,” tuturnya.

Soal hak angket yang disuarakan Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo, Mahfud MD menyatakan, itu bukan urusan capres dan cawapres. Menurut dia, hak angket menjadi urusan partai politik (parpol). “Apakah partai itu menggertak apa nggak, saya ndak tahu dan tidak ingin tahu juga. Maka saya ndak ikut-ikut di urusan partai,” ujarnya.

Dia pun menyebut, parpol tidak wajib koordinasi dengan capres dan cawapres untuk mengajukan hak angket. Menurut Mahfud, urusan capres dan cawapres hanya yang terkait dengan Pilpres. “Saya tidak akan berkomentar lah soal hak angket, hak interpelasi, itu urusan partai-partai. Mau apa ndak, kalau ndak mau juga saya tidak punya kepentingan untuk berbicara itu,” jelas dia.

Ketimbang ikut mengomentari soal hak angket dan hak interpelasi, Mahfud lebih ingin fokus menunggu hasil penghitungan suara oleh KPU. “Sampai ada ketokan terakhir dari KPU, ini yang sah, sudah,” tambahnya.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga mengomentari wacana pengguliran hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu. Komisioner KPU Idham Holik mengatakan, dari sisi regulasi, UU 7 tahun 2017 telah mendesain penyelesaian berkaitan dengan Pemilu.

Penanganan itu tidak melalui angket, melainkan di kelembagaan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Terhadap dugaan pelanggaran administrasi, ada mekanisme di Bawaslu yang menangani. “Kalau ada perselisihan terhadap hasil pemilu, MK sebagai lembaga yang menyelesaikan permasalahan ini,” ujarnya.

Oleh karenanya, Idham berharap, sebagai negara demokrasi yang besar, semua pihak mengikuti ketentuan yang sudah diatur. Apalagi dalam prinsip penyelenggaraan pemilu, adalah berkepastian hukum. “Saya ingin mengajak kepada semua pihak agar mari kembali pada UU pemilu,” imbuhnya.

Hal ini juga disampaikan pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra. Dia menilai, perselisihan hasil Pemilu atau dugaan kecurangan di dalamnya tak bisa diselesaikan lewat hak angket atau interpelasi di DPR. Menurut Yusril, perselisihan pemilu atau pilpres hanya bisa diselesaikan lewat jalur Mahkamah Konstitusi (MK). “Apakah hak angket dapat digunakan untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam pemilu, dalam hal ini pilpres, oleh pihak yang kalah? Pada hemat saya tidak. Karena UUD NRI 1945 telah memberikan pengaturan khusus terhadap perselisihan hasil pemilu yang harus diselesaikan melalui MK,” kata dia lewat keterangan tertulis, Kamis (22/2).

Yusril yang merupakan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu menjelaskan, hak angket memang telah diatur dalam Pasal 20A ayat (2) UUD 1945. Ketentuan lebih detail mengenai hak angket diatur dalam Undang-undang tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3).

Di sana mengatur fungsi DPR melakukan pengawasan yang tidak spesifik, namun bersifat umum mengenai obyek pengawasan DPR. “Oleh karena itu saya berpendapat, jika UUD NRI 1945 telah secara spesifik menegaskan dan mengatur penyelesaian perselisihan pilpres melalui MK, maka penggunaan angket untuk menyelesaikan perselisihan tersebut tidak dapat digunakan,” kata Yusril.

Dia memandang penggunaan angket hanya membuat perselisihan hasil pemilu atau pilpres berlarut-larut. Apalagi, hasil angket juga hanya berbentuk rekomendasi, atau paling banter pernyataan pendapat DPR.

Menurut Yusril, penggunaan hak angket DPR hanya berpotensi menyebabkan negara dalam ketidakpastian dan berujung pada chaos. Sebaliknya, penyelesaian lewat MK bisa membuat kepastian hukum. “Kalau niatnya mau memakzulkan Jokowi, hal itu akan membawa negara ini ke dalam jurang kehancuran,” kata Yusril.

Terlebih, Yusril berpendapat proses pemakzulan juga akan memakan waktu panjang. Dimulai dengan angket, dan diakhiri dengan pernyataan pendapat DPR bahwa presiden telah melanggar Pasal 7B UUD 45.

Tak sampai di situ, pernyataan pendapat DPR juga tetap harus diputus MK. Jika MK setuju, DPR harus menyampaikan permintaan pemakzulan kepada MPR, yang bisa menolak atau menerima.

Yusril menuturkan proses tersebut akan memakan waktu berbulan-bulan bahkan diyakini hingga melewati batas akhir pemerintahan Presiden Jokowi pada 20 Oktober mendatang. “Kalau 20 Oktober 2024 itu presiden baru belum dilantik, maka negara ini berada dalam vakum kekuasaan yang membahayakan. Apakah mereka mau melakukan hal seperti itu? Saya kira negara harus diselamatkan,” pungkasnya. (tyo/lum/far/syn/jpg/adz)

SUMUTPOS.CO – Wacana pengguliran hak angket DPR untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu semakin kencang. Kemarin (22/2), tiga partai Koalisi Perubahan menyatakan siap bersama PDI Perjuangan (PDIP) untuk menggulirkan hak tersebut. Mereka tinggal menunggu tindak lanjut PDIP sebagai partai terbesar di DPR.

Sekjen Partai Nasdem Hermawi Taslim mengatakan, tiga partai yang tergabung dalam Koalisi Perubahan (Nasdem, PKB, PKS) punya semangat yang sama. Yakni menggulirkan hak angket DPR sebagaimana disampaikan capres nomor urut 1 Anies Baswedan beberapa waktu lalu. “Posisi kami (tiga partai Koalisi Perubahan, Red), data sudah siap,” ujarnya di Nasdem Tower, kemarin (22/2).

Hermawi menegaskan, dukungan terhadap wacana hak angket itu merupakan sikap menginginkan kebenaran. Menurutnya, pihaknya akan bersekutu dengan siapa pun yang memiliki itikad baik menegakan kebenaran dan keadilan. Terlebih, inisiator hak angket tersebut bukan orang sembarangan. “Ganjar, kader terbaik (PDI-P), capres partai terbesar di Indonesia. Jadi kita anggap ini serius,” ujarnya.

Hal tersebut diamini dua sekjen partai Koalisi Perubahan yang lain, yakni PKB dan PKS. Sekjen PKB Hasanuddin Wahid menyatakan, pihaknya saat ini menunggu langkah PDIP. Itu menyusul wacana pengguliran hak angket kali pertama diinisiasi Ganjar Pranowo, capres yang diusung PDIP. “Kita tunggu langkah dari PDIP seperti apa,” ungkapnya.

Sekjen PKS Aboe Bakar Al-Habsy menambahkan, pihaknya sangat mendukung inisiatif hak angket DPR. Pihaknya juga siap mengawal dan menguliti secara detail masalah penyelenggaraan pemilu yang terjadi. “Kita dengar banyak sekali keluhan-keluhan kecurangan (pemilu, Red),” ujar anggota DPR Fraksi PKS yang duduk di Komisi III tersebut.

Aboe Bakar menambahkan, saat ini partai Koalisi Perubahan masih mengikuti dengan cermat seluruh tahapan penghitungan suara. Selain itu, tiga partai koalisi pengusung Anies-Muhaimin itu juga terus mengumpulkan dan memverifikasi seluruh data yang diperlukan untuk menguatkan dugaan kecurangan. “Rekapitulasi (penghitungan suara, Red) manualnya yang kita tunggu,” terangnya.

Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar Muhammad Sarmuji mengatakan, hak angket itu diperlukan untuk kepentingan bangsa dan negara. “Bukan untuk kepentingan orang per orang,” terang Sarmuji kepada Jawa Pos, kemarin.

Menurutnya, Pemilu 2024 sudah selesai dan rakyat sudah memberikan keputusan. Dia menegaskan bahwa yang diperlukan bukan hak angket, tapi jiwa besar mereka yang berkontestasi dalam menyikapi hasil pesta demokrasi lima tahunan itu.

Ketua DPD Partai Golkar Jawa Timur itu menegaskan, penyelenggaraan pemilu dilaksanakan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang independen. “Komisi yang dipilih oleh DPR sendiri. Lalu apa urgensinya hak angket?” bebernya.

Sarmuji mengatakan, pasangan Ganjar-Mahfud sebaiknya legowo menerima hasil Pemilu 2024. Sebab, selama pihak yang berkontestasi tidak legowo, maka sampai ke pengadilan yang paling adil pun tidak akan memuaskan. “Jadi ya sudahlah, nggak perlu ngadi-ngadi,” tegasnya.

Sementara itu, Sekretaris Tim Kampanye Nasional Prabowo Gibran Nusron Wahid menilai, usulan angket merupakan hak siapa pun. Namun dia menilai usulan itu berlebihan jika dilakukan atas nama kecurangan pemilu. “Nanti kalau ada hak angket, di Boyolali malah ketahuan semua yang melakukan kecurangan siapa nanti kalau seperti itu. Saya kira itu berlebihan,” ujarnya.

Meski demikian, Nusron menilai, upaya itu wajar dilakukan pihak-pihak yang kalah. Dalam politik selalu ada rumus, yang kalah selalu mengatakan KPU curang, Bawaslu tidak tegas. “Kata Pak Mahfud begitu kan,” tuturnya.

Soal hak angket yang disuarakan Capres nomor urut 3 Ganjar Pranowo, Mahfud MD menyatakan, itu bukan urusan capres dan cawapres. Menurut dia, hak angket menjadi urusan partai politik (parpol). “Apakah partai itu menggertak apa nggak, saya ndak tahu dan tidak ingin tahu juga. Maka saya ndak ikut-ikut di urusan partai,” ujarnya.

Dia pun menyebut, parpol tidak wajib koordinasi dengan capres dan cawapres untuk mengajukan hak angket. Menurut Mahfud, urusan capres dan cawapres hanya yang terkait dengan Pilpres. “Saya tidak akan berkomentar lah soal hak angket, hak interpelasi, itu urusan partai-partai. Mau apa ndak, kalau ndak mau juga saya tidak punya kepentingan untuk berbicara itu,” jelas dia.

Ketimbang ikut mengomentari soal hak angket dan hak interpelasi, Mahfud lebih ingin fokus menunggu hasil penghitungan suara oleh KPU. “Sampai ada ketokan terakhir dari KPU, ini yang sah, sudah,” tambahnya.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga mengomentari wacana pengguliran hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilu. Komisioner KPU Idham Holik mengatakan, dari sisi regulasi, UU 7 tahun 2017 telah mendesain penyelesaian berkaitan dengan Pemilu.

Penanganan itu tidak melalui angket, melainkan di kelembagaan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Mahkamah Konstitusi (MK). Terhadap dugaan pelanggaran administrasi, ada mekanisme di Bawaslu yang menangani. “Kalau ada perselisihan terhadap hasil pemilu, MK sebagai lembaga yang menyelesaikan permasalahan ini,” ujarnya.

Oleh karenanya, Idham berharap, sebagai negara demokrasi yang besar, semua pihak mengikuti ketentuan yang sudah diatur. Apalagi dalam prinsip penyelenggaraan pemilu, adalah berkepastian hukum. “Saya ingin mengajak kepada semua pihak agar mari kembali pada UU pemilu,” imbuhnya.

Hal ini juga disampaikan pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra. Dia menilai, perselisihan hasil Pemilu atau dugaan kecurangan di dalamnya tak bisa diselesaikan lewat hak angket atau interpelasi di DPR. Menurut Yusril, perselisihan pemilu atau pilpres hanya bisa diselesaikan lewat jalur Mahkamah Konstitusi (MK). “Apakah hak angket dapat digunakan untuk menyelidiki dugaan kecurangan dalam pemilu, dalam hal ini pilpres, oleh pihak yang kalah? Pada hemat saya tidak. Karena UUD NRI 1945 telah memberikan pengaturan khusus terhadap perselisihan hasil pemilu yang harus diselesaikan melalui MK,” kata dia lewat keterangan tertulis, Kamis (22/2).

Yusril yang merupakan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) itu menjelaskan, hak angket memang telah diatur dalam Pasal 20A ayat (2) UUD 1945. Ketentuan lebih detail mengenai hak angket diatur dalam Undang-undang tentang MPR, DPR, DPRD, dan DPD (UU MD3).

Di sana mengatur fungsi DPR melakukan pengawasan yang tidak spesifik, namun bersifat umum mengenai obyek pengawasan DPR. “Oleh karena itu saya berpendapat, jika UUD NRI 1945 telah secara spesifik menegaskan dan mengatur penyelesaian perselisihan pilpres melalui MK, maka penggunaan angket untuk menyelesaikan perselisihan tersebut tidak dapat digunakan,” kata Yusril.

Dia memandang penggunaan angket hanya membuat perselisihan hasil pemilu atau pilpres berlarut-larut. Apalagi, hasil angket juga hanya berbentuk rekomendasi, atau paling banter pernyataan pendapat DPR.

Menurut Yusril, penggunaan hak angket DPR hanya berpotensi menyebabkan negara dalam ketidakpastian dan berujung pada chaos. Sebaliknya, penyelesaian lewat MK bisa membuat kepastian hukum. “Kalau niatnya mau memakzulkan Jokowi, hal itu akan membawa negara ini ke dalam jurang kehancuran,” kata Yusril.

Terlebih, Yusril berpendapat proses pemakzulan juga akan memakan waktu panjang. Dimulai dengan angket, dan diakhiri dengan pernyataan pendapat DPR bahwa presiden telah melanggar Pasal 7B UUD 45.

Tak sampai di situ, pernyataan pendapat DPR juga tetap harus diputus MK. Jika MK setuju, DPR harus menyampaikan permintaan pemakzulan kepada MPR, yang bisa menolak atau menerima.

Yusril menuturkan proses tersebut akan memakan waktu berbulan-bulan bahkan diyakini hingga melewati batas akhir pemerintahan Presiden Jokowi pada 20 Oktober mendatang. “Kalau 20 Oktober 2024 itu presiden baru belum dilantik, maka negara ini berada dalam vakum kekuasaan yang membahayakan. Apakah mereka mau melakukan hal seperti itu? Saya kira negara harus diselamatkan,” pungkasnya. (tyo/lum/far/syn/jpg/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/