Setelah peristiwa yang menelan belasan korban jiwa ini, pemerintah Aceh Timur akan melakukan langkah strategis menertibkan sumur minyak.”Maka ke depan ini akan kita cari cara dengan berbagai pihak agar pengeboran minyak tradisional yang ilegal tidak dilakukan lagi,” tegasnya.
Sementara itu, Manager Lapangan PT Aceh Timur Kawai Energi, Robet mengatakan, sumur yang meledak tersebut merupakan sumur yang dilakukan pengeboran secara ilegal. Di Kawasan Rantau Peurelak, katanya, ada 16 sumur yang memenuhi standar operasional kerja bidang minyak dan gas, sementara ratusan lainnya belum memenuhi standar kerja.
“Sumur – sumur yang ilegal itu di luar dari kendali kita. Secara teknis kita pernah menyarankan agar pemilik sumur minyak untuk tidak melakukan pengeboran secara traditional. Karena perusahan kita ini akan mencoba memberi pemahaman untuk bekerja sesuai sop,” kata Robet.
Secara teknis, lanjut Robet, semburan api yang keluar dari sumur tersebut memiliki unsur gas, minyak dan air sehingga tekanan api yang melambung tinggi mencapai 50 hingga 100 meter itu sulit dipadamkan.“Kita bersama pertamina sedang mencari cara untuk melakukan pemadaman. Untuk waktunya kita tidak bisa menentukan kapan gas itu bisa ditutup karena untuk saat ini kita masih khawatir jika itu ditutup akan keluar gas yang sama di lokasi yang potensi gasnya ada,” kata Robet.
Humas Pertamina Rantau, Aceh Tamiang Fandi membantah bahwa sumur minyak yang alami insiden milik pertamina. Ia memastikan semuanya milik warga yang berada di sana.
“Tidak ada sumur minyak milik pertamina di sini. Itu hanya isu saja biasa yang ditimbulkan,” kata Fandi.
Ia mengaku keberadaan pertamina dalam tahap ini hanya membantu pemerintah kabupaten Aceh Timur untuk mencari cara memadamkan api di lokasi kejadian.”Kapasitas kita karena pemerintah Aceh Timur meminta bantuan untuk memadamkan api. Secara teknis pertama telah mengerahkan tim teknisi untuk mencari cara memadamkan api,” kata Fandi. (mal/mai/ mag-75/ila)