28 C
Medan
Monday, November 25, 2024
spot_img

Jaga Stabilitas Ekonomi di Level Baru

Berkaitan dengan harga komoditas, bagaimana pengaruh kenaikan harga minyak dunia yang kini di kisaran USD 50 per barel?

Harga minyak kan harga komoditas yang fluktuatingnya tinggi sekali, bisa USD 100 per barel, bisa USD 20 per barel. Karena faktornya banyak sekali. Ada faktor supply and demand. Ada faktor geopolitik. Ada faktor konflik. Ada faktor persaingan antara minyak dan gas, antara minyak biasa dengan shale oil . Ada lagi antara negara OPEC dan nonOPEC. Tapi sekarang OPEC mengurangi produksi, sehingga harga mulai masuk diatas USD 50an (per barel).

Tapi menurut saya, minyak tidak bisa melampaui USD 60 perbarel. Kenapa tidak bisa? Karena begitu melampaui, shale oil dan shale gas itu mulai ekonomis lagi. Sedangkan kalau harga USD 60, dia feasible (layak produksi). Sehingga begitu USD 60, pasti supplay akan banyak lagi.

 

Bagaimana dengan factor geopolitik di Timur Tengah yang sulit dikendalikan?

Yang tidak bisa diselesaikan adalah masalah konflik keamanan di Timur Tengah. Itu merusak produksi Irak, Iran, dan Libya. Apalagi supply-nya akan turun. Jadi minyak itu tidak bisa diprediksi betul, karena faktor harga turun naik itu banyak sekali. Makanya fluktuasinya tinggi sekali. Bahkan satu omongan menteri Arab Saudi saja bisa membuat harga minyak naik atau turun.

 

Bagaimana pengaruh fluktuasi harga minyak terhadap ekonomi Indonesia?

Kita ini pengimpor energi, net importer. Bukan lagi pengekspor. Kebutuhan BBM kita 1,6 juta barel per hari. Produksi kita hanya 800 ribu atau setengahnya. Jadi kalau harga turun ya Alhamdulilah, subsidi tidak banyak. Tapi kalau harga naik subsidinya banyak. Jadi harga (minyak) USD 50an (per barel) ini oke oke saja lah. Mau USD 40 mau USD 50, atau USD 60, tidak ada pengaruhnya untuk kita. Beda dengan Saudi begitu turun sampai USD 40, dia punya pendapatan 90 persen dari minyak, maka habis dia. Sisa pendapatan kita dari minyak saat ini hanya 25 persen.

 

Misalkan harga minyak naik lagi ke kisaran USD 60 per barel, APBN masih aman?

Dari sisi supply dan demand, posisi USD 60 akan ada equilibrium(titik keseimbangan). Penerimaan sektor migas kita kalau harga USD 60 masih oke. Untuk bensin, kita impor banyak. Kalau harga USD 60 itu bisa kita jual premium dengan harga Rp 6.000 sampai Rp 7.000an (per liter).

 

Porsi subsidi BBM makin kecil, apakah ancaman fluktuasi minyak terhadap defisit APBN mereda?

Dari sisi penerimaan, tidak banyak pengaruh. Dari sisi subsidi juga tidak terlalu besar. Terkecuali harga minyak naik di atas USD 70. Nah, itu artinya subsidi akan besar kalau kita tidak naikan harga BBM.

 

Uncertainty (ketidakpastian) di level global meningkat seiring terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat. Banyak yang bilang Trump effect berpengaruh ke ekonomi global. Bagaimana dengan Indonesia?

Memang Donald Trump punya janji-janji kampanye. Pertanyaanya, apa mungkin dilaksanakan janji kampanye itu. Kan tidak mudah. Contoh yang paling sederhana, mau pagarin Meksiko dan Amerika, apa mungkin? Mau pajakin produk-produk China,   apa mungkin? Kalau dia pajakin produk China 40 persen, yang pertama marah orang Amerika sendiri karena barang yang mereka beli jadi lebih mahal. Ada yang menghitung, kalau iPhone dibikin di Amerika, harganya 50 persen lebih tinggi. Apa Amerika mau membeli barang mahal seperti itu.

Pendapatan orang Amerika secara riil akan menurun kalau barang-barang mahal. Timbul inflasi di Amerika. Jadi kampanye dan pelaksanaan nanti akan jauh beda. Tidak semua hal yang dijanjikan saat kampanye itu bisa dilaksanakan. Dia kan pengusaha, jadi akan lebih realistis.

 

 

Berkaitan dengan harga komoditas, bagaimana pengaruh kenaikan harga minyak dunia yang kini di kisaran USD 50 per barel?

Harga minyak kan harga komoditas yang fluktuatingnya tinggi sekali, bisa USD 100 per barel, bisa USD 20 per barel. Karena faktornya banyak sekali. Ada faktor supply and demand. Ada faktor geopolitik. Ada faktor konflik. Ada faktor persaingan antara minyak dan gas, antara minyak biasa dengan shale oil . Ada lagi antara negara OPEC dan nonOPEC. Tapi sekarang OPEC mengurangi produksi, sehingga harga mulai masuk diatas USD 50an (per barel).

Tapi menurut saya, minyak tidak bisa melampaui USD 60 perbarel. Kenapa tidak bisa? Karena begitu melampaui, shale oil dan shale gas itu mulai ekonomis lagi. Sedangkan kalau harga USD 60, dia feasible (layak produksi). Sehingga begitu USD 60, pasti supplay akan banyak lagi.

 

Bagaimana dengan factor geopolitik di Timur Tengah yang sulit dikendalikan?

Yang tidak bisa diselesaikan adalah masalah konflik keamanan di Timur Tengah. Itu merusak produksi Irak, Iran, dan Libya. Apalagi supply-nya akan turun. Jadi minyak itu tidak bisa diprediksi betul, karena faktor harga turun naik itu banyak sekali. Makanya fluktuasinya tinggi sekali. Bahkan satu omongan menteri Arab Saudi saja bisa membuat harga minyak naik atau turun.

 

Bagaimana pengaruh fluktuasi harga minyak terhadap ekonomi Indonesia?

Kita ini pengimpor energi, net importer. Bukan lagi pengekspor. Kebutuhan BBM kita 1,6 juta barel per hari. Produksi kita hanya 800 ribu atau setengahnya. Jadi kalau harga turun ya Alhamdulilah, subsidi tidak banyak. Tapi kalau harga naik subsidinya banyak. Jadi harga (minyak) USD 50an (per barel) ini oke oke saja lah. Mau USD 40 mau USD 50, atau USD 60, tidak ada pengaruhnya untuk kita. Beda dengan Saudi begitu turun sampai USD 40, dia punya pendapatan 90 persen dari minyak, maka habis dia. Sisa pendapatan kita dari minyak saat ini hanya 25 persen.

 

Misalkan harga minyak naik lagi ke kisaran USD 60 per barel, APBN masih aman?

Dari sisi supply dan demand, posisi USD 60 akan ada equilibrium(titik keseimbangan). Penerimaan sektor migas kita kalau harga USD 60 masih oke. Untuk bensin, kita impor banyak. Kalau harga USD 60 itu bisa kita jual premium dengan harga Rp 6.000 sampai Rp 7.000an (per liter).

 

Porsi subsidi BBM makin kecil, apakah ancaman fluktuasi minyak terhadap defisit APBN mereda?

Dari sisi penerimaan, tidak banyak pengaruh. Dari sisi subsidi juga tidak terlalu besar. Terkecuali harga minyak naik di atas USD 70. Nah, itu artinya subsidi akan besar kalau kita tidak naikan harga BBM.

 

Uncertainty (ketidakpastian) di level global meningkat seiring terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat. Banyak yang bilang Trump effect berpengaruh ke ekonomi global. Bagaimana dengan Indonesia?

Memang Donald Trump punya janji-janji kampanye. Pertanyaanya, apa mungkin dilaksanakan janji kampanye itu. Kan tidak mudah. Contoh yang paling sederhana, mau pagarin Meksiko dan Amerika, apa mungkin? Mau pajakin produk-produk China,   apa mungkin? Kalau dia pajakin produk China 40 persen, yang pertama marah orang Amerika sendiri karena barang yang mereka beli jadi lebih mahal. Ada yang menghitung, kalau iPhone dibikin di Amerika, harganya 50 persen lebih tinggi. Apa Amerika mau membeli barang mahal seperti itu.

Pendapatan orang Amerika secara riil akan menurun kalau barang-barang mahal. Timbul inflasi di Amerika. Jadi kampanye dan pelaksanaan nanti akan jauh beda. Tidak semua hal yang dijanjikan saat kampanye itu bisa dilaksanakan. Dia kan pengusaha, jadi akan lebih realistis.

 

 

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/