JAKARTA – Dewan Pers Indonesia kembali mengimbau kepada KPU maupun Panwaslu untuk tidak gegabah dalam menangani masalah iklan atau promosi lainnya dari partai politik (Parpol) serta calon legislatif di media massa. Sebab, bisa-bisa malah menimbulkan salah persepsi baik dari kalangan penyelenggara pemilu maupun media massa.
“Baik Dewan Pers, KPU, Bawaslu/Panwaslu, masing-masing sudah tahu posisinya dalam penyelenggaraan pemilu ini. Jadi sebisa mungkin menghindari hal-hal yang bisa menyebabkan konflik,” kata Nezar Patria, anggota Dewan Pers Indonesia kepada media ini, Minggu (23/3).
Menyikapi masalah yang terjadi di Kota Gorontalo, di mana seluruh pimpinan redaksi dipanggil Panwaslu terkait pemasangan iklan oleh caleg maupun Parpol, Nezar menyatakan, hal tersebut harus dilihat lagi kronologisnya. Apa dasar Panwaslu memanggil seluruh pimred koran lokal. Jika hanya sebatas meminta klarifikasi untuk kebutuhan penyelidikan kasus pelanggaran oleh caleg atau parpol, tidak masalah. Bahkan media massa diminta untuk membantu agar ada transparansi.
“Yang jadi masalah bila Panwaslu menegur para pimred tersebut. Karena media massa hanya sebatas menyediakan page untuk iklan atau promosi caleg serta parpol,” terangnya.
Dia menambahkan, bulan lalu ada kesepakatan bersama antara Dewan Pers Indonesia dan KPU soal pembagian kewenangan dalam pengawasan pelaksanaan pemilu. KPU dan Bawaslu hanya mengawasi caleg dan parpol. Sedangkan Dewan Pers mengawasi konten media.
“Jadi tidak tepat kalau KPU atau Panwaslu menegur media massa karena itu jadi kewenangan Dewan Pers. Namun masalah ini akan kami telaah lagi karena belum ada laporan resmi dari para pimred di Gorontalo. Kalau sudah ada laporannya, Dewan Pers akan menentukan sikap selanjutnya,” pungkasnya. (esy/jpnn)