BANDUNG-Upaya Kejaksaan Agung mengeksekusi mantan Kabareskrim Polri Komjen Susno Duadji berlangsung tegang. Terpidana kasus suap PT Salmah Arowana Lestari dan korupsi dana pengamanan pemilihan gubernur Jabar 2008 itu melawan saat jaksa menjemput dan hendak membawanya ke penjara Dia meminta perlindungan kepada Polda Jawa Barat untuk membatalkan eksekusi.
Radar Bandung (Gurp Sumut Pos) melaporkan, sejak pukul 10.30 WIB kemarin (24/4), petugas gabungan dari Kejaksaan Agung, Kejati DKI Jakarta, Kejati Jabar, dan Kejari Bandung mendatangi rumah mewah Susno di kompleks Jalan Pakar Raya Nomor 6, Kelurahan Ciburial, Kecamatan Cimenyan, Kabupaten Bandung. Saat itu, Susno menunggu petugas di salah satu ruangan di lantai dua rumahnya.
Namun, bukannya menyambut dengan baik, Susno justru melawan. Dia tidak mau dibawa. Terjadi negosiasi antara kedua pihak di ruangan tersebut. “Susno ingin nunggu pengacaranya dulu,” ujar salah seorang petugas kejaksaan.
Namun, hingga siang, tim kejaksaan tetap tidak berhasil membawa Susno. Malahan, Susno menghubungi Polda Jabar untuk meminta perlindungan. Dia juga menghubungi pengacara yang juga Ketua Majelis Syura Partai Bulan Bintang (PBB) Yusril Ihza Mahendra untuk mendampingi. Tidak lama kemudian, polisi dari Polda Jabar yang pernah dipimpin Susno itu datang. Yusril juga tiba di rumah Susno sekitar pukul 16.45 WIB. Yusril masuk rumah dengan kawalan polisi melalui garasi.
Sekitar pukul 17.20, Susno keluar dari kediamannya dengan dikawal puluhan anggota Polda Jabar dan Polres Bandung. Mengenakan kemeja putih, dengan tenang dia masuk mobil patroli Polda Jabar bernopol 1404-VIII.
“Saya datang ke sini mewakili kepentingan hukum Pak Susno dan diminta Pak Susno untuk datang. Beliau berkata, ‘Pak Yusril saya minta bantuan. Kalau diadakan pembicaran dengan pihak kejaksaaan, Pak Yusril yang menghadapi’,” kata Yusril menirukan permintaan Susno.
Kendati begitu, Yusril menegaskan, kedatangannya ke kediaman Susno bukan sebagai pengacara, namun murni permintaan Susno. Sebab, pengacara Susno adalah tim Mabes Polri.
Disinggung soal bentuk perlindungan yang diminta Susno ke kepolisian, Yusril menyatakan hanya mencegah warga negara tidak diperlakukan sewenang-wenang seperti itu (dieksekusi). “Soal berapa lama Pak Susno di sana (mapolda, Red), saya tidak tahu, tanya Polda. Ini merupakan bentuk perampasan kemerdekaan warga negara dan cara-cara seperti ini kan kezaliman terhadap warga negara,” tegasnya.
Sama-sama Ngotot
Menurut dia, Kejaksaan Agung berusaha mencari-cari kesalahan Susno. Padahal, putusan pengadilan sudah menetapkan Susno tidak terlibat sama sekali. “Putusan terhadap Susno tak bisa dijalankan, batal demi hukum, dan putusan itu dianggap tak pernah ada. Artinya, ketentuan pasal 197 KUHAP itu terang benderang. Hanya orang yang tidak ngerti bahasa Indonesia yang tak bisa pahami pasal 197 itu,” ungkap Yusril.
Bahkan, dia menilai Kejaksaan Agung hendak menutup-nutupi kesalahan hakim dan kesewenang-wenangan jaksa dalam eksekusi. Apalagi, Mahkamah Konstitusi (MK) sudah memutus perkara pasal 197 ayat 1-2 dan putusan MK itu tidak berlaku surut. “Tapi, sampai hari ini, kejaksaan tetap ngotot. Tapi, tidak apa-apa. Sana ngotot dan sini juga ngotot,” paparnya.
Sementara itu, Polda Jabar membantah tudingan pihaknya seolah menghalangi eksekusi oleh kejaksaan. Polda Jabar menyatakan hanya menjawab permohonan perlindungan yang diajukan Susno selaku warga negara.
Mediasi antara kedua pihak dilakukan di aula Mapolda Jabar. Mereka berdiskusi dengan ditengahi perwira Polda Jabar. Hingga berita ini diturunkan, negosiasi masih alot dan Susno belum berhasil dieksekusi.
Kejaksaan Tetap akan Eksekusi
Kapuspenkum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi menolak menanggapi gagalnya upaya eksekusi kali ini. “Saya belum dapat informasi dari lapangan, jadi belum bisa memberikan statemen,” ujarnya.
Meski begitu, dia menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mundur untuk mengeksekusi Susno. Apa pun yang terjadi, Susno akan tetap dibawa ke lapas untuk menjalani hukuman penjara tiga setengah tahun. “Prinsipnya, kami menjalankan perintah undang-undang,” tegasnya.
Menurut Untung, dalam menjalankan tugasnya, kejaksaan dilindungi UU. Artinya, tidak ada pihak yang boleh menghalangi pelaksanaan eksekusi oleh kejaksaan. “Kami harap semua pihak, baik masyarakat, termasuk pengacara, bisa memahami,” tutur mantan Kajari Jakarta Selatan itu.
Untung mengakui bahwa pelaksanaan eksekusi kali ini cukup alot. Kesulitan utama yang dihadapi adalah penolakan Susno dan pengacaranya. “Yang bersangkutan (Susno) merasa putusan itu tidak bisa dilaksanakan,” ucapnya.
Sementara itu, putusan Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan kasasi yang diajukan jaksa maupun penasihat hukum. Karena itu, kejaksaan menjalankan putusan pengadilan tinggi yang menolak upaya banding Susno dan tetap menjatuhkan hukuman tiga setengah tahun penjara.
Polemik seputar kasus Susno dimulai saat dia dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 24 Maret 2011. Susno dinyatakan terbukti bersalah menerima gratifikasi Rp500 juta untuk mempercepat penanganan kasus PT Salmah Arowana Lestari. Selain itu, dia terbukti memangkas uang pengamanan pilkada Jabar semasa menjabat Kapolda Jabar pada 2008.
Kala itu, PN Jaksel mengganjar Susno dengan hukuman 3,5 tahun penjara dan denda Rp200 juta plus mengembalikan kerugian negara Rp4 miliar. Susno pun mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Ternyata, PT justru menguatkan putusan PN Jaksel dan menambah jumlah pengembalian kerugian negara menjadi Rp4,2 miliar.
Versi Susno, putusan banding tersebut cacat hukum. Dalam sebuah diskusi, dia mengungkapkan bahwa PT DKI Jakarta salah meregister saat memutus perkara. Perkara yang diputus bernomor register 1228/Pid.B/2020/PN Jaksel tanggal 20 Februari 2012. Padahal, perkara Susno bernomor 1260/Pid.B/2010/PN Jaksel tanggal 24 Maret 2011. “Masak saya menjalani putusan perkara orang lain?” ujarnya kala itu.
Meski menganggap cacat hukum, setelah putusan tersebut, Susno mengajukan kasasi ke MA. MA pun menolak permohonan kasasi pria yang pernah menjadi whistle-blower beberapa kasus korupsi itu. Namun, dalam putusan MA, hanya tertulis bahwa Susno harus membayar biaya perkara Rp2.500.
Putusan kasasi itu menimbulkan polemik. Susno merasa di atas angin karena putusan tersebut harus dijalankan sesuai dengan apa yang tertulis. Tidak bisa ditafsirkan. Sementara itu, kejaksaan beranggapan, dengan putusan tersebut, berarti Susno harus menjalani putusan di pengadilan sebelumnya.
Polemik itu pun akhirnya ditengahi Mahkamah Konstitusi (MK). Ketua MK kala itu, Mahfud M.D., menyatakan bahwa MK memutus menolak permohonan Susno soal penafsiran pasal 197 (2k) KUHAP. “Artinya, MK membenarkan apa yang dilakukan Kejaksaan Agung (untuk mengeksekusi Susno),” terang Mahfud. (bal/byu/rdl/c5/jpnn)