29 C
Medan
Tuesday, July 2, 2024

Rangkap Ketua Parpol, Kepala Daerah Disanksi

JAKARTA-Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi terus mengusung wacana larangan bagi kepala daerah yang merangkap ketua partai politik. Wacana yang diusung pun tak berhenti sebatas pelarangan saja, namun juga perlunya sanksi jika larangan itu dilanggar.

Menurut Mendagri, pihaknya mengusulkan agar larangan dan sanksi itu dimuat dalam draft revisi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda). Ditemui sebelum membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kependudukan dan Pencatatan Sipil 2011 di Jakarta, Minggu (26/6) malam, Mendagri mengatakan, seiring pemberlakuan otonomi maka kewenangan kepala daerrah memang semakin besar.

Namun besarnya kewenangan, sambungnya, juga diikuti dengan semakin meningkatnya persoalan yang dihadapi kepala daerah. “Di sisi lain dana yang ke daerah juga makin besar. Jika 2005 hanya Rp 139 triliun, nanti 2012 mencapai Rp 437 triliun. Tentu persoalan juga akan bertambah. Kalau kepala daerah jadi ketua partai pula, tambah pula beban dia,” ucapnya.

Mantan Gubernur Sumatera Barat itu mengungkapkan, untuk menjadi kepala daerah saja seorang calon sudah harus merogoh banyak dana. Namun bukan itu saja yang membuat kepala daerah juga terbebani. “Dia (kepala daerah) juga masih dibebani oleh partai politik untuk menghimpun dana,” ucapnya.

Karenanya, Mendagri melontarkan wacana larangan bagi kepala daerah agar tidak merangkap ketua parpol itu juga disertai sanksi. “Usulan ini dalam UU Pemerintahan yang baru. Tentu nanti kita tawarkan ke DPR (untuk dibahas bersama),” sambungnya.

Mendagri juga mengatakan, perlu adanya pembedaan jenis sanksi bagi kepala daerah. Sebab, bisa saja pelanggaran yang dilakukan kepala daerah hanya persoalan sistem atau administrasi birokrasi.

Namun demikian, cetusnya, perlu juga disiapkan sanksi bagi kepala daerah yang jenis pelanggarannya tidak terkait dengan sistem atau administrasi tetapi karena kebijakan pribadi. “Kalau pribadi yang melanggar, sanksinya ke pribadi juga,” cetusnya.

Untuk opsi sanksinya, imbuh Mendagri, bisa saja kepala daerah yang melanggar larangan dinonaktifkan selama tiga bulan atau enam bulan. Namun saat ditanya apakah ada kemungkinan sanksi itu juga berbentuk pemecatan, Mendagri belum memastikannya. “Nanti kita lihat saja. Tapi tetap terlu ada sanksi,” pungkasnya.(ara/jpnn)

JAKARTA-Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Gamawan Fauzi terus mengusung wacana larangan bagi kepala daerah yang merangkap ketua partai politik. Wacana yang diusung pun tak berhenti sebatas pelarangan saja, namun juga perlunya sanksi jika larangan itu dilanggar.

Menurut Mendagri, pihaknya mengusulkan agar larangan dan sanksi itu dimuat dalam draft revisi UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (UU Pemda). Ditemui sebelum membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Kependudukan dan Pencatatan Sipil 2011 di Jakarta, Minggu (26/6) malam, Mendagri mengatakan, seiring pemberlakuan otonomi maka kewenangan kepala daerrah memang semakin besar.

Namun besarnya kewenangan, sambungnya, juga diikuti dengan semakin meningkatnya persoalan yang dihadapi kepala daerah. “Di sisi lain dana yang ke daerah juga makin besar. Jika 2005 hanya Rp 139 triliun, nanti 2012 mencapai Rp 437 triliun. Tentu persoalan juga akan bertambah. Kalau kepala daerah jadi ketua partai pula, tambah pula beban dia,” ucapnya.

Mantan Gubernur Sumatera Barat itu mengungkapkan, untuk menjadi kepala daerah saja seorang calon sudah harus merogoh banyak dana. Namun bukan itu saja yang membuat kepala daerah juga terbebani. “Dia (kepala daerah) juga masih dibebani oleh partai politik untuk menghimpun dana,” ucapnya.

Karenanya, Mendagri melontarkan wacana larangan bagi kepala daerah agar tidak merangkap ketua parpol itu juga disertai sanksi. “Usulan ini dalam UU Pemerintahan yang baru. Tentu nanti kita tawarkan ke DPR (untuk dibahas bersama),” sambungnya.

Mendagri juga mengatakan, perlu adanya pembedaan jenis sanksi bagi kepala daerah. Sebab, bisa saja pelanggaran yang dilakukan kepala daerah hanya persoalan sistem atau administrasi birokrasi.

Namun demikian, cetusnya, perlu juga disiapkan sanksi bagi kepala daerah yang jenis pelanggarannya tidak terkait dengan sistem atau administrasi tetapi karena kebijakan pribadi. “Kalau pribadi yang melanggar, sanksinya ke pribadi juga,” cetusnya.

Untuk opsi sanksinya, imbuh Mendagri, bisa saja kepala daerah yang melanggar larangan dinonaktifkan selama tiga bulan atau enam bulan. Namun saat ditanya apakah ada kemungkinan sanksi itu juga berbentuk pemecatan, Mendagri belum memastikannya. “Nanti kita lihat saja. Tapi tetap terlu ada sanksi,” pungkasnya.(ara/jpnn)

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/