31 C
Medan
Thursday, June 27, 2024

Waktu Serbu 10 Menit, Jarak Tembak 1 Meter

YOGYAKARTA – -Proses penembakan empat tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B, Cebongan, Sleman, Yogyakarta,  Sabtu (23/3) dini hari pukul 00.30 hanya berlangsung sekitar 10 menit. Gerombolan penembak berjumlah antara 15-20 orang dan semuanya menggunakan senjata api laras panjang, pistol, dan granat. Jarak tembak antara pelaku dana korban tak lebih dari satu meter.

DIJAGA: Anggota kepolisian  TNI berjaga  depan Lapas IIB Sleman, pascapenyerangan oleh gerombolan bersenjata api Sabtu (23/3).//Guntur Aga Tirtana/Radar Jogja/jpnn
DIJAGA: Anggota kepolisian dan TNI berjaga di depan Lapas IIB Sleman, pascapenyerangan oleh gerombolan bersenjata api Sabtu (23/3).//Guntur Aga Tirtana/Radar Jogja/jpnn

Kepala Lapas Cebongan, Sleman, Sukamto Hadi mengungkapkan, saat kejadian pintu masuk lapas diketuk empat orang berpakaian preman. Kepada petugas sipir, mereka mengaku berasal dari Polda DI Yogyakarta dengan menunjukkan surat berkop Polda DI Yogyakarta.
“Mereka mengaku ingin ketemu dengan empat orang tahanan kasus pembunuhan anggota TNI di Hugo’s Café. Mereka nggak banyak bicara tetapi langsung beraksi,” ujarnya Sabtu (23/3).

Begitu pintu dibuka, empat orang tersebut ternyata diikuti belasan orang dengan penutup muka. Total jumlah mereka sekitar 10-15 orang.
“Mereka membawa senjata semuanya dan langsung menyeret petugas sipir untuk menunjukkan empat tahanan yang mereka cari. Mereka juga mengancam akan meledakkan lapas dengan granat,” tambahnya.

Di blok A, komplotan bersenjata tersebut langsung menyisir empat tersangka yang mereka cari. Ada dua versi terkait eksekusi penembakan empat korban. Satu versi menyebutkan para pelaku meminta sipir memindahkan tahanan lain sebelum menembak empat korban dalam jarak dekat. Tapi versi lain yang berkembang menyebutkan para korban ditembak di tempat, tepat di hadapan 31 tahanan lainnya.

“Waktunya sebentar, kira-kira 10 menit,” ujar Direktur Kamtib Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, Wibowo Joko, saat dikonfirmasi kembali melalui telepon, kemarin petang.

Menurutnya, keempat tahanan di Lapas Cebongan, Sleman ditembak dari jarak 1 meter dan akhirnya tahanan tersebut  langsung tewas seketika.
Penyerang yang berjumlah 10-15 orang diduga menggunakan senjata api jenis AK 47. “Diduga senjata itu,” sebut Joko.

ari penelusuran lanjutan, rombongan misterius yang melakukan penembakan terhadap empat tahanan di Lapas Cebongan, Sleman ternyata datang membawa dan menunjukkan surat izin dari Polda Daerah Istimewa Yogyakarta sebelum masuk ke lapas. Meski belum diketahui mengapa mereka bisa mengantongi surat itu untuk bisa masuk ke dalam Lapas.

Hal ini diungkapkan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana yang sudah memperoleh laporan kronologis lengkap terkait penyerangan dan penembakan yang terjadi di Lapas Sleman itu.

“Saya mendapat laporan, mereka datang berpakaian rapi dan menunjukkan surat dari Polda DIY minta untuk masuk. Tetapi oleh penjaga pintu utama Supratikno ditolak sehingga mereka menodongkan senjata pada petugas,” ujar Denny dalam jumpa persnya di gedung utama Kemenkumham, Jakarta Selatan, kemarin siang.

Rombongan ini juga menunjukkan granat dan memaksa sambil mengancam masuk. Setelah di area pintu utama, baru diketahui ternyata rombongan itu berjumlah 10 hingga 15 orang.

Mereka meminta kunci blok hunian. Namun oleh petugas dijawab, kunci disimpan oleh Kepala KPLP Margo Utomo di rumah dinasnya. Meski mendapat keterangan itu, dua dari rombongan tetap memaksa salah satu petugas yaitu Supratikno untuk mengantarkan ke rumah Margo dengan todongan senjata laras panjang.

Sementara itu, Kepala Jaga Edi Prasetyo dipaksa dengan todongan senjata laras panjang oleh dua anggota rombongan untuk menunjukan ruangan Kalapas dan tempat penyimpanganan alat perekam CCTV di lantai II.

“Di depan ruang Kepala Lapas (Kalapas) Edi dipaksa tiarap sehingga tidak tahu apa yang terjadi di ruang Kalapas,” kata Denny.

Setelah mendapatkan kunci dari Margo yang membawa kunci kotak, rombongan memaksa Margo membuka dan mencari kunci yang dibutuhkan. Margo enggan dan berusaha menelpon Kalapas untuk meminta persetujuan terlebih dahulu.

Namun, belum juga direspons teleponnya, handphone milik Margo dirampas. Mereka lalu meminta Edi menunjukkan kunci yang diperlukan dengan menodong senjata laras panjang.

Petugas blok Widayat dan Tri Widodo yang melihat aksi itu, berusaha membantu para kepala Lapas. Namun dicegah beberapa orang dari kelompok itu. Mereka ditodong senjata laras panjang dan diminta tiarap.

Tri Widodo kemudian diminta membuka Blok A Kamar No 5 yang berisi 35 tahanan. Setelah itu ia didorong dan diminta tiarap lagi. Punggungnya diinjak dan ditodong senjata laras panjang.

“Petugas tidak tahu lagi apa yang mereka lakukan, setelah beberapa menit mereka berlari keluar meninggalkan blok. Saat petugas bangun dan melihat kamar sudah ada empat tahanan yang tewas. Mereka melarikan diri dengan mobil yang diparkir di area lapas,” pungkas Denny. (flo/net/jpnn)

YOGYAKARTA – -Proses penembakan empat tahanan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B, Cebongan, Sleman, Yogyakarta,  Sabtu (23/3) dini hari pukul 00.30 hanya berlangsung sekitar 10 menit. Gerombolan penembak berjumlah antara 15-20 orang dan semuanya menggunakan senjata api laras panjang, pistol, dan granat. Jarak tembak antara pelaku dana korban tak lebih dari satu meter.

DIJAGA: Anggota kepolisian  TNI berjaga  depan Lapas IIB Sleman, pascapenyerangan oleh gerombolan bersenjata api Sabtu (23/3).//Guntur Aga Tirtana/Radar Jogja/jpnn
DIJAGA: Anggota kepolisian dan TNI berjaga di depan Lapas IIB Sleman, pascapenyerangan oleh gerombolan bersenjata api Sabtu (23/3).//Guntur Aga Tirtana/Radar Jogja/jpnn

Kepala Lapas Cebongan, Sleman, Sukamto Hadi mengungkapkan, saat kejadian pintu masuk lapas diketuk empat orang berpakaian preman. Kepada petugas sipir, mereka mengaku berasal dari Polda DI Yogyakarta dengan menunjukkan surat berkop Polda DI Yogyakarta.
“Mereka mengaku ingin ketemu dengan empat orang tahanan kasus pembunuhan anggota TNI di Hugo’s Café. Mereka nggak banyak bicara tetapi langsung beraksi,” ujarnya Sabtu (23/3).

Begitu pintu dibuka, empat orang tersebut ternyata diikuti belasan orang dengan penutup muka. Total jumlah mereka sekitar 10-15 orang.
“Mereka membawa senjata semuanya dan langsung menyeret petugas sipir untuk menunjukkan empat tahanan yang mereka cari. Mereka juga mengancam akan meledakkan lapas dengan granat,” tambahnya.

Di blok A, komplotan bersenjata tersebut langsung menyisir empat tersangka yang mereka cari. Ada dua versi terkait eksekusi penembakan empat korban. Satu versi menyebutkan para pelaku meminta sipir memindahkan tahanan lain sebelum menembak empat korban dalam jarak dekat. Tapi versi lain yang berkembang menyebutkan para korban ditembak di tempat, tepat di hadapan 31 tahanan lainnya.

“Waktunya sebentar, kira-kira 10 menit,” ujar Direktur Kamtib Ditjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM, Wibowo Joko, saat dikonfirmasi kembali melalui telepon, kemarin petang.

Menurutnya, keempat tahanan di Lapas Cebongan, Sleman ditembak dari jarak 1 meter dan akhirnya tahanan tersebut  langsung tewas seketika.
Penyerang yang berjumlah 10-15 orang diduga menggunakan senjata api jenis AK 47. “Diduga senjata itu,” sebut Joko.

ari penelusuran lanjutan, rombongan misterius yang melakukan penembakan terhadap empat tahanan di Lapas Cebongan, Sleman ternyata datang membawa dan menunjukkan surat izin dari Polda Daerah Istimewa Yogyakarta sebelum masuk ke lapas. Meski belum diketahui mengapa mereka bisa mengantongi surat itu untuk bisa masuk ke dalam Lapas.

Hal ini diungkapkan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana yang sudah memperoleh laporan kronologis lengkap terkait penyerangan dan penembakan yang terjadi di Lapas Sleman itu.

“Saya mendapat laporan, mereka datang berpakaian rapi dan menunjukkan surat dari Polda DIY minta untuk masuk. Tetapi oleh penjaga pintu utama Supratikno ditolak sehingga mereka menodongkan senjata pada petugas,” ujar Denny dalam jumpa persnya di gedung utama Kemenkumham, Jakarta Selatan, kemarin siang.

Rombongan ini juga menunjukkan granat dan memaksa sambil mengancam masuk. Setelah di area pintu utama, baru diketahui ternyata rombongan itu berjumlah 10 hingga 15 orang.

Mereka meminta kunci blok hunian. Namun oleh petugas dijawab, kunci disimpan oleh Kepala KPLP Margo Utomo di rumah dinasnya. Meski mendapat keterangan itu, dua dari rombongan tetap memaksa salah satu petugas yaitu Supratikno untuk mengantarkan ke rumah Margo dengan todongan senjata laras panjang.

Sementara itu, Kepala Jaga Edi Prasetyo dipaksa dengan todongan senjata laras panjang oleh dua anggota rombongan untuk menunjukan ruangan Kalapas dan tempat penyimpanganan alat perekam CCTV di lantai II.

“Di depan ruang Kepala Lapas (Kalapas) Edi dipaksa tiarap sehingga tidak tahu apa yang terjadi di ruang Kalapas,” kata Denny.

Setelah mendapatkan kunci dari Margo yang membawa kunci kotak, rombongan memaksa Margo membuka dan mencari kunci yang dibutuhkan. Margo enggan dan berusaha menelpon Kalapas untuk meminta persetujuan terlebih dahulu.

Namun, belum juga direspons teleponnya, handphone milik Margo dirampas. Mereka lalu meminta Edi menunjukkan kunci yang diperlukan dengan menodong senjata laras panjang.

Petugas blok Widayat dan Tri Widodo yang melihat aksi itu, berusaha membantu para kepala Lapas. Namun dicegah beberapa orang dari kelompok itu. Mereka ditodong senjata laras panjang dan diminta tiarap.

Tri Widodo kemudian diminta membuka Blok A Kamar No 5 yang berisi 35 tahanan. Setelah itu ia didorong dan diminta tiarap lagi. Punggungnya diinjak dan ditodong senjata laras panjang.

“Petugas tidak tahu lagi apa yang mereka lakukan, setelah beberapa menit mereka berlari keluar meninggalkan blok. Saat petugas bangun dan melihat kamar sudah ada empat tahanan yang tewas. Mereka melarikan diri dengan mobil yang diparkir di area lapas,” pungkas Denny. (flo/net/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/