31.7 C
Medan
Thursday, May 16, 2024

Ramadan, Warung Tetap Buka

Warung tutup saat Ramadan.
Warung tutup saat Ramadan.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Jelang Ramadan, perdebatan soal boleh tidaknya warung makan dan restoran kembali mengemuka. Demi mencegah perdebatan panjang, Kementerian Agama langsung megambil sikap. Sebab, dikhawatirkan perdebatan itu memancing kelompok tertentu melakukan tindakan kekerasan atas nama agama.

Menag Lukman Hakim Saifuddin meminta agar seluruh pihak dapat saling menghormati. Dalam keterangan resminya, Lukman mengatakan pihak yang berpuasa juga harus menghormati hak pihak lain yang tidak berkewajiban dan tidak sedang puasa. “Warung-warung tak perlu dipaksa tutup. Kita harus hormati juga hak mereka yang tak berkewajiban dan tak sedang berpuasa,” ujarnya.

Menurut dia, apabila ada yang sukarela menutup warungnya, tentu dihormati. Jangan saling memaksa satu kepada yang lain. Selain itu, kata dia, muslim yang baik, tidak memaksa orang lain menutup sumber mata pencahariannya demi tuntutan menghormati yang sedang puasa.

Menag menuturkan, selain harus menghormati yang sedang berpuasa, umat muslim juga dituntut menghormati hak mereka yang tidak wajib bepuasa. Misalnya karena bukan muslim. “Juga menghormati hak muslim yang tidak sedang berpuasa karena keadaan (musafir, sakit, perempuan haid, hamil, menyusui),” tambahnya.

Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin berpendapat berbeda dengan Menag soal buka tutup warung di bulan Ramadan. “Menurut hemat saya, eloknya (warung makan) tutup, menghormati yang berpuasa,” terangnya saat ditemui di Pusat Dakwah Muhammadiyah kemarin.

Alumnus IAIN (Sekarang UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu menuturkan, pada dasarnya semua harus saling menghormati. Dalam hal Ramadan, maka sebaiknya yang dihormati adalah yang mayoritas. Dia meyakini orang Indonesia yang berpuasa jumlahnya mayoritas ketimbang yang tidak berpuasa. Ketika warung makan buka, itu berpotensi mengganggu yang sedang berpuasa.

Meskipun demikian, dia juga mewanti-wanti yang berpuasa agar tidak berbuat seenaknya. “Kepada umat Islam yang berpuasa, kita jangan manja,” ucapnya. Jangan meminta untuk dihormati. Lebih baik memperkuat keimanan sehingga tidak tergoda. “Kalau kebetulan ada yang tidak sadar, tetap buka, tidak usah diserang,” imbuhnya.

Din berpesan bagi para pedagang, khususnya pedagang muslim, tidak perlu khawatir kehilangan rezeki apabila menutup warung di siang hari. “Jangan-jangan kalau menghormati yang berpuasa, lalu buka saat malam, rezekinya bertambah,” lanjutnya.

Ulama 56 tahun itu menyebut ada sejumlah pengusaha kuliner yang justru laris karena mengubah jam buka menjadi jelang waktu berbuka puasa. Saat itu, kebutuhan akan makanan siap saji akan melonjak, terutama bagi mereka yang tidak sempat memasak. “Kalau saya, idealnya (warung makan) tutup, maksudnya ganti waktu buka,” tambahnya. (mia/byu/jpnn/rbb)

Warung tutup saat Ramadan.
Warung tutup saat Ramadan.

JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Jelang Ramadan, perdebatan soal boleh tidaknya warung makan dan restoran kembali mengemuka. Demi mencegah perdebatan panjang, Kementerian Agama langsung megambil sikap. Sebab, dikhawatirkan perdebatan itu memancing kelompok tertentu melakukan tindakan kekerasan atas nama agama.

Menag Lukman Hakim Saifuddin meminta agar seluruh pihak dapat saling menghormati. Dalam keterangan resminya, Lukman mengatakan pihak yang berpuasa juga harus menghormati hak pihak lain yang tidak berkewajiban dan tidak sedang puasa. “Warung-warung tak perlu dipaksa tutup. Kita harus hormati juga hak mereka yang tak berkewajiban dan tak sedang berpuasa,” ujarnya.

Menurut dia, apabila ada yang sukarela menutup warungnya, tentu dihormati. Jangan saling memaksa satu kepada yang lain. Selain itu, kata dia, muslim yang baik, tidak memaksa orang lain menutup sumber mata pencahariannya demi tuntutan menghormati yang sedang puasa.

Menag menuturkan, selain harus menghormati yang sedang berpuasa, umat muslim juga dituntut menghormati hak mereka yang tidak wajib bepuasa. Misalnya karena bukan muslim. “Juga menghormati hak muslim yang tidak sedang berpuasa karena keadaan (musafir, sakit, perempuan haid, hamil, menyusui),” tambahnya.

Sementara itu, Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin berpendapat berbeda dengan Menag soal buka tutup warung di bulan Ramadan. “Menurut hemat saya, eloknya (warung makan) tutup, menghormati yang berpuasa,” terangnya saat ditemui di Pusat Dakwah Muhammadiyah kemarin.

Alumnus IAIN (Sekarang UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta itu menuturkan, pada dasarnya semua harus saling menghormati. Dalam hal Ramadan, maka sebaiknya yang dihormati adalah yang mayoritas. Dia meyakini orang Indonesia yang berpuasa jumlahnya mayoritas ketimbang yang tidak berpuasa. Ketika warung makan buka, itu berpotensi mengganggu yang sedang berpuasa.

Meskipun demikian, dia juga mewanti-wanti yang berpuasa agar tidak berbuat seenaknya. “Kepada umat Islam yang berpuasa, kita jangan manja,” ucapnya. Jangan meminta untuk dihormati. Lebih baik memperkuat keimanan sehingga tidak tergoda. “Kalau kebetulan ada yang tidak sadar, tetap buka, tidak usah diserang,” imbuhnya.

Din berpesan bagi para pedagang, khususnya pedagang muslim, tidak perlu khawatir kehilangan rezeki apabila menutup warung di siang hari. “Jangan-jangan kalau menghormati yang berpuasa, lalu buka saat malam, rezekinya bertambah,” lanjutnya.

Ulama 56 tahun itu menyebut ada sejumlah pengusaha kuliner yang justru laris karena mengubah jam buka menjadi jelang waktu berbuka puasa. Saat itu, kebutuhan akan makanan siap saji akan melonjak, terutama bagi mereka yang tidak sempat memasak. “Kalau saya, idealnya (warung makan) tutup, maksudnya ganti waktu buka,” tambahnya. (mia/byu/jpnn/rbb)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/