JAKARTA – Alokasi dana transfer pusat ke daerah dalam RAPBN 2013 memang lumayan besar. Nilainya mencapai Rp518,9 triliun di antara total Rp1.657,9 triliun. Tapi, anggaran ke daerah itu dikhawatirkan tidak akan terlalu produktif.
Alasannya, sekitar Rp306,2 triliun diperkirakan mengalir untuk belanja pegawai pemerintah daerah. Proporsinya mencapai 60 persen di antara total dana transfer ke daerah. “Alokasi anggaran belanja pegawai untuk pemerintah daerah itu berasal dari anggaran berbentuk DAU (dana alokasi umum),” kata Koordinator Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi di Jakarta kemarin (24/8).
Menurut dia, DAU tersebut sebetulnya tidak hanya untuk belanja pegawai, namun seharusnya juga dibagi untuk belanja pelayanan kepada masyarakat. Tapi, banyak pemda yang tidak sanggup menggaji pegawai, sehingga menggunakan DAU sepenuhnya. “Tentu itu akan mengorbankan belanja untuk pelayanan publik,” kritik dia.
Kondisi tersebut, sindir Uchok, mungkin terinspirasi komposisi belanja pegawai di tingkat pusat. Dalam RAPBN 2013, alokasinya Rp241,1 triliun. Nilai itu meningkat Rp28,9 triliun atau 13,6 persen dari pagu belanja pegawai dalam APBN perubahan 2012 sebesar Rp212,2 triliun.
Uchok menyampaikan, salah satu pemicu peningkatan belanja pegawai tersebut adalah adanya kebijakan presiden yang selalu memanjakan PNS dengan menaikkan gaji pokok rata-rata 7 persen setiap tahun. Selain itu, ada pemberian gaji ke-13 kepada PNS. “Padahal, PNS tidak layak mendapat kenaikan gaji,” protes Uchok.
Dia menuding, kinerja para birokrat sangat rendah. Contohnya, lanjut dia, pada semester pertama 2011 saja, kementerian dan lembaga hanya mampu menyerap 26,2 persen anggaran dari alokasi belanja dalam APBN perubahan. Bahkan, sampai akhir tahun anggaran, rata-rata penyerapan hanya 90 persen. “Penyebabnya, PNS-nya malas atau perencanaan mereka selalu gagal lantaran setiap tahun mengulang-ulang kegiatan yang sama,” tegasnya.
Dia menambahkan, kenaikan gaji pegawai 7 persen itu sangat melukai masyarakat karena telah memicu peningkatan anggaran hingga Rp241,1 triliun untuk 4,7 juta pegawai. Sementara itu, penduduk sangat miskin, miskin, dan hampir miskin yang menurut data BPS mencapai 55,52 juta atau 22,8 persen di antara jumlah rakyat Indonesia hanya menerima alokasi anggaran Rp75,3 triliun.
“Tiga kali lebih rendah daripada belanja pegawai. Artinya, RAPBN 2013 memang bukan anggaran milik rakyat miskin,” tegas Uchok. (pri/c5/agm/jpnn)