JAKARTA- Upaya mengusung capres dari nonparpol alias jalur independen pada Pilpres 2014 akhirnya kandas. Mahkamah Konstitusi (MK) kemarin (26/3) menolak pengujian terhadap UU No 42/2008 tentang Pilpres yang diajukan Sri Sudarjo selaku presiden Komite Pemerintahan Rakyat Independen (KPRI). Pemohon ingin agar capres-cawapres diajukan tanpa mekanisme parpol.
Dalam putusannya, MK menolak pengujian konstitusionalitas pasal 1 angka 2, pasal 9, pasal 10 ayat 1, dan pasal 14 ayat 2 UU No 42/2008 terhadap pasal 1 ayat 2, pasal 6D ayat 1, pasal 28D ayat 1, pasal 28I ayat 2, dan pasal 27 ayat 2 UUD 1945.
MK mempertimbangkan permohonan agar parpol diartikan sebagai parpol yang diusulkan oleh golongan rakyat, golongan buruh, golongan petani, golongan kaum miskin kota, golongan fungsional seluruh rakyat Indonesia, berdasar Kongres Nasional Rakyat yang dihadiri utusan-utusan golongan, itu tidak masuk akal dan tidak mungkin diatur secara teknis dalam sistem kepartaian.
“Keberadaan parpol merupakan wadah penyaluran aspirasi masyarakat yang sudah berlaku universal dan menyediakan tempat terhadap golongan-golongan yang dimaksud pemohon,” kata Ketua MK Mahfud M.D. dalam sidang. Karena itu, seharusnya golongan-golongan tersebut dapat menentukan pilihan sendiri untuk bergabung ke salah satu parpol yang keberadaannya telah sah menurut undang-undang.
Sri Sudarjo selaku pemohon memang mendalilkan pasal 1 angka 2, pasal 9, pasal 10 ayat (1), dan pasal 14 ayat (2) UU No 42/2008. Saksi ahli pemohon, M. Ali, dalam sidang sebelumnya (14/3) menjadikan pembukaan UUD 1945 sebagai dasar pemohon karena merupakan pokok kaidah negara yang fundamental.
Ali secara umum mengungkapkan, semua pasal yang dimohonkan untuk diuji itu bertentangan dengan pasal 1 ayat (2), pasal 6A ayat (1), pasal 27 ayat (2), pasal 28D ayat (1), dan pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Pemohon mendalilkan pasal dan atau ayat yang dimohonkan pengujian tersebut telah mengakibatkan pembatasan, tidak memberikan ruang untuk melahirkan pemimpin yang berasal dari rakyat, bahwa rakyat bertindak sebagai pemegang kedaulatan.
Namun, dalam sidang kemarin MK berpendapat bahwa pasal dan/atau ayat yang dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya itu pada pokoknya mengatur sistem pilpres. Utamanya, mekanisme pencalonan atau pengajuan capres dan Wapres oleh parpol, yang menurut pemohon, parpol dimaksud tidak mewakili seluruh golongan dalam masyarakat.
Sementara, pasal 27 ayat (2) UUD 1945 mengatur hak warga negara atas penghidupan, dalam konteks pekerjaan dan pencarian nafkah yang layak bagi kemanusiaan. Karena itu, ketentuan pasal 27 ayat (2) UUD 1945 tidak mengatur hal yang sama dengan ketentuan pasal dan/atau ayat UU No 42/2008 yang dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya.
Sebab itu pula, menurut MK, Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 tidak tepat atau tak relevan untuk dijadikan dasar pengujian dalam materi perkara a quo. (gen/c2/agm/jpnn)