31 C
Medan
Friday, July 5, 2024

Korban Pungli Diminta Lapor, Pengawasan Internal KPK Dinilai Sangat Lemah

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Praktik pungutan liar (pungli) yang diduga terjadi di rumah tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dianggap sebagai wujud penurunan integritas imbas dari pelanggaran etik para pimpinannya. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Transparency International Indonesia Danang Widoyoko menilai, dugaan pungli di Rutan KPK itu terjadi karena sistem pencegahan yang tidak bekerja

“Ini kegagalan sistem pencegahan KPK, tepatnya pembusukan di KPK,” kata Danang saat dihubungi wartawan, Kamis (22/6).

Danang mengatakan, dengan terungkapnya kejadian itu, seharusnya membuat KPK mengambil langkah cepat dan tepat. Dia menyarankan supaya pengawas internal di KPK harus dibenahi supaya praktik pungli itu tidak terulang.

Caranya adalah memberikan independensi dan meluaskan wewenang pengawas internal. “Perlu revitalisasi pengawas internal, sekarang inspektorat. Harus punya independensi dan otoritas, misalnya bisa laporkan pimpinan KPK juga,” ujar Danang.

Sebelumnya, Staf Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Diky Anandya menilai, kejadian ini hanyalah satu dari beberapa insiden yang membuat integritas KPK ‘pudar’ di mata publik, khususnya selama masa kepemimpinan Firli Bahuri. “Nilai integritas KPK itu sudah pudar sejak dipimpin Firli Bahuri. Nah, implikasinya sebetulnya jelas ya, saya rasa kalau kita lihat KPK secara kelembagaan itu akan semakin kehilangan legitimasinya di mata publik. Sebab bagaimana mungkin begitu ya, lembaga yang secara khusus dibentuk untuk memberantas korupsi, justru gagal memastikan integritas setiap pegawainya,” kata Diky.

Mantan Wakil Ketua KPK periode 2015-2019, Saut Situmorang, sependapat dengan Diky. Ia menilai pengawasan internal KPK sudah tidak lagi sekuat pada masa-masa sebelumnya.

Sebab, saat ia masih menjabat, indikator-indikator penyalahgunaan tugas seperti seorang tahanan pergi selama periode waktu lama dari rutan dan menyelundupkan ponsel pintar langsung ditindak oleh KPK. “Jadi indikator-indikator sekecil apapun, ya kita lakukan secara ketat. Karena pengawas internalnya bekerja dengan baik. Dewas itu kan kayak berada di menara gading mereka. Walaupun mereka mengatakan proaktif. Tapi itu ternyata sudah berjalan beberapa lama. Jadi sudah jelas di situ terbukti bahwa pengawasan itu menjadi sangat lemah,” ujar Saut.

Terpisah, Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai, Ketua KPK Firli Bahuri harus ikut bertanggung jawab atas dugaan pungli tersebut. “Ini tanggung jawab ketua juga. Ketua harus menghukum dirinya dan bawahannya yang bertanggung jawab atas pungli di Rutan KPK,” kata Fickar.

Bahkan menurut Fickar, dengan terbongkarnya pungli itu, seharusnya menjadi tamparan keras buat Firli. “Ini ketua KPK sebagai pimpinan administratif tertinggi harus bertanggung jawab, mengundurkan diri,” ucap Fickar.

Fickar juga menilai, kebijakan rotasi terhadap pegawai rutan KPK yang diduga terlibat pungli tidak efektif dan kurang tegas. Sebab menurut Fickar, perbuatan itu juga tergolong ke dalam tindak pidana korupsi skala kecil (petty corruption) dan patut dibawa ke pengadilan. “Hukuman rotasi tidak efektif. Bagi mereka yang terbukti memungut uang dari tahanan selain dipecat juga dipidanakan,” ujar Fickar.

“Itu korupsi juga meskipun kecil-kecilan. Kalau ada kepala yang terima setoran dipecat saja. Apalagi kejadian ini sudah sistemik, artinya seluruh elemen organisasi terlibat. Pasti ada yang terima setoran,” lanjut Fickar.

Komisi III DPR RI meminta pimpinan KPK dan aparat kepolisian mengevaluasi pengawasan internal. Hal ini menyusul adanya tindak pidana pungli dan penipuan yang dilakukan oleh oknum internal kedua instansi. Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat, Didik Mukrianto, meminta pimpinan KPK menindak tegas para oknum anggotanya yang terbukti terlibat dalam praktik pungli dalam rumah tahanan (Rutan) di KPK.

Dia mengaku terkejut dengan adanya temuan tindak pidana tersebut. Pasalnya, KPK merupakan instansi yang bertugas menindak para pelaku korupsi. Akan tetapi, kata dia, ditemukan pungli pada lembaga tersebut. “Cukup mengagetkan dan sangat memprihatinkan. Sulit dinalar dengan logika sehat, jika di KPK yang bertugas untuk memberantas korupsi, ternyata ditemukan tindakan penyimpangan, pungutan liar yang dilakukan oleh pegawainya,” kata Didik dalam keterangan tertulisnya, Kamis (22/6/2023).

Didik menyebut dugaan praktik pungli di dalam Rutan KPK masuk dalam kategori petty corruption yang dilakukan oleh pejabat publik yang berinteraksi langsung dengan masyarakat. Kendati demikian, Didik menegaskan berapa pun nominalnya, korupsi tetap tidak bisa ditoleransi. Apalagi, kata dia, tindak pidana tersebut ada di lingkungan KPK. Didik menilai dugaan pungli di lingkungan KPK tidak hanya mencoreng wajah instansi, tetapi dapat berpotensi melahirkan ketidakpercayaan masyarakat pada KPK dalam memberantas korupsi.

“Dalam rangka memitigasi potensi damage trust publiknya kepada KPK, KPK harus juga transparan sepenuhnya kepada publik dalam melakukan pengungkapannya. Buka dan tindak seterang-terangnya siapa pun yang terlibat baik yang menyuap maupun yang disuap,” tegasnya.

Oleh karenanya, Didik menilai mesti ada evaluasi dan pembenahan di dalam tubuh KPK. Khususnya, kata Didik, pengawasan dan pembinaan terhadap pegawai internal lembaga antirasuah tersebut. “Saya menduga ada problem di bidang pengawasan dan pembinaan di internal, sehingga terbuka ruang dan kesempatan terjadinya penyimpangan,” terangnya.

“Karena pengawasan dan pembinaan SDM di lembaga superbody ini sangatlah penting dan fundamental, karena kehadiran pegawai dan SDM KPK dalam menjalankan tugas dan kewenangannya tidak bisa digantikan oleh alat secanggih apa pun,” tambahnya.

Lebih lanjut, Didik meminta pimpinan KPK mengusut tuntas dugaan pungli dalam lingkaran pegawainya. Bahkan, menurut Didik, pengusutan dugaan praktik pungli di KPK harus melibatkan PPATK agar dapat menelusuri aliran rekening pungli sehingga penyelesaian kasus pun menjadi lebih komprehensif. “Jangan sampai publik menjadi apatis dan tidak percaya lagi terhadap pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK. Pertaruhannya akan terlalu besar bagi KPK jika tidak segera ditangani dengan baik,” tegasnya.

KPK menyatakan meminta maaf atas dugaan pungli di rutan. Lembaga antirasuah itu dilaporkan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) buat mengusut kasus itu.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron meminta keluarga para tahanan melapor jika mengalami peristiwa pidana di lingkungan KPK. Ghufron mengatakan, peristiwa pidana itu bisa berupa penyuapan dan pemerasan. “Ada pemerasan atau pun dugaan-dugaan lain yang merupakan tindak pidana sekali lagi KPK mengundang setiap orang yang berpengalaman ataupun keluarganya yang merasakan,” kata Ghufron kepada wartawan, Kamis (22/6).

Menurut Ghufron, informasi dari mereka yang mengetahui dugaan pidana korupsi di Rutan KPK akan berguna untuk memperkaya penyelidikan dugaan pungutan liar (pungli) di jeruji besi itu. Ia menyebut, pimpinan KPK telah menerbitkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) guna mengusut dugaan pungli di Rutan KPK. “Untuk memberikan informasi kepada KPK sebagai pengayaan proses penyelidikan kasus ini,” kata dia.

Ghufron juga menyebut, dugaan pungli itu terkait penyelundupan uang ke dalam rutan. Untuk menyelundupkan alat tukar itu, tahanan diduga membayar oknum petugas. “Ada duit masuk yang mestinya tidak boleh bawa duit, tetapi untuk memasukkan duit itu butuh duit,” kata Ghufron. Selain uang, tahanan menyelundupkan alat komunikasi yang juga harus membayar. “Kemudian, butuh komunikasi alat komunikasi masuk itu butuh duit. Nah, di sekitar itu pungutan liar terjadi,” ujar Ghufron. (jpg/kps/adz)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Praktik pungutan liar (pungli) yang diduga terjadi di rumah tahanan (Rutan) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dianggap sebagai wujud penurunan integritas imbas dari pelanggaran etik para pimpinannya. Sekretaris Jenderal (Sekjen) Transparency International Indonesia Danang Widoyoko menilai, dugaan pungli di Rutan KPK itu terjadi karena sistem pencegahan yang tidak bekerja

“Ini kegagalan sistem pencegahan KPK, tepatnya pembusukan di KPK,” kata Danang saat dihubungi wartawan, Kamis (22/6).

Danang mengatakan, dengan terungkapnya kejadian itu, seharusnya membuat KPK mengambil langkah cepat dan tepat. Dia menyarankan supaya pengawas internal di KPK harus dibenahi supaya praktik pungli itu tidak terulang.

Caranya adalah memberikan independensi dan meluaskan wewenang pengawas internal. “Perlu revitalisasi pengawas internal, sekarang inspektorat. Harus punya independensi dan otoritas, misalnya bisa laporkan pimpinan KPK juga,” ujar Danang.

Sebelumnya, Staf Divisi Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Diky Anandya menilai, kejadian ini hanyalah satu dari beberapa insiden yang membuat integritas KPK ‘pudar’ di mata publik, khususnya selama masa kepemimpinan Firli Bahuri. “Nilai integritas KPK itu sudah pudar sejak dipimpin Firli Bahuri. Nah, implikasinya sebetulnya jelas ya, saya rasa kalau kita lihat KPK secara kelembagaan itu akan semakin kehilangan legitimasinya di mata publik. Sebab bagaimana mungkin begitu ya, lembaga yang secara khusus dibentuk untuk memberantas korupsi, justru gagal memastikan integritas setiap pegawainya,” kata Diky.

Mantan Wakil Ketua KPK periode 2015-2019, Saut Situmorang, sependapat dengan Diky. Ia menilai pengawasan internal KPK sudah tidak lagi sekuat pada masa-masa sebelumnya.

Sebab, saat ia masih menjabat, indikator-indikator penyalahgunaan tugas seperti seorang tahanan pergi selama periode waktu lama dari rutan dan menyelundupkan ponsel pintar langsung ditindak oleh KPK. “Jadi indikator-indikator sekecil apapun, ya kita lakukan secara ketat. Karena pengawas internalnya bekerja dengan baik. Dewas itu kan kayak berada di menara gading mereka. Walaupun mereka mengatakan proaktif. Tapi itu ternyata sudah berjalan beberapa lama. Jadi sudah jelas di situ terbukti bahwa pengawasan itu menjadi sangat lemah,” ujar Saut.

Terpisah, Pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai, Ketua KPK Firli Bahuri harus ikut bertanggung jawab atas dugaan pungli tersebut. “Ini tanggung jawab ketua juga. Ketua harus menghukum dirinya dan bawahannya yang bertanggung jawab atas pungli di Rutan KPK,” kata Fickar.

Bahkan menurut Fickar, dengan terbongkarnya pungli itu, seharusnya menjadi tamparan keras buat Firli. “Ini ketua KPK sebagai pimpinan administratif tertinggi harus bertanggung jawab, mengundurkan diri,” ucap Fickar.

Fickar juga menilai, kebijakan rotasi terhadap pegawai rutan KPK yang diduga terlibat pungli tidak efektif dan kurang tegas. Sebab menurut Fickar, perbuatan itu juga tergolong ke dalam tindak pidana korupsi skala kecil (petty corruption) dan patut dibawa ke pengadilan. “Hukuman rotasi tidak efektif. Bagi mereka yang terbukti memungut uang dari tahanan selain dipecat juga dipidanakan,” ujar Fickar.

“Itu korupsi juga meskipun kecil-kecilan. Kalau ada kepala yang terima setoran dipecat saja. Apalagi kejadian ini sudah sistemik, artinya seluruh elemen organisasi terlibat. Pasti ada yang terima setoran,” lanjut Fickar.

Komisi III DPR RI meminta pimpinan KPK dan aparat kepolisian mengevaluasi pengawasan internal. Hal ini menyusul adanya tindak pidana pungli dan penipuan yang dilakukan oleh oknum internal kedua instansi. Anggota Komisi III DPR Fraksi Partai Demokrat, Didik Mukrianto, meminta pimpinan KPK menindak tegas para oknum anggotanya yang terbukti terlibat dalam praktik pungli dalam rumah tahanan (Rutan) di KPK.

Dia mengaku terkejut dengan adanya temuan tindak pidana tersebut. Pasalnya, KPK merupakan instansi yang bertugas menindak para pelaku korupsi. Akan tetapi, kata dia, ditemukan pungli pada lembaga tersebut. “Cukup mengagetkan dan sangat memprihatinkan. Sulit dinalar dengan logika sehat, jika di KPK yang bertugas untuk memberantas korupsi, ternyata ditemukan tindakan penyimpangan, pungutan liar yang dilakukan oleh pegawainya,” kata Didik dalam keterangan tertulisnya, Kamis (22/6/2023).

Didik menyebut dugaan praktik pungli di dalam Rutan KPK masuk dalam kategori petty corruption yang dilakukan oleh pejabat publik yang berinteraksi langsung dengan masyarakat. Kendati demikian, Didik menegaskan berapa pun nominalnya, korupsi tetap tidak bisa ditoleransi. Apalagi, kata dia, tindak pidana tersebut ada di lingkungan KPK. Didik menilai dugaan pungli di lingkungan KPK tidak hanya mencoreng wajah instansi, tetapi dapat berpotensi melahirkan ketidakpercayaan masyarakat pada KPK dalam memberantas korupsi.

“Dalam rangka memitigasi potensi damage trust publiknya kepada KPK, KPK harus juga transparan sepenuhnya kepada publik dalam melakukan pengungkapannya. Buka dan tindak seterang-terangnya siapa pun yang terlibat baik yang menyuap maupun yang disuap,” tegasnya.

Oleh karenanya, Didik menilai mesti ada evaluasi dan pembenahan di dalam tubuh KPK. Khususnya, kata Didik, pengawasan dan pembinaan terhadap pegawai internal lembaga antirasuah tersebut. “Saya menduga ada problem di bidang pengawasan dan pembinaan di internal, sehingga terbuka ruang dan kesempatan terjadinya penyimpangan,” terangnya.

“Karena pengawasan dan pembinaan SDM di lembaga superbody ini sangatlah penting dan fundamental, karena kehadiran pegawai dan SDM KPK dalam menjalankan tugas dan kewenangannya tidak bisa digantikan oleh alat secanggih apa pun,” tambahnya.

Lebih lanjut, Didik meminta pimpinan KPK mengusut tuntas dugaan pungli dalam lingkaran pegawainya. Bahkan, menurut Didik, pengusutan dugaan praktik pungli di KPK harus melibatkan PPATK agar dapat menelusuri aliran rekening pungli sehingga penyelesaian kasus pun menjadi lebih komprehensif. “Jangan sampai publik menjadi apatis dan tidak percaya lagi terhadap pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK. Pertaruhannya akan terlalu besar bagi KPK jika tidak segera ditangani dengan baik,” tegasnya.

KPK menyatakan meminta maaf atas dugaan pungli di rutan. Lembaga antirasuah itu dilaporkan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) buat mengusut kasus itu.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron meminta keluarga para tahanan melapor jika mengalami peristiwa pidana di lingkungan KPK. Ghufron mengatakan, peristiwa pidana itu bisa berupa penyuapan dan pemerasan. “Ada pemerasan atau pun dugaan-dugaan lain yang merupakan tindak pidana sekali lagi KPK mengundang setiap orang yang berpengalaman ataupun keluarganya yang merasakan,” kata Ghufron kepada wartawan, Kamis (22/6).

Menurut Ghufron, informasi dari mereka yang mengetahui dugaan pidana korupsi di Rutan KPK akan berguna untuk memperkaya penyelidikan dugaan pungutan liar (pungli) di jeruji besi itu. Ia menyebut, pimpinan KPK telah menerbitkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) guna mengusut dugaan pungli di Rutan KPK. “Untuk memberikan informasi kepada KPK sebagai pengayaan proses penyelidikan kasus ini,” kata dia.

Ghufron juga menyebut, dugaan pungli itu terkait penyelundupan uang ke dalam rutan. Untuk menyelundupkan alat tukar itu, tahanan diduga membayar oknum petugas. “Ada duit masuk yang mestinya tidak boleh bawa duit, tetapi untuk memasukkan duit itu butuh duit,” kata Ghufron. Selain uang, tahanan menyelundupkan alat komunikasi yang juga harus membayar. “Kemudian, butuh komunikasi alat komunikasi masuk itu butuh duit. Nah, di sekitar itu pungutan liar terjadi,” ujar Ghufron. (jpg/kps/adz)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/