31 C
Medan
Sunday, June 30, 2024

Butuh Rp1,5 Miliar Lolos ke Senayan

JAKARTA–Tak bisa dipungkiri bahwa biaya untuk menjadi DPR RI sangat tinggi. Pengalaman menunjukkan seorang caleg minimal harus menyiapkan Rp1,5 miliar agar lolos ke Senayan. Dengan high cost setinggi ini dikhawatirkan berefek pada makin banyaknya kasus korupsi yang melibatkan anggota legislatif.

Pengamat politik dari Point Indonesia Karel Harto Susetyo mengatakan, maraknya tindakan korupsi yang dilakukan anggota DPR tidak terlepas dari mahalnya ongkos politik saat menjadi caleg. Para caleg itu sadar bahwa tidak sedikit yang harus dikeluarkan demi bisa merasakan empuknya kursi parlemen di Senayan.

“Jadi bisa kita katakan bahwa mahalnya tiket menuju Senayan menjadi salah satu penyebab terpolanya tindakan korup di antara para politikus. Kenapa> Karena memang para politikus itu berpolitik dalam logika ekonomi,” kata Karel kepada Indopos (grup Sumut Pos), Selasa (23/4).
Dikatakan, para caleg ini menginvestasikan uang yang luar biasa banyak. Pasalnya, pasar politik akan terbentuk dengan sendirinya, dimana pemilih menjadi penjual dan caleg yang bertindak sebagai pembelinya.

“Dalam mekanisme pasar, jelas pembeli termahal akan lebih banyak diburu. Imbasnya, marwah jabatan sebagai pelayan atau wakil rakyat berubah menjadi media untuk mencari keuntungan semata. Parahnya, ini sudah seperti pola paten yang terjadi di banyak daerah, meskipun tidak semua caleg melakukanya,” terangnya.

Tingginya investasi modal di dunia politik juga dialami oleh politisi Golkar, Tantowi Yahya. Dia mengaku sudah mempersiapkan dana Rp1,5 miliar untuk berkampanye pada Pemilu 2014. “Ya saya harus mempersiapakan dana itu. Pemilu 2009 saya hanya menghabiskan sekitar Rp800 juta. Karena pindah dapil, ya mesti lebih banyak,” kata Tantowi di Gedung DPR RI, Selasa (23/4).

Pada Pemilu 2009 silam, Tantowi maju dari dapil dari Sumatera Selatan, dan untuk 2014 ini, mantan presenter kondang ini pinsdah ke dapil DKI Jakarta III. Karena pindah dapil di wilayah yang tingkat persaingannya tinggi, maka dia mengaku sudah menyiapkan Rp1,5 miliar.

Biaya yang Rp1,5 miliar itu pun sudah ditekannya dengan cara ‘curi start’ melalui kampanye dan bersosialisasi sejak setahun yang lalu. Itu karena Tantowi juga pernah digadang menjadi calon gubernur DKI Jakarta meskipun Golkar akhirnya memilih Alex Noordin untuk diusung pada Pilkada DKI Jakarta 2012.
“Saya sudah punya jaringan infrastruktur saat mau jadi gubernur. Itulah yang saya manfaatkan pada pileg nanti. Hal terpenting untuk menyiasati dana kampanye, menurutnya, adalah sering turun ke daerah pemilihan, sama seperti yang telah ia lakukan pada Pemilu 2009,” kata Tantowi.

Sementara itu, politisi Partai Gerindra Martin Hutabarat mengaku menghabiskan dana sebesar Rp1,5 miliar untuk kampanye pada 2009 silam. Kini, dirinya pun harus mempersiapkan dana yang sama untuk 2014. “Dari pengalaman Pemilu 2009, dana sebesar Rp1,5 miliar itu sebagian besar habis untuk membuat atribut-atribut kampanye,” paparnya.

Selain itu, kata Martin, dia harus membuat kaos sebanyak 10 ribu lembar untuk dibagikan di daerah pemilihannya, yaitu Sumatera Utara. Pembuatan satu kaos dihargai Rp 25 ribu. “Itu kaos yang paling bagus, supaya bisa cepat dibagikan. Jadi tidak rusak nanti waktu pemilihan. Ada juga dana untuk mendukung tim olahraga di daerah,” katanya.

Sementara untuk sosialisasi, Martin mengunjungi desa-desa untuk mengadakan acara dan menggelar pertemuan. Setiap pertemuan harus mengumpulkan 300 orang, dan saat Pemilu 2009, Martin setidaknya harus menghadiri 100 pertemuan. Untuk mengumpulkan 300 orang itu, dirinya harus menyediakan konsumsi seperti makanan, minuman, juga membayar ruang pertemuan.

“Belum lagi, biaya uang hadir yang harus diberikan pada 300 orang yang hadir. Masing-masing simpatisan diberi ongkos bensin sekitar Rp 20 ribu. Karena itu kita jangan sok kaya. Harus ada orang yang meyakinkan dan bilang, bapak ini janji tidak akan korupsi, makanya jangan minta uang bensin banyak-banyak. Sekedarnya saja,” pungkasnya memberi tips. (dms/jpnn)

JAKARTA–Tak bisa dipungkiri bahwa biaya untuk menjadi DPR RI sangat tinggi. Pengalaman menunjukkan seorang caleg minimal harus menyiapkan Rp1,5 miliar agar lolos ke Senayan. Dengan high cost setinggi ini dikhawatirkan berefek pada makin banyaknya kasus korupsi yang melibatkan anggota legislatif.

Pengamat politik dari Point Indonesia Karel Harto Susetyo mengatakan, maraknya tindakan korupsi yang dilakukan anggota DPR tidak terlepas dari mahalnya ongkos politik saat menjadi caleg. Para caleg itu sadar bahwa tidak sedikit yang harus dikeluarkan demi bisa merasakan empuknya kursi parlemen di Senayan.

“Jadi bisa kita katakan bahwa mahalnya tiket menuju Senayan menjadi salah satu penyebab terpolanya tindakan korup di antara para politikus. Kenapa> Karena memang para politikus itu berpolitik dalam logika ekonomi,” kata Karel kepada Indopos (grup Sumut Pos), Selasa (23/4).
Dikatakan, para caleg ini menginvestasikan uang yang luar biasa banyak. Pasalnya, pasar politik akan terbentuk dengan sendirinya, dimana pemilih menjadi penjual dan caleg yang bertindak sebagai pembelinya.

“Dalam mekanisme pasar, jelas pembeli termahal akan lebih banyak diburu. Imbasnya, marwah jabatan sebagai pelayan atau wakil rakyat berubah menjadi media untuk mencari keuntungan semata. Parahnya, ini sudah seperti pola paten yang terjadi di banyak daerah, meskipun tidak semua caleg melakukanya,” terangnya.

Tingginya investasi modal di dunia politik juga dialami oleh politisi Golkar, Tantowi Yahya. Dia mengaku sudah mempersiapkan dana Rp1,5 miliar untuk berkampanye pada Pemilu 2014. “Ya saya harus mempersiapakan dana itu. Pemilu 2009 saya hanya menghabiskan sekitar Rp800 juta. Karena pindah dapil, ya mesti lebih banyak,” kata Tantowi di Gedung DPR RI, Selasa (23/4).

Pada Pemilu 2009 silam, Tantowi maju dari dapil dari Sumatera Selatan, dan untuk 2014 ini, mantan presenter kondang ini pinsdah ke dapil DKI Jakarta III. Karena pindah dapil di wilayah yang tingkat persaingannya tinggi, maka dia mengaku sudah menyiapkan Rp1,5 miliar.

Biaya yang Rp1,5 miliar itu pun sudah ditekannya dengan cara ‘curi start’ melalui kampanye dan bersosialisasi sejak setahun yang lalu. Itu karena Tantowi juga pernah digadang menjadi calon gubernur DKI Jakarta meskipun Golkar akhirnya memilih Alex Noordin untuk diusung pada Pilkada DKI Jakarta 2012.
“Saya sudah punya jaringan infrastruktur saat mau jadi gubernur. Itulah yang saya manfaatkan pada pileg nanti. Hal terpenting untuk menyiasati dana kampanye, menurutnya, adalah sering turun ke daerah pemilihan, sama seperti yang telah ia lakukan pada Pemilu 2009,” kata Tantowi.

Sementara itu, politisi Partai Gerindra Martin Hutabarat mengaku menghabiskan dana sebesar Rp1,5 miliar untuk kampanye pada 2009 silam. Kini, dirinya pun harus mempersiapkan dana yang sama untuk 2014. “Dari pengalaman Pemilu 2009, dana sebesar Rp1,5 miliar itu sebagian besar habis untuk membuat atribut-atribut kampanye,” paparnya.

Selain itu, kata Martin, dia harus membuat kaos sebanyak 10 ribu lembar untuk dibagikan di daerah pemilihannya, yaitu Sumatera Utara. Pembuatan satu kaos dihargai Rp 25 ribu. “Itu kaos yang paling bagus, supaya bisa cepat dibagikan. Jadi tidak rusak nanti waktu pemilihan. Ada juga dana untuk mendukung tim olahraga di daerah,” katanya.

Sementara untuk sosialisasi, Martin mengunjungi desa-desa untuk mengadakan acara dan menggelar pertemuan. Setiap pertemuan harus mengumpulkan 300 orang, dan saat Pemilu 2009, Martin setidaknya harus menghadiri 100 pertemuan. Untuk mengumpulkan 300 orang itu, dirinya harus menyediakan konsumsi seperti makanan, minuman, juga membayar ruang pertemuan.

“Belum lagi, biaya uang hadir yang harus diberikan pada 300 orang yang hadir. Masing-masing simpatisan diberi ongkos bensin sekitar Rp 20 ribu. Karena itu kita jangan sok kaya. Harus ada orang yang meyakinkan dan bilang, bapak ini janji tidak akan korupsi, makanya jangan minta uang bensin banyak-banyak. Sekedarnya saja,” pungkasnya memberi tips. (dms/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/