26 C
Medan
Friday, November 22, 2024
spot_img

Jabatan Plt Terlalu Lama

JAKARTA, SUMUTPOS.CO- Komisi II DPR menilai seluruh jadwal pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tidak bisa sepihak diputuskan pemerintah bersama penyelenggara pemilu. Komisi yang membidangi pemilihan umum itu merasa perlu merombak jadwal pilkada serentak demi efektivitas pemerintahan di tingkat daerah.

Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman saat dihubungi kemarin (23/12). Dia menyatakan, dalam draf yang masuk di Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada, diatur jadwal pilkada serentak pada 2015.

Sementara itu, jadwal pilkada 2016 hingga 2018 dilaksanakan pada 2018.

“Untuk jadwal kedua ini, akan ada tiga tahun pelaksana tugas kepala daerah. Kelamaaan masa jabatan Plt,” ujar politikus Partai Golongan Karya itu.

Menurut Rambe, dirinya sudah mendapat masukan langsung dari masyarakat. Kebetulan, saat ini dia tengah melakukan kunjungan kerja di daerah pemilihannya, Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara. Jabatan wali kota Tanjung Balai akan habis pada Februari 2016. Jika merujuk pada rencana di Perppu Pilkada, Tanjung Balai akan diikutkan dalam pilkada serentak pada 2018. Itu berarti, akan ada jabatan pelaksana tugas selama sekitar dua tahun.

“Saya tanya mereka, ternyata masyarakat nggak mau,” katanya. Rambe menilai, menempatkan Plt atau penjabat selama kurun waktu bertahun-tahun memimpin daerah tentu merugikan daerah. Sebab, dia tidak bisa mengambil keputusan strategis. Idealnya, penjabat cukup memegang posisi kepala daerah tidak lebih dari hitungan tahun.

“Misalnya pilkada serentak 2015 itu pada Desember, kita tarik saja yang awal 2016 ke 2015. Sehingga itu tidak terlalu lama,” kata Rambe.

Terhadap wacana dari pemerintah agar jadwal pilkada serentak diundur pada 2016, Rambe sudah mendengar hal tersebut. Namun, dia meminta, sebelum jadwal itu disusun, sebaiknya terlebih dahulu dilakukan pembicaraan dengan Komisi II DPR.

“Idealnya nanti kita bicarakan dengan KPU dan Mendagri. Esensinya tentang Plt ini, kalau panjang-panjang tidak diterima daerah,” ujarnya.

Sulit Serentak 2015
Sementara Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Assidiqqie mengatakan, rangkaian proses pilkada cukup panjang sehingga membutuhkan banyak waktu.

“Kalau mengikuti aturan normal maka sulit untuk diselenggarakan 2015, baru penghitungan suara di akhir tahun. Belum nanti kalau ada perselisihan suara, sehingga proses keseluruhan sampai pelantikan semuanya di 2015,” kata Jimly di kantornya, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Selasa malam (23/12).

Padahal, hingga kini, Perppu Nomor 1/2014 tentang pilkada belum mendapatkan hasil apakah akan diterima atau ditolak oleh DPR.

Menurut Jimly, apabila pemerintah ngotot menyelenggarakan pilkada secara serentak maka akan banyak jadwal penyelenggaraannya yang dipangkas. Salah satunya uji publik yang dijadwalkan berlangsung selama enam bulan.

“Saya terserah saja bagaimana kesepakatan pemerintah, DPR, dan KPU untuk tentukan jadwal. Tapi, kita harapkan siap untuk diselenggarakan,” ujarnya.

Dia menambahkan, penerimaan Perppu oleh DPR bakal membuat efisiensi dalam penyelenggaraan pilkada jadi molor. Lantaran, Undang-Undang Pilkada telah menjadwalkan penyelenggaraan secara serentak mulai 2015.

“Yang paling aman kerjanya tidak perlu dua kali, Perppu diterima dirubah terus disetujui kembali dan ditetapkan lagi,” demikian Jimly. (bay/c10/tom/dem/jpnn/rbb)

JAKARTA, SUMUTPOS.CO- Komisi II DPR menilai seluruh jadwal pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak tidak bisa sepihak diputuskan pemerintah bersama penyelenggara pemilu. Komisi yang membidangi pemilihan umum itu merasa perlu merombak jadwal pilkada serentak demi efektivitas pemerintahan di tingkat daerah.

Hal tersebut disampaikan Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarulzaman saat dihubungi kemarin (23/12). Dia menyatakan, dalam draf yang masuk di Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada, diatur jadwal pilkada serentak pada 2015.

Sementara itu, jadwal pilkada 2016 hingga 2018 dilaksanakan pada 2018.

“Untuk jadwal kedua ini, akan ada tiga tahun pelaksana tugas kepala daerah. Kelamaaan masa jabatan Plt,” ujar politikus Partai Golongan Karya itu.

Menurut Rambe, dirinya sudah mendapat masukan langsung dari masyarakat. Kebetulan, saat ini dia tengah melakukan kunjungan kerja di daerah pemilihannya, Kota Tanjung Balai, Sumatera Utara. Jabatan wali kota Tanjung Balai akan habis pada Februari 2016. Jika merujuk pada rencana di Perppu Pilkada, Tanjung Balai akan diikutkan dalam pilkada serentak pada 2018. Itu berarti, akan ada jabatan pelaksana tugas selama sekitar dua tahun.

“Saya tanya mereka, ternyata masyarakat nggak mau,” katanya. Rambe menilai, menempatkan Plt atau penjabat selama kurun waktu bertahun-tahun memimpin daerah tentu merugikan daerah. Sebab, dia tidak bisa mengambil keputusan strategis. Idealnya, penjabat cukup memegang posisi kepala daerah tidak lebih dari hitungan tahun.

“Misalnya pilkada serentak 2015 itu pada Desember, kita tarik saja yang awal 2016 ke 2015. Sehingga itu tidak terlalu lama,” kata Rambe.

Terhadap wacana dari pemerintah agar jadwal pilkada serentak diundur pada 2016, Rambe sudah mendengar hal tersebut. Namun, dia meminta, sebelum jadwal itu disusun, sebaiknya terlebih dahulu dilakukan pembicaraan dengan Komisi II DPR.

“Idealnya nanti kita bicarakan dengan KPU dan Mendagri. Esensinya tentang Plt ini, kalau panjang-panjang tidak diterima daerah,” ujarnya.

Sulit Serentak 2015
Sementara Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Jimly Assidiqqie mengatakan, rangkaian proses pilkada cukup panjang sehingga membutuhkan banyak waktu.

“Kalau mengikuti aturan normal maka sulit untuk diselenggarakan 2015, baru penghitungan suara di akhir tahun. Belum nanti kalau ada perselisihan suara, sehingga proses keseluruhan sampai pelantikan semuanya di 2015,” kata Jimly di kantornya, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Selasa malam (23/12).

Padahal, hingga kini, Perppu Nomor 1/2014 tentang pilkada belum mendapatkan hasil apakah akan diterima atau ditolak oleh DPR.

Menurut Jimly, apabila pemerintah ngotot menyelenggarakan pilkada secara serentak maka akan banyak jadwal penyelenggaraannya yang dipangkas. Salah satunya uji publik yang dijadwalkan berlangsung selama enam bulan.

“Saya terserah saja bagaimana kesepakatan pemerintah, DPR, dan KPU untuk tentukan jadwal. Tapi, kita harapkan siap untuk diselenggarakan,” ujarnya.

Dia menambahkan, penerimaan Perppu oleh DPR bakal membuat efisiensi dalam penyelenggaraan pilkada jadi molor. Lantaran, Undang-Undang Pilkada telah menjadwalkan penyelenggaraan secara serentak mulai 2015.

“Yang paling aman kerjanya tidak perlu dua kali, Perppu diterima dirubah terus disetujui kembali dan ditetapkan lagi,” demikian Jimly. (bay/c10/tom/dem/jpnn/rbb)

Artikel Terkait

spot_imgspot_imgspot_img

Terpopuler

Artikel Terbaru

/