28 C
Medan
Wednesday, June 26, 2024

Ingin Menginap, Bawa Surat Sakti dan Bayar Rp75 Ribu

Mengunjungi Kamar Bung Karno di Pesanggrahan Parapat

Mess Bung Karno di bibir pantai Danau Toba kondisinya memprihatinkan. Tak mau aset besejarah itu lapuk ditelan zaman, Pemerintah Kabupaten Simalungun berniat mengambilalih perbaikan dan pemeliharaannya dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Bagaimana kondisinya?

JESRON SIHOTANG-Parapat

Parapat, kota wisata alam di Kabupaten Simalungun pernah menjadi lokasi pengasingan Presiden Soekarno. Bapak proklamator itu ditempatkan di sebuah rumah di tepi Danau Toba pada 1 Januari 1949, setelah diasingkan di Berastagi. Di rumah ini Soekarno tinggal selama satu setengah bulan bersama Agus Salim dan Sutan Syahrir.
Bupati Simalungun JR Saragih dan rombongan dan wartawan METRO SIANTAR (grup Sumut Pos) berkesempatan meninjau rumah pengasingan bapak bangsa itu, kemarin (23/6).

Di depan rumah pengasingan terpampang pamflet bertuliskan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Mess/Pesanggrahan Parapat. Letaknya di Jalan Istana No 5, di sebelah mess yang oleh warga sekitarn
disebut Pesanggrahan Bung Karno itu berdiri Mess Marihat.

Kedatangan rombongan bupati disambut petugas penjaga Mess Marihat dan Pesanggrahan Bung Karno, Darmadi. Dia lalu menceritakan sejarah singkat mess tersebut. “Pesanggrahan Bung Karno ini berdiri sejak 1972 dengan fasilitas sangat sederhana,” ujar Darmadi.

Petugas penjaga mess dan kamar Bung Karno inipun sudah silih berganti. Mulai dari Misdi, Suprapto dan sejak 2010 hingga saat ini adalah Darmadi.

Pesangrahan yang dibangun pada 1972 itu hanya memiliki 4 kamar. Salah satunya adalah kamar dan tempat tidur Bung Karno. Sayangnya, 80 persen perabotan di dalamnya sudah dilengkapi properti gaya modern.
Di kamar inilah Bupati Simalungun JR Saragih, terkesima. Di balik kekagumannya, Bupati menyayangkan kondisi bangunan bersejarah yang di sejumlah bagiannya tampak lapuk seperti rumah tak berpenghuni.

“Saya baru pertama kali menginjakkan kaki di sini, untung METRO (wartawan METRO SIANTAR)  mengajak kemari,” katanya, sembari melewati lukisan Bung Karno berwujud 3 dimensi di dinding dekat tangga menuju lantai dua.
Dari lantai dua Pesanggrahan Bung Karno, JR bertelepon kepada salah seorang kerabatnya di Jakarta. “Halo pak Bungaran Saragih, apa kabar?”.

Kepada mantan menteri pertanian itu, JR mengungkapkan niat memperbaiki pesanggrahan yang kondisinya memprihatinkan. “Kami berniat pemeliharaan dan renovasinya diambil alih Pemkab Simalungun, sehingga dapat menambah warna sari pariwisata Danau Toba di Parapat. Bantu kami ya Pak?” demikian suara JR saat berbicara melalui telepon.

Pesanggrahan Bung Karno dan Mess Marihat sering dikunjungi pejabat negara, pejabat daerah dan pejabat publik. Uniknya, pengelola kerap dimarahi para pejabat tersebut. ”Kami sering kena marah karena saat mereka tidur dan hujan turun, air menembus asbes (plafon) dan membasahi tempat tidur. Termasuk di kamar Bung Karno,” kata Darmadi.

Keluhan para tamu ini berulang kali disampaikan pejabat yang bersangkutan ke pejabat di Pempovsu, atau disampaikan pengelola ke pejabat pejabat yang berwenang di Pempovsu. Setelah itu biasanya utusan dari Pemprovsu akan datang membawa meter, mengukur dan mengambil foto dari berbagai sudat. ”Tapi hingga kini renovasi yang seutuhnya tidak pernah jelas, biasalah…,” kata Darmadi.

Menurut Darmadi yang didampingi petugas kebersihan, Mangasi Sinaga, Mess Marihat dan Pesanggrahan Bung Karno memang jarang mendapat perhatian. Kalaupun ada rehabilitasi gedung, hanya kecil-kecilan. Seperti perbaikan di kamar mandi, sebagian lantai di teras samping dan pembuatan kanopi di samping pintu belakang.

Selain dikunjungi pejabat, warga biasa juga sering menginap di Mess Marihat dan Pesanggrahan Bung Karno. Syaratnya, membawa surat sakti dari pejabat di Pemprovsu dan membayar ’uang perawatan’ Rp75.000. Berdasarkan pengalaman wartawan koran ini, bila sedang musim liburan, tarif inap sering kali dinaikkan, sesuai kesepakatan antara penginap dan pengelola.

“Bagaimanalah bang, harga kamar di luar sana kan sudah naik dan sudah full booking. Otomatis kita pun menaikkan harga kamar mess ini dan tanpa surat sakti. Biasa Rp100.000, sekadar pengganti nyuci spray aja bang,” kata Darmadi.

Dari pantauan METRO SIANTAR, selain harga kamar yang dijual diduga tanpa sepengetahuan pihak Pemprov Sumut, kawasan wisata di sekitar Pesanggrahan Bung Karno dijadikan objek uang masuk. Setiap kendaraan yang parkir di wilayah itu dikutip ‘biaya penitipan’ dari Rp5.000 per sepeda motor hingga Rp20.000 untuk mobil mewah.
“Memang begitu jugalah yang kami lihat bang,” ujar warga yang menjajakan dagangannya di sekitar lokasi pesanggrahan Bung Karno. (*)

Mengunjungi Kamar Bung Karno di Pesanggrahan Parapat

Mess Bung Karno di bibir pantai Danau Toba kondisinya memprihatinkan. Tak mau aset besejarah itu lapuk ditelan zaman, Pemerintah Kabupaten Simalungun berniat mengambilalih perbaikan dan pemeliharaannya dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara. Bagaimana kondisinya?

JESRON SIHOTANG-Parapat

Parapat, kota wisata alam di Kabupaten Simalungun pernah menjadi lokasi pengasingan Presiden Soekarno. Bapak proklamator itu ditempatkan di sebuah rumah di tepi Danau Toba pada 1 Januari 1949, setelah diasingkan di Berastagi. Di rumah ini Soekarno tinggal selama satu setengah bulan bersama Agus Salim dan Sutan Syahrir.
Bupati Simalungun JR Saragih dan rombongan dan wartawan METRO SIANTAR (grup Sumut Pos) berkesempatan meninjau rumah pengasingan bapak bangsa itu, kemarin (23/6).

Di depan rumah pengasingan terpampang pamflet bertuliskan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, Mess/Pesanggrahan Parapat. Letaknya di Jalan Istana No 5, di sebelah mess yang oleh warga sekitarn
disebut Pesanggrahan Bung Karno itu berdiri Mess Marihat.

Kedatangan rombongan bupati disambut petugas penjaga Mess Marihat dan Pesanggrahan Bung Karno, Darmadi. Dia lalu menceritakan sejarah singkat mess tersebut. “Pesanggrahan Bung Karno ini berdiri sejak 1972 dengan fasilitas sangat sederhana,” ujar Darmadi.

Petugas penjaga mess dan kamar Bung Karno inipun sudah silih berganti. Mulai dari Misdi, Suprapto dan sejak 2010 hingga saat ini adalah Darmadi.

Pesangrahan yang dibangun pada 1972 itu hanya memiliki 4 kamar. Salah satunya adalah kamar dan tempat tidur Bung Karno. Sayangnya, 80 persen perabotan di dalamnya sudah dilengkapi properti gaya modern.
Di kamar inilah Bupati Simalungun JR Saragih, terkesima. Di balik kekagumannya, Bupati menyayangkan kondisi bangunan bersejarah yang di sejumlah bagiannya tampak lapuk seperti rumah tak berpenghuni.

“Saya baru pertama kali menginjakkan kaki di sini, untung METRO (wartawan METRO SIANTAR)  mengajak kemari,” katanya, sembari melewati lukisan Bung Karno berwujud 3 dimensi di dinding dekat tangga menuju lantai dua.
Dari lantai dua Pesanggrahan Bung Karno, JR bertelepon kepada salah seorang kerabatnya di Jakarta. “Halo pak Bungaran Saragih, apa kabar?”.

Kepada mantan menteri pertanian itu, JR mengungkapkan niat memperbaiki pesanggrahan yang kondisinya memprihatinkan. “Kami berniat pemeliharaan dan renovasinya diambil alih Pemkab Simalungun, sehingga dapat menambah warna sari pariwisata Danau Toba di Parapat. Bantu kami ya Pak?” demikian suara JR saat berbicara melalui telepon.

Pesanggrahan Bung Karno dan Mess Marihat sering dikunjungi pejabat negara, pejabat daerah dan pejabat publik. Uniknya, pengelola kerap dimarahi para pejabat tersebut. ”Kami sering kena marah karena saat mereka tidur dan hujan turun, air menembus asbes (plafon) dan membasahi tempat tidur. Termasuk di kamar Bung Karno,” kata Darmadi.

Keluhan para tamu ini berulang kali disampaikan pejabat yang bersangkutan ke pejabat di Pempovsu, atau disampaikan pengelola ke pejabat pejabat yang berwenang di Pempovsu. Setelah itu biasanya utusan dari Pemprovsu akan datang membawa meter, mengukur dan mengambil foto dari berbagai sudat. ”Tapi hingga kini renovasi yang seutuhnya tidak pernah jelas, biasalah…,” kata Darmadi.

Menurut Darmadi yang didampingi petugas kebersihan, Mangasi Sinaga, Mess Marihat dan Pesanggrahan Bung Karno memang jarang mendapat perhatian. Kalaupun ada rehabilitasi gedung, hanya kecil-kecilan. Seperti perbaikan di kamar mandi, sebagian lantai di teras samping dan pembuatan kanopi di samping pintu belakang.

Selain dikunjungi pejabat, warga biasa juga sering menginap di Mess Marihat dan Pesanggrahan Bung Karno. Syaratnya, membawa surat sakti dari pejabat di Pemprovsu dan membayar ’uang perawatan’ Rp75.000. Berdasarkan pengalaman wartawan koran ini, bila sedang musim liburan, tarif inap sering kali dinaikkan, sesuai kesepakatan antara penginap dan pengelola.

“Bagaimanalah bang, harga kamar di luar sana kan sudah naik dan sudah full booking. Otomatis kita pun menaikkan harga kamar mess ini dan tanpa surat sakti. Biasa Rp100.000, sekadar pengganti nyuci spray aja bang,” kata Darmadi.

Dari pantauan METRO SIANTAR, selain harga kamar yang dijual diduga tanpa sepengetahuan pihak Pemprov Sumut, kawasan wisata di sekitar Pesanggrahan Bung Karno dijadikan objek uang masuk. Setiap kendaraan yang parkir di wilayah itu dikutip ‘biaya penitipan’ dari Rp5.000 per sepeda motor hingga Rp20.000 untuk mobil mewah.
“Memang begitu jugalah yang kami lihat bang,” ujar warga yang menjajakan dagangannya di sekitar lokasi pesanggrahan Bung Karno. (*)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/