MEDAN. SUMUTPOS.CO – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengingatkan kepada masing-masing daerah untuk menjalankan surat nomor 160/6324/OTDA, tentang pemberhentian anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota yang mencalonkan diri dari parpol berbeda untuk mengikuti Pemilu 2019.
Artinya, mulai bulan depan atau Oktober 2018 anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota yang mencalonkan diri dari parpol berbeda dipastikan tidak akan menerima gaji dan tunjangan lagi.
Sekretaris DPRD Medan Abdul Aziz mengatakan, berdasarkan surat edaran dari Menteri Dalam Negeri (Mendagri) bahwasanya anggota dewan yang pindah parpol akan dicabut hak-haknya (gaji dan tunjangan) setelah dikeluarkan daftar calon tetap (DCT). “Melihat surat edaran Mendagri tersebut, maka mereka terakhir menerima hak-haknya pada September. Sedangkan Oktober tidak bisa lagi,” ungkapnya baru-baru ini.
Aziz mengaku, sejauh ini masih dua anggota dewan yang mengajukan pindah parpol yaitu Godfried Effendi Lubis dan Landen Marbun. “Selain keduanya, belum ada lagi,” ucapnya.
Disinggung mengenai proses pergantian antar waktu (PAW) terhadap mereka, Aziz menyebut mekanismenya berada di parpol. “Yang jelas tetap diproses apabila surat dari parpol telah masuk. Kalau pimpinan bilang proses tentu kita proses, karena kita tidak berani melangkahi,” tukasnya.
Diketahui, Godfried Efendi Lubis dari Partai Gerindra pindah ke Partai Perindo. Sedangkan Landen Marbun dari Partai Hanura pindah ke Partai Nasdem.
Sementara, Kapuspen Kemendagri, Bahtiar mengatakan, pihaknya sudah mengingatkan kepada provinsi dan kabupaten/kota agar tidak lagi memberikan gaji dan tunjangan kepada anggota dewan yang pindah parpol. “Ketika sudah sah ditetapkan menjadi DCT dari parpol lain, maka hak-hak anggota dewan sudah harus berhenti. Hal itu sesuai dengan UU 23/2014 dan PP 12/2018,” jelas Bahtiar ketika dihubungi wartawan.
Ditegaskan Bahtiar, anggota DPRD yang lompat pagar atau pindah partai tidak bisa lagi menerima hak-haknya sebagai anggota legislatif terhitung 1 Oktober 2018. “Kalau memaksa dia terima yang bukan haknya, nanti bisa menjadi temuan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Maka, ketika itu terjadi yang bersangkutan harus kembalikan uangnya kepada negara atau bisa juga kerugian negara karena pembayaran yang tidak sah,” tandasnya. (ris/azw)