JAKARTA-Berdasarkan catatan pemantauan dan pengaduan pelanggaran hak anak Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) sepanjang tahun 2012, menunjukkan belum adanya perkembangan positif terkait upaya pemenuhan dan perlindungan anak oleh negara. Salah satunya dalam hal pemenuhan akses pendidikan. Ketua Komnas PA Arist Merdeka Sirait memaparkan setidaknya jutaan anak Indonesia yang putus sekolah. “Angka anak putus sekolah masih tinggi. Hal ini menunjukkan potret pendidikan di Indonesia masih buram,”jelas Arist di Jakarta, kemarin (23/12).
Arist memaparkan, saat ini tercatat sekitar satu juta anak usia pendidikan dasar putus sekolah. Dari jumlah tersebut, sebanyak 425 ribu merupakan lulusan SD/MI yang tidak melanjutkan ke SMP. Sementara 211 ribu diantaranya merupakan siswa SMP yang putus sekolah. “Sisanya anak-anak yang putus sekolah tanpa menyelesaikan pendidikannya di SD/MI. Mayoritas mereka putus sekolah karena faktor ekonomi,”paparnya.
Terkait faktor ekonomi tersebut, lanjut Arist, anak-anak putus sekolah tersebut lantas terjun menjadi pekerja anak. Data Kemenakertrans menyebutkan setidaknya 85 persen anak-anak putus sekolah di SD dan SMP menjadi pekerja anak. “Ini ironis, sudah banyak pemerintah provinsi yang menggratiskan uang sekolah di wilayahnya. Tapi entah kenapa masih banyak anak miskin yang tidak bisa bersekolah dengan alasan tidak bisa membayar uang sekolah. Akibatnya mereka putus sekolah dan terpaksa menjadi pekerja anak,”lanjut pria berkacamata itu.
Di samping itu, Komnas PA juga menyoroti masih terbatasnya akses pendidikan bagi anak-anak Indonesia. Khususnya bagi anak-anak yang tinggal di daerah pedalaman, pegunungan, grey area. Akses pendidikan juga menjadi terbatas bagi para pekerja anak dan anak-anak yang berhadapan dengan hukum. Infrastruktur sekolah di Indonesia juga menjadi perhatian Komnas PA. Setidaknya sebanyak 172 ribu ruang kelas di sejumlah sekolah rusak.
“Fasilitas sekolah di Indonesia sangat beragam dari yang berstandar internasional hingga berstandar sangat sederhana sekali. Sudah bukan barang baru lagi jika janji pemerintah hanya janji kosong. Fasilitas pendidikan yang timpang tersebut mengakibatkan proses belajar mengajar sangat berbeda. Ketersediaan sarana-prasarana sekolah yang tidak merata antar satu dengan yang lain juga mengakibatkan kualitas peserta didik. Diskriminasi fasilitas pendidikan ini sudah harus berhenti,”tegasnya.
Potret buram pendidikan juga diperparah dengan maraknya peristiwa tawuran antar pelajar. Berdasarkan data Komnas PA, sepanjang tahun 2012, sebanyak 147 kasus tawuran terjadi. Kasus tawuran antar pelajar ini meningkat jika dibanding 128 kasus yang terjadi tahun lalu. Sejumlah kasus tawuran tersebut, setidaknya telah memakan korban jiwa sebanyak 82 pelajar, selebihnya mengalami luka. (ken/jpnn)