JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merespons kasus perbedaan data kelulusan ujian nasional (UN) 2013 untuk jenjang SMA sederajat. Mereka menegaskan bahwa data absah adalah yang dikeluarkan Kemendikbud. Jika ada perbedaan, daerah wajib menyesuaikan dengan data yang dimiliki Kemendikbud.
Kepala Pusat Informasi dan Humas (PIH) Kemendikbud Ibnu Hamad mengatakan bahwa data yang dipaparkan pemprov seharusnya tidak boleh berbeda dengan data yang sudah diumumkan oleh Mendikbud Mohammad Nuh pekan lalu. Apalagi data yang disampaikan Mendikbud itu bukan data lulus UN, tetapi lulus SMA dan sederajat.
Artinya data itu sudah hasil penggabungan dengan kriteria kelulusan selain ujian nasional. Seperti nilai rapor dan hasil ujian akhir sekolah (UAS). “Jadi jika berbeda, tugas pemprov untuk mencocokan dengan data di Kemendikbud,” papar Ibnu. Guru besar ilmu komunikasi Universitas Indonesia (UI) itu mengatakan jika keabsahan data kelulusan UN ini adalah kebijakan resmi dari Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Kemendikbud.
Meski demikian, Ibnu belum bisa menjelaskan secara detail bagaimana cara pencocokan data jika terjadi perbedaan di daerah dengan di Kemendikbud. Dia berjanji akan mencari informasi lebih detail terkait perbedaan data kelulusan UN itu hari ini. Pihak Kemendikbud sependapat jika urusan perbedaan data kelulusan ini harus segera dibereskan, supaya tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.
Menurut Ibnu, perbedaan data kelulusan siswa ini berpotensi muncul karena sekolah terlambat menyampaikan nilai rapor ke Kemendikbud. Selanjutnya ketika disampaikan lagi ke daerah dan dicocokkan dengan nilai rapor dan ujian akhir sekolah, siswa yang bersangkutan dinyatakan tidak lulus.
Perbedaan data jumlah peserta UN yang tidak lulus ujian di antaranya terjadi di Provinsi Jawa Timur (Jatim) dan Sumatera Utara (Sumut). Versi Kemendikbud ada 641 murid SMA/MA yang dinyatakan tidak lulus di Sumut. Sedangkan versi dinas pendidikan Sumut, jumlah murid SMA/MA yang tidak lulus mencapai 2.948 siswa. Kasus serupa itu juga terjadi di Provinsi Jawa Timur. (agm/jpnn)
JAKARTA – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merespons kasus perbedaan data kelulusan ujian nasional (UN) 2013 untuk jenjang SMA sederajat. Mereka menegaskan bahwa data absah adalah yang dikeluarkan Kemendikbud. Jika ada perbedaan, daerah wajib menyesuaikan dengan data yang dimiliki Kemendikbud.
Kepala Pusat Informasi dan Humas (PIH) Kemendikbud Ibnu Hamad mengatakan bahwa data yang dipaparkan pemprov seharusnya tidak boleh berbeda dengan data yang sudah diumumkan oleh Mendikbud Mohammad Nuh pekan lalu. Apalagi data yang disampaikan Mendikbud itu bukan data lulus UN, tetapi lulus SMA dan sederajat.
Artinya data itu sudah hasil penggabungan dengan kriteria kelulusan selain ujian nasional. Seperti nilai rapor dan hasil ujian akhir sekolah (UAS). “Jadi jika berbeda, tugas pemprov untuk mencocokan dengan data di Kemendikbud,” papar Ibnu. Guru besar ilmu komunikasi Universitas Indonesia (UI) itu mengatakan jika keabsahan data kelulusan UN ini adalah kebijakan resmi dari Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Kemendikbud.
Meski demikian, Ibnu belum bisa menjelaskan secara detail bagaimana cara pencocokan data jika terjadi perbedaan di daerah dengan di Kemendikbud. Dia berjanji akan mencari informasi lebih detail terkait perbedaan data kelulusan UN itu hari ini. Pihak Kemendikbud sependapat jika urusan perbedaan data kelulusan ini harus segera dibereskan, supaya tidak menimbulkan keresahan di masyarakat.
Menurut Ibnu, perbedaan data kelulusan siswa ini berpotensi muncul karena sekolah terlambat menyampaikan nilai rapor ke Kemendikbud. Selanjutnya ketika disampaikan lagi ke daerah dan dicocokkan dengan nilai rapor dan ujian akhir sekolah, siswa yang bersangkutan dinyatakan tidak lulus.
Perbedaan data jumlah peserta UN yang tidak lulus ujian di antaranya terjadi di Provinsi Jawa Timur (Jatim) dan Sumatera Utara (Sumut). Versi Kemendikbud ada 641 murid SMA/MA yang dinyatakan tidak lulus di Sumut. Sedangkan versi dinas pendidikan Sumut, jumlah murid SMA/MA yang tidak lulus mencapai 2.948 siswa. Kasus serupa itu juga terjadi di Provinsi Jawa Timur. (agm/jpnn)