JAKARTA, SUMUTPOS.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menelusuri dugaan pengumpulan duit dari dinas-dinas, untuk menutupi kelebihan biaya perjalanan Wali Kota Medan nonaktif, Tengku Dzulmi Eldin. Untuk itu, KPK memeriksa dua saksi terkait kasus dugaan suap yang menjerat Eldin.
“Penyidik mendalami keterangan saksi terkait pengumpulan dana dari beberapa dinas di Kota Medan untuk menutupi biaya perjalanan Dinas Wali Kota dan jajarannya,” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Jumat (25/10).
Kedua saksi yang diperiksa adalah Sekretaris Dinas Pendidikan Medan Abdul Johan Batubara dan Kasi Pemelihara Drainase Dinas PU Medan Fikri Hamdi Harahap. Kedua bersaksi untuk Eldin.
Dzulmi Eldin diamankan KPK dalam OTT pada Selasa (15/10). Dia kemudian ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap.
Selain Eldin, KPK menetapkan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Medan Isa Anshari dan Kasubbag Protokoler Syamsul Fitri Siregar sebagai tersangka. Eldin diduga menerima suap total Rp 330 juta.
Duit itu diduga untuk menutupi kelebihan biaya perjalanan dinas ke Jepang yang ditagih kepadanya. Kelebihan dana Rp 800 juta itu diduga akibat istri dan anak serta pihak lain yang tak berkepentingan turut ikut ke Jepang.
“Keluarga TDE (Tengku Dzulmi Eldin) bahkan memperpanjang waktu tinggal di Jepang selama 3 hari di luar waktu perjalanan dinas. Di masa perpanjangan tersebut, keluarga TDE didampingi oleh Kasubbag Protokol Pemerintah Kota Medan, yaitu SFI (Syamsul Fitri Siregar),” kata Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Rabu (16/10).
Mungkin OTT Berkurang
Sementara itu, Agus Rahardjo menatap masa depan pemberantasan korupsi selepas berlakunya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019. Ketua KPK itu menyebutkan operasi tangkap tangan (OTT) tidak akan segencar sebelumnya.
“Mungkin lo ya… OTT-nya dikurangi,” kata Agus di Sukabumi, Jawa Barat, Jumat (25/10).
UU Nomor 19 Tahun 2019 merupakan hasil revisi dari aturan lama KPK. Dalam UU baru itu, kegiatan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan wajib atas izin Dewan Pengawas KPK.
Padahal penyadapan menjadi satu langkah awal KPK dalam melakukan OTT. Berlikunya prosedur baru itu dianggap KPK bisa mempersulit OTT.
Namun Agus tetap berharap KPK tetap berjalan pada jalur pemberantasan korupsi yang hakiki. Bilamana kelak OTT berkurang, Agus berharap, penyelidikan kasus-kasus dengan kerumitan lebih bisa diangkat ke permukaan.
“Justru mendalami kasus-kasus lebih besar. Yang itu pasti perlu waktu yang lama,” kata Agus.
“Oleh karena itu, tapi memang biasanya hasilnya lebih dalam lebih mengetahui, biasanya uang yang diberikan terkait dengan instansi. Jadi mungkin OTT-nya berkurang, tapi kemudian kasusnya lebih dalam ya,” imbuh Agus. (dtc)