30 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

KEK Sei Mangkei Harus Beroperasi 2015

JAKARTA-Pemkab Simalungun punya tanggung jawab besar mempersiapkan beroperasinya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei. Pasalnya, sesuai ketentuan di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2012 tentang KEK Sei Mangkei, kawasan ekonomi seluas 2002,77 hektar yang terletak dalam wilayah Kecamatan Bosar Maligas itu harus sudah siap beroperasi awal 2015.

Sesuai dengan PP yang diterbitkan 27 Februari 2012 itu, Pemkab Simalungunlah yang menetapkan badan usaha yang melakukan pembangunan dan pengelolaan KEK Sei Mangkei. Di pasal 3 ayat (2) PP 29 Tahun 2012 itu menyatakan, “Badan Usaha sebagaimaan dimaksud pada ayat (1) melaksanakan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei sampai siap operasi dalam jangka waktu paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.”

Target operasional 2015 ini diprediksi bakal meleset. Mengapa? Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng, menyebut sejumlah masalah yang bakal menghambat realisasi proyek nasional ini.

Pertama, rendahnya kepedulian Pemda. Namun menurut Robert, Pemda tidak serta-serta langsung disalahkan. Pemerintah pusat, menurutnya, seringkali tidak melibatkan Pemda secara aktif dalam membuat rencana program nasional di daerah, hingga ke tingkat pelaksanaannya. “KEK Sei Mangkei ini, sejauh mana Pemda dilibatkan dalam pembahasannya? Jangan-jangan tiba-tiba ketok palu,” ujar Robert Endi Jaweng kepada Sumut Pos di Jakarta, Senin (23/7).

Sementara, sesuai ketentuan, pengelolaan sebuah KEK langsung ditangani pusat, yang nantinya punya kepanjangan tangan di provinsi bernama Dewan Kawasan dan di kabupaten bernama Administrator Kawasan. Dewan Kawasan terdiri atas ketua, yaitu gubernur, wakil ketua yaitu bupati/walikota, dan anggota yaitu unsur Pemerintah di provinsi, unsur pemerintah provinsi, dan unsur pemerintah kabupaten/kota.

Dewan Kawasan bertugas melaksanakan kebijakan umum yang telah ditetapkan oleh Dewan Nasional untuk mengelola dan mengembangkan KEK di wilayah kerjanya, serta membentuk Administrator KEK. Tugas Administrator Kawasan Ekonomi Khusus ini, diatur secara rinci di UU Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus. Di  Pasal 23 ayat (1) disebutkan, Administrator KEK punya tiga tugas.

Pertama, melaksanakan pemberian izin usaha dan izin lain yang diperlukan bagi Pelaku usaha yang mendirikan, menjalankan, dan mengembangkan usaha di KEK. Kedua, melakukan pengawasan dan pengendalian operasionalisasi KEK. Ketiga, menyampaikan laporan operasionalisasi KEK secara berkala dan insidental kepada Dewan Kawasan. Diatur pula, pelaksanaan pemberian izin sebagaimana dimaksud adalah dilakukan melalui pelayanan terpadu satu pintu.

Selanjutnya, di pasal 24 dinyatakan, dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 23, Administrator KEK memperoleh pendelegasian atau pelimpahan wewenang di bidang perizinan dari Pemerintah dan pemerintah daerah.

Menurut Robert Endi Jaweng, pembukaan KEK selalu membuat Pemda terpinggirkan. Pasalnya, proses pembahasannya pun selalu dari atas ke bawah (top down). Sementara, saat ini merupakan era otonomi daerah. “Sehingga Pemda tak legowo jika di wilayahnya ada wilayah (enclave, red) yang pengelolaannya dikendalikan pusat, sementara Pemda tak dapat apa-apa,” ujar Robert.

Problem kedua soal pembagian kewenangan. Dijelaskan Robert, KEK Sei Mangkei ini nantinya memang tidak seperti Badan Otorita Batam (BOB), yang punya kewenangan mutlak mengurusi indistri di sana dan Pemko Batam tidak punya kewenangan apa pun di kawasan BOB. Pola pembagian kewenangan yang ‘ekstrem’ ini, menurut Robert, sering menjadi sumber konflik antara Pemko Batam dengan BOB.

Meski KEK Sei Mangkei tidak seekstrem BOB, tapi diingatkan Robert, sejak awal pembagian kewenangan ini harus jelas, yakni antara Pemkab Simalungun dengan Administrator KEK Sei Mangkei.

Saran Robert, agar Pemkab Simalungun bisa punya rasa memiliki, maka harus mendapatkan insentif tertentu atas keberadaan KEK Sei Mangkei ini. “Bisa saja dari fiskal, berapa porsi bagi hasil pajak penghasilan. Dan jangan pula masalah izin-izin menjadi sepenuhnya kewenangan pusat,” ujar pria asal Flores itu.

Prinsipnya, lanjut dia, jangan sampai Pemkab Simalungun yang punya wilayah, malah merasa mendapatkan beban atas keberadaan KEK Sei Mangkei. “Harus ada timbal baliknya dan jelas diatur sejak awal,” ujarnya.

Diingatkan Robert, ke depan, jika KEK Sei Mangkei nantinya maju, sudah pasti membawa dampak-dampak sosial lainnya. Bukan hanya yang baik seperti menyerap tenaga kerja, tapi juga implikasi yang buruk. Implikasi-implikasi sosial itu nantinya menjadi tugas pemda untuk menyelesaikannya. “Contohnya di Batam, banyak rumah-rumah liar dan kumuh. Itu implikasi kawasan industri, yang merangsang orang datang. Nah, itu tugas siapa? Itu urusan Pemda. Jadi, jangan sampai Pemda mendapatkan bebannya saja,” ucap Robert.

Dijelaskan, kunci persoalan ini adalah koordinasi yang bagus antara pusat dan daerah. Jika jelek koordinasinya, berbagai persoalan terus muncul tak terselesaikan. “Seperti soal lahan, pusat oke tapi Pemda belum oke. Kalau bisa, itu jadikan urusan internal pemerintah. Kalau sampai urusan internal pemerintah diekspor, maka para calon investor malas datang,” sarannya.

Lantas, bagaimana jika hingga 2015 KEK Sei Mangkei tak juga beroperasi? Di pasal 12 UU Nomor 39 Tahun 2009 sudah diatur, dalam hal setelah tiga tahun KEK belum siap beroperasi, Dewan Nasional melakukan perubahan atas usulan sebelumnya, memberikan perpanjangan waktu paling lama dua tahun, dan/atau mengambil langkah penyelesaian masalah pembangunan KEK.
Sementara, di Penjelasan PP Nomor 29 Tahun 2012 tentang KEK Sei Mangkei, disebutkan Pemkab Simalungun sudah setuju. “Pengusulan pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei oleh oleh PT Perkebunan Nusantara III telah mendapat persetujuan dari Pemerintah Kabupaten Simalungun dan diajukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara kepada Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus. Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus setelah melakukan pengkajian, menyetujui usulan pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei dan mengajukan rekomendasi penetapannya kepada Presiden,” demikian bunyi Penjelasan PP 29 Tahun 2012. (sam)

JAKARTA-Pemkab Simalungun punya tanggung jawab besar mempersiapkan beroperasinya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei. Pasalnya, sesuai ketentuan di Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2012 tentang KEK Sei Mangkei, kawasan ekonomi seluas 2002,77 hektar yang terletak dalam wilayah Kecamatan Bosar Maligas itu harus sudah siap beroperasi awal 2015.

Sesuai dengan PP yang diterbitkan 27 Februari 2012 itu, Pemkab Simalungunlah yang menetapkan badan usaha yang melakukan pembangunan dan pengelolaan KEK Sei Mangkei. Di pasal 3 ayat (2) PP 29 Tahun 2012 itu menyatakan, “Badan Usaha sebagaimaan dimaksud pada ayat (1) melaksanakan pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei sampai siap operasi dalam jangka waktu paling lama 36 (tiga puluh enam) bulan sejak berlakunya Peraturan Pemerintah ini.”

Target operasional 2015 ini diprediksi bakal meleset. Mengapa? Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng, menyebut sejumlah masalah yang bakal menghambat realisasi proyek nasional ini.

Pertama, rendahnya kepedulian Pemda. Namun menurut Robert, Pemda tidak serta-serta langsung disalahkan. Pemerintah pusat, menurutnya, seringkali tidak melibatkan Pemda secara aktif dalam membuat rencana program nasional di daerah, hingga ke tingkat pelaksanaannya. “KEK Sei Mangkei ini, sejauh mana Pemda dilibatkan dalam pembahasannya? Jangan-jangan tiba-tiba ketok palu,” ujar Robert Endi Jaweng kepada Sumut Pos di Jakarta, Senin (23/7).

Sementara, sesuai ketentuan, pengelolaan sebuah KEK langsung ditangani pusat, yang nantinya punya kepanjangan tangan di provinsi bernama Dewan Kawasan dan di kabupaten bernama Administrator Kawasan. Dewan Kawasan terdiri atas ketua, yaitu gubernur, wakil ketua yaitu bupati/walikota, dan anggota yaitu unsur Pemerintah di provinsi, unsur pemerintah provinsi, dan unsur pemerintah kabupaten/kota.

Dewan Kawasan bertugas melaksanakan kebijakan umum yang telah ditetapkan oleh Dewan Nasional untuk mengelola dan mengembangkan KEK di wilayah kerjanya, serta membentuk Administrator KEK. Tugas Administrator Kawasan Ekonomi Khusus ini, diatur secara rinci di UU Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus. Di  Pasal 23 ayat (1) disebutkan, Administrator KEK punya tiga tugas.

Pertama, melaksanakan pemberian izin usaha dan izin lain yang diperlukan bagi Pelaku usaha yang mendirikan, menjalankan, dan mengembangkan usaha di KEK. Kedua, melakukan pengawasan dan pengendalian operasionalisasi KEK. Ketiga, menyampaikan laporan operasionalisasi KEK secara berkala dan insidental kepada Dewan Kawasan. Diatur pula, pelaksanaan pemberian izin sebagaimana dimaksud adalah dilakukan melalui pelayanan terpadu satu pintu.

Selanjutnya, di pasal 24 dinyatakan, dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 23, Administrator KEK memperoleh pendelegasian atau pelimpahan wewenang di bidang perizinan dari Pemerintah dan pemerintah daerah.

Menurut Robert Endi Jaweng, pembukaan KEK selalu membuat Pemda terpinggirkan. Pasalnya, proses pembahasannya pun selalu dari atas ke bawah (top down). Sementara, saat ini merupakan era otonomi daerah. “Sehingga Pemda tak legowo jika di wilayahnya ada wilayah (enclave, red) yang pengelolaannya dikendalikan pusat, sementara Pemda tak dapat apa-apa,” ujar Robert.

Problem kedua soal pembagian kewenangan. Dijelaskan Robert, KEK Sei Mangkei ini nantinya memang tidak seperti Badan Otorita Batam (BOB), yang punya kewenangan mutlak mengurusi indistri di sana dan Pemko Batam tidak punya kewenangan apa pun di kawasan BOB. Pola pembagian kewenangan yang ‘ekstrem’ ini, menurut Robert, sering menjadi sumber konflik antara Pemko Batam dengan BOB.

Meski KEK Sei Mangkei tidak seekstrem BOB, tapi diingatkan Robert, sejak awal pembagian kewenangan ini harus jelas, yakni antara Pemkab Simalungun dengan Administrator KEK Sei Mangkei.

Saran Robert, agar Pemkab Simalungun bisa punya rasa memiliki, maka harus mendapatkan insentif tertentu atas keberadaan KEK Sei Mangkei ini. “Bisa saja dari fiskal, berapa porsi bagi hasil pajak penghasilan. Dan jangan pula masalah izin-izin menjadi sepenuhnya kewenangan pusat,” ujar pria asal Flores itu.

Prinsipnya, lanjut dia, jangan sampai Pemkab Simalungun yang punya wilayah, malah merasa mendapatkan beban atas keberadaan KEK Sei Mangkei. “Harus ada timbal baliknya dan jelas diatur sejak awal,” ujarnya.

Diingatkan Robert, ke depan, jika KEK Sei Mangkei nantinya maju, sudah pasti membawa dampak-dampak sosial lainnya. Bukan hanya yang baik seperti menyerap tenaga kerja, tapi juga implikasi yang buruk. Implikasi-implikasi sosial itu nantinya menjadi tugas pemda untuk menyelesaikannya. “Contohnya di Batam, banyak rumah-rumah liar dan kumuh. Itu implikasi kawasan industri, yang merangsang orang datang. Nah, itu tugas siapa? Itu urusan Pemda. Jadi, jangan sampai Pemda mendapatkan bebannya saja,” ucap Robert.

Dijelaskan, kunci persoalan ini adalah koordinasi yang bagus antara pusat dan daerah. Jika jelek koordinasinya, berbagai persoalan terus muncul tak terselesaikan. “Seperti soal lahan, pusat oke tapi Pemda belum oke. Kalau bisa, itu jadikan urusan internal pemerintah. Kalau sampai urusan internal pemerintah diekspor, maka para calon investor malas datang,” sarannya.

Lantas, bagaimana jika hingga 2015 KEK Sei Mangkei tak juga beroperasi? Di pasal 12 UU Nomor 39 Tahun 2009 sudah diatur, dalam hal setelah tiga tahun KEK belum siap beroperasi, Dewan Nasional melakukan perubahan atas usulan sebelumnya, memberikan perpanjangan waktu paling lama dua tahun, dan/atau mengambil langkah penyelesaian masalah pembangunan KEK.
Sementara, di Penjelasan PP Nomor 29 Tahun 2012 tentang KEK Sei Mangkei, disebutkan Pemkab Simalungun sudah setuju. “Pengusulan pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei oleh oleh PT Perkebunan Nusantara III telah mendapat persetujuan dari Pemerintah Kabupaten Simalungun dan diajukan oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara kepada Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus. Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus setelah melakukan pengkajian, menyetujui usulan pembentukan Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei dan mengajukan rekomendasi penetapannya kepada Presiden,” demikian bunyi Penjelasan PP 29 Tahun 2012. (sam)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/