JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Angka penularan Covid-19 semakin meningkat dalam beberapa pekan terakhir. Kasus positif tersebut meningkat lantaran mulai terdeteksinya klaster mudik Lebaran 2021 yang diduga akibat varian Delta mutasi India.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti mengungkapkan, saat ini persentase anak-anak yang terinfeksi Covid-19 juga sangat tinggi, yakni mencapai 12,5 persenn
Ketiadaan ruang ICU pasien usia anak mengakibatkan banyak anak meninggal akibat Covid-19, sehingga angka kematian anak akibat Covid-19 di Indonesia sudah tertinggi di dunia.
Atas hal itu, KPAI mendorong pemerintah untuk menunda pembukaan sekolah pada tahun ajaran baru 2021/2022 yang dimulai pada 12 Juli 2021. Sebab, melihat data tersebut, pembukaan sekolah dinilainya sangat berisiko.
“Mengingat kasus sangat tinggi dan positivity rate di sejumlah daerah diatas 5 persen, bahkan ada yang mencapai 17 persen. Kondisi ini sangat tidak aman untuk buka sekolah tatap muka,” jelas Retno, Selasa (22/6).
Kemudian, pihaknya pun meminta pemerintah pusat serta pemerintah daerah segera menghentikan uji coba pembelajaran tatap muka (PTM). Khususnya bagi wilayah yang memiliki positivity rate di atas 5 persen. “KPAI mendorong pemerintah pusat maupun pemerintah daerah segera menghentikan ujicoba PTM di sejumlah daerah yang positivity rate-nya di atas 5 persen,” imbuhnya.
Namun, Retno mendorong agar kebijakan buka sekolah tatap muka di Indonesia tidak diseragamkan. Misalnya, untuk daerah-daerah dengan positivity ratenya di bawah 5 persen, sekolah tatap muka bisa dibuka dengan pemberlakuan protokol kesehatan yang ketat.
“Di wilayah-wilayah kepulauan kecil yang sulit sinyal justru kami sarankan dibuka dengan ketentuan yang sama sebagaimana disebutkan Presiden Jokowi, PTM hanya 2 jam, siswa yang hadir hanya 25 persen dan hanya 1-2 kali seminggu,” ujar dia.
Selanjutnya, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah sesuai Konvensi Hak Anak harus mengutamakan hak hidup, hak sehat dan hak pendidikan. Kalau anaknya masih sehat dan hidup maka ketertinggalan materi pelajaran masih bisa dikejar. “Kalau anaknya sudah dipinterin terus sakit dan meninggal, kan sia-sia. Apalagi angka anak Indonesia yang meninggal karena covid-19, menurut data IDAI angkanya sudah tertinggi di dunia,” jelasnya.
Saat ini, angka keterisian tempat tidur atau BOR di rumah sakit juga tengah kritis. BOR di sejumlah provinsi Pulau Jawa berada di atas ambang batas WHO sebesar 60 persen. Seperti Jakarta telah mencapai 84 persen, Jawa Barat 81 persen, Banten 79 persen, Jawa Tengah 79 persen, dan Yogyakarta 74 persen. Sementara di Wisma Atlet, sisa tempat tidur untuk pasien Covid-19 sebanyak 1.352 unit dari total 7.394.
Untuk itu, pemerintah pun diminta untuk menambah lagi kapasitas ruang perawatan untuk pasien anak. “Pemerintah perlu menyediakan fasilitas ruang NICU dan ICU khusus covid untuk pasien usia anak. Ketiadaan ruang ICU dan NICU di berbagai daerah di Indonesia mengakibatkan pasien usia anak yang positif Covid-19 sulit diselamatkan ketika kondisinya kritis,” tandasnya.
Lakukan Tracing kepada Anak
Tingginya penularan Covid-19, khususnya kepada anak menjadi sebuah keprihatinan. Hal ini tentunya mengkhawatirkan, sebab mereka adalah yang seharusnya menjadi penopang bangsa di masa mendatang.
Berdasarkan data BNPB 2021, disampaikan bahwa sebaran kasus Covid-19 pada anak usia sekolah, yaitu PAUD 30.442 kasus, TK 32.582 kasus, SD 65.634 kasus, SMP 47.267 kasus dan SMA 59.602 kasus. Kepala Divisi Pengawasan, Monitoring dan Evaluasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Jasra Putra pun mengatakan, atas data itu orang tua harus lebih memperhatikan kondisi anak.
“Tidak menyepelekan kondisi anak. Para orang tua tentu mempunyai tugas berat,” jelas dia kepada JawaPos.com, Selasa (22/6).
Terlebih anak lebih banyak mendapatkan informasi kurang baik untuk dikonsumsi ketimbang berita baik. Contohnya, berita kematian soal kasus Covid-19, alhasil banyak anak yang memiliki cara pandang berbeda-beda terkait pandemi ini.
Dalam hal ini, orangtua tentu memiliki cara untuk memberikan pemahaman kepada anaknya terkait informasi yang beredar. Seperti meminta anaknya berhati-hati dengan mengingatkan, melarang, bahkan mungkin ada yang sama sekali tidak mengijinkan keluar rumah. “Di sinilah respon setiap anak dalam menerima informasi berbeda. Tergantung penyerapan informasi selama ini tentang Covid,” imbuhnya.
Untuk beberapa individu, info penularan yang tinggi kepada anak akan menjadi sensitif, sehingga membutuhkan perhatian lebih orang tua. Anak-anak akan terbawa dalam ketakutan dan sedih. Ditambah situasi kognitif atau pemahaman yang belum matang, fisik yang lemah dan dan emosionalnya yang belum stabil.
Situasi lain yang membuat pemahaman berbeda adalah anak dan orang tua sangat minim berbicara atau berkomunikasi soal kesehatan. Maka dari itu, diperlukan gerak cepat dari pemerintah dan lembaga untuk melakukan tracing kepada anak-anak dan lebih sensitif. “Dengan adanya interaksi liburan yang menyebabkan kasus tinggi dan datangnya varian baru, tentu di khawatirkan kasus anak positif Covid sebenarnya lebih banyak lagi,” kata Jasra.
Untuk itu, orang tua penting berkonsultasi kepada Satgas Covid di daerah masing-masing yang dipimpin para RT, Kepala Desa dan Kepala Dusun. “Jangan ragu dan penting segera menginformasikan ke puskesmas. Karena puskesmas butuh waktu beberapa hari untuk memastikannya,” tutur Jasra.
Tuntaskan Vaksinasi Guru
Sementara, Wali Kota Medan Bobby Nasution tetap optimis, PTM dapat digelar Juli mendatang. Menyikapi hal ini, Komisi II DPRD Medan meminta Pemko Medan, dalam hal ini Dinas Pendidikan Kota Medan untuk serius menuntaskan vaksinasi terhadap para guru. Wakil Ketua Komisi II DPRD Medan, Sudari ST menegaskan, Dinas Pendidikan harus berkolaborasi dengan Dinas Kesehatan dan memastikan jika proses vaksinasi guru mencapai 100 persen, agar pandemi Covid-19 dapat ditekan semaksimal mungkin.
“Yang dimaksud 100 persen adalah bagi guru yang memang tergolong penerima vaksin, guru yang memiliki penyakit bawaan atau komorbid atau memang tidak masuk ke dalam penerima vaksin, maka tidak masuk kedalamnya. Artinya, semua guru yang memang bisa menerima vaksin maka wajib divaksinasi,” ucap Sudari kepada Sumut Pos, Selasa (22/6).
Setiap guru yang divaksinasi, tegas Sudari, haruslah menjadi salah satu syarat agar guru tersebut boleh mengajar dalam sistem PTM. Bila vaksinasi tersedia dan guru tersebut memang merupakan guru yang layak divaksin atau bukan guru yang tidak memiliki penyakit bawaan, maka guru tersebut wajib divaksin.
“Kalau vaksin tersedia, guru itu tidak punya penyakit bawaan, tapi dia tidak mau divaksin, maka guru tersebut sebaiknya tidak diizinkan melakukan PTM. Sebaiknya itu jadi komitmen, agar ini serius bahwa PTM ini tidak main-main dan memang layak digelar ditengah pandemi,” katanya.
Ketua Fraksi PAN DPRD Medan ini juga meminta kepada Dinas Pendidikan untuk tidak lagi berlama-lama dalam menyosialisasikan bentuk prokes pada setiap sekolah di Kota Medan. “Jadi simulasi di SMP 1 kemarin, harus segera diikuti oleh sekolah lainnya. Lalu mereka juga harus memastikan, kalau sekolah-sekolah swasta harus melakukan hal yang sama. Selain memiliki sarana dan perasaan prokes, setiap sekolah harus punya Satgas Covid nya masing-masing. Ini penting,” ungkapnya.
Terakhir, Sudari juga menegaskan agar Disdik serius dalam membenahi kualitas sitem belajar Daring ditengah pandemi. Pasalnya, sistem belajar tatap muka hanya diizinkan berlangsung selama 2 kali dalam seminggu dengan ketentuan maksimal 2 jam dalam satu pertemuan. “Artinya yang 4 hari lagi itu masih daring. Kalau kualitas daring nya tidak dibenahi, kita khawatir kualitas pendidikan anak-anak kita mengalami penurunan yang signifikan. Kita sadari kualitas pendidikan kita memang tidak mungkin sama seperti sekolah tatap muka ketika Covid belum melanda, tapi setidaknya kita bisa meminimalisir dengan meningkatkan kualitas belajar daring,” pungkasnya. (jpc/map)