JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Kritik keras ini disuarakan Koordinator Kontras Haris Azhar. Dia mengatakan Jokowi terkesan hanya menuruti kemauan orang-orang di sekitarnya.
“Presiden Jokowi bukan pemain utama. Dia hanya pembawa cap, pemberi stempel. Sekarang yang berkuasa adalah orang yang bisa mempengaruhi Jokowi untuk beri stempel,” kata Haris dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (25/1).
“Jawaban Jokowi di Istana Bogor menggambarkan kualitas dia, bagaimana cara dia mengetahui masalah atau dia memecahkan masalah. Situasi yang sudah genting begini, statement dia cuma begitu. Tidak paham atau tidak berani,” jelas Haris
Pun Direktur Eksekutif Cyrus Network Hasan Nasbi menilai, Jokowi sudah kehilangan kendali atas kekuasaan yang dimilikinya. Dia berpendapat bahwa para elite partai politik pendukung sang presiden lah yang kini memegang kendali kekuasaan.
“Jadi Jokowi sekarang berkuasa tapi sudah gak bisa mengontrol kekuasaannya. Kontrol sekarang di tangan siapa? Bisa di Mega (Megawati Soekarnoputri), (Surya) Paloh. Tersangka utamanya PDIP dan NasDem,” kata Hasan dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (25/1).
Hal ini terlihat jelas dari penunjukan Komjen Budi Gunawan sebagai calon Kapolri. Dikatakan Hasan, jika Jokowi tidak ditekan partai pendukung, dia pasti tidak akan buru-buru memilih seseorang yang diduga kuat bermasalah seperti Budi Gunawan jadi calon tunggal.
Hal seperti ini bisa terjadi, lanjut Hasan, akibat minimnya kekuatan politik riil yang dimiliki Jokowi. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu akhirnya harus bergantung kepada partai agar mendapat dukungan.
“Jokowi sebenarnya tidak biasa berbenturan dengan masyarakat. Tapi sekarang dia melakukan itu. Karena Jokowi gak berdaya, dia takut kehilangan support politik,” jelasnya.
Namun Hasan yakin bahwa Jokowi sadar betul pengaruh buruk desakan partai terhadap pemerintahannya. Karena itu, Hasan tidak heran jika suatu saat Jokowi mengambil sikap tegas terhadap partai pendukung yang menggangu kerjanya. “Dia (Jokowi) pasti ingin keluar dari posisi ini. Tapi melihat gaya Jokowi, caranya pasti lambat. Dia bisa ambil alih kendali, tapi pelan-pelan, tidak frontal,” tegas Hasan. Kekecewaan juga muncul dari Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana. Dia meminta Jokowi bertindak tegas menyelamatkan KPK dari upaya kriminalisasi. “Presiden Jokowi, laksanakan revolusi mental. Jangan pindahkan Istana ke Teuku Umar. Jangan tunduk pada KMP, Mega-Paloh,” ujar Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana saat berorasi dalam aksi #SaveKPK di area car free day (CFD) Jl Sudirman, Jakpus, Minggu (25/1).
Jokowi juga dinilai tepat mengeluarkan jika segera mengeluarkan Perppu untuk mengentikan kriminalisasi yang dilakukan terhadap para pimpinan KPK. Perppu itu mengatur imunitas bagi pimpinan KPK selama menjabat di lembaga antirasuah tersebut. “Sebab kasus semacam ini seringkali terjadi bahkan sudah seperti siklus,” ujarnya. Imunitas perlu diberikan pada para pimpinan KPK untuk mencegah pelemahan KPK karena instansi tersebut tengah menangani kasus-kasus besar. Penguatan seperti itu juga terjadi di lembaga antikourpsi di negara lain.
Penangkapan Bambang dengan cara disergap banyak petugas dan diborgol pada Jumat (23/1) menunjukkan upaya kriminalisasi sedang dilakukan terhadap KPK. Apalagi Wakapolri Komjen Badrodin Haiti mulanya tak tahu aksi penangkapan yang dikomandoi Kabareskrim Irjen Budi Waseso. “Penangkapan BW tak diketahui Wakapolri, artinya Budi Gunawan melakukan perlawanan balik. Ini kemarin bukan BW yang ditangkap, tapi KPK,” sambungnya. (bbs/jpnn/rbb)